Rabu, 11 Maret 2015

SEJARAH SINGKAT KERAJAAN BERAU



                                                             

SEJARAH SINGKAT KERAJAAN BERAU

Oleh : Saprudin Ithur

Sejarah adalah silsilah, asal usul ( keturunan ), kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa yang lampau; riwayat; ceritera yang berdasar pada kejadian-kejadiaan yang benar-benar terjadi; peristiwa penting yang benar-benar terjadi; Pengetahuan atau uraian tentang  peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi dalam masa lampau; ilmu sejarah.
Sedangkan Situs adalah daerah temuan benda-benda purbakala, daerah bekas atau sisa bangunan, fosil binatang.
Bukti-bukti atau situs sejarah seharusnya tetap ada dan dipertahankan, terjaga dan terpelihara sebagaimana mestinya.Dengan demikian sejarah tidak hanya sekedar ceritera, atau dongeng belaka.Tapi sejarah dapat dibaca melalui tulisan yang benar, jelas dan jujur serta masih meninggalkan bukti-bukti yang otentik yang disebut dengan situs atau benda cagar budaya.
Menghormati dan menghargai sejarah adalah sebagai bukti  bangsa besar yang mencintai nurani kebudayaannya. Karena apabila telah melupakan sejarah, maka hilanglah bukti-bukti masa lalu sebagai rentetan budaya dan jati diri daerah dan bangsa, kemudian muncul peniruan kebudayaan baru yang tidak jelas makna, dari mana, dan milik siapa.Dengan demikian maka hilanglah etika penghargaan dan penghormatan kepada budaya sendiri yang dianut suatu etnis, kaum atau lebih besar suatu bangsa.
Bagaimana ingin menghargai sedang pemiliknya sendiri sudah melupakan atau tidak mengenal sejarahnya lagi. Oleh karena itu semua pihak, baik dari unsur masyarakat, pemerintah, atau lembaga-lembaga swdaya masyarakat, pemerhati sejarah baik dipusat maupun didaerah perlu memperhatikan dan melihat dimana saja daerah-daerah yang memiliki nilai-nilai sejarah yang perlu dilindungi, atau dipertahankan keberadaannya.Selain itu diharapkan para pelaku sejarah dapat memberikan informasi melaui tulisan atau paling tidak memberikan informasi kepada pemerintah dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata didaerah masing-masing, atau kepada pemerhati sejarah didaerahnya.Dengan harapan ceritera atau peristiwa yang benar-benar ada dan pernah terjadi pada masa lampau tetap dapat dipertahankan, dan diketahui oleh generasi penerus bangsa.
Kalimantan Timur memiliki sejarah yang sangat universal dengan kerajaan Kutai, sebagai kerajaan tertua di Indonesia.Selain itu di masing-masing daerah Kabupaten Kota juga mempunyai sejarah kerajaan atau kesultanan masing-masing, seperti Pasir, Kutai, Bulungan, dan Kesultanan Berau.Belum lagi sejarah masa penjajahan Belanda. Perlawanan rakyat terhadap Belanda, seperti peristiwa perlawanan Raja Alam melawan Belanda di Kesultanan Tanjung yang sekarang dikenal dengan kesultanan Sambaliung, penyerangan sekutu di Balikpapan, Tarakan dan sempat membombardir Keraton Gunung Tabur dan Keraton Sambaliung di Tanah Berau. Dengan  ditandai runtuhnya Keraton Gunung Tabur pada bulan Januari tahun 1945, penyerangan itu dilakukan oleh tentara sekutu pada perang dunia ke dua untuk melumpuhkan tentara Jepang. 
Mari kita mulai berbicara sejarah singkat Kerajaan Berau.  Kabupaten Berau memiliki dua orang tokoh yang memilikinama besar dalam perjalanan sejarahnya. Nama besar tersebut sampai saat ini masih mengaung dan selalu menjadi buah bibir dimana-mana. Tokoh Besar tersebut adalah Baddit Dipatung yang diberi gelar Adji Surya Natakasuma  Raja Pertama Berau yang mampu menyatukan rakyat Berau, nama besar Adji Surya Natakasuma diabadikan sebagai nama Korem yang berkedudukan di Samarinda dengan nama Korem Adji Surya Natakasuma, dan Sultan Alimuddin  dikenal dengan Sultan Raja Alam  yang dianggap membangkang terhadap pemerintahan Belanda, dan berperang melawan kolonial Belanda. Nama besar Raja Alam diabadikan olek Batalion 613 Tarakan dengan nama Batalion 613 Raja Alam.
Selain itu Berau juga mempunyai seorang tokoh perempuan yang sangat Legendaris  dalam ceritera-ceritera rakyat Berau, dia adalah Legenda Putri Kannik Sanifah.Ketika Ayahandanya bersama rakyat Negeri Pantai sudah panik dan nyaris kalah melawan pasukan julung-julung yang menyerang negerinya.Kannik Sanifah tampil dengan akal pikirnya yang cemerlang dan dapat memukul mundur pasukan julung-julung yang bagaikan monster memenuhi sungai dan menyeranga rakyat.Namun sayang nasibnya tidak secantik dan se-elok parasnya.Ia kemudian difitnah, dan dikucilkan oleh masyarakatnya sendiri dan kemudian dibuang ketengah lautan.
Baddit Dipatung dalam legenda rakyat diceriterakan sebagai titisan Dewa. Waktu masih bayi ditemukan oleh seorang kakek, namanya  Inni Baritu disebuah bambu besar  yang terbelah diantara ruas-ruasnya. Dibelahan bambu itulah bayi ditemukan yang kemudian dikenal dengan nama Baddit Dipatung( pecah / keluar dari bambu besar/petung ). Dirumah istri Inni Baritu yang dikenanl dengan nama Inni Kabayan dalam waktu yang nyaris bersamaan menemukan bayi dikeranjang ( kurindan ). Keranjang itu tempat Inni Kabayan menyimpan benang dan kain yang dibuatnya sendiri. Bayi tersebut kemudian diberi namaBaddit Dikurindan.Kedua bayi yang ditemukan Inni Kabayan dan Inni Baritu itu kemudian dipelihara oleh tujuh putri Puan Dipantai Rangga Batara sampai dewasa.
Setelah dewasa Baddit Dipatung dan Baddit Dikurindan oleh rakyatnya yang terdiri dari tujuh Banua yaitu rakyat Banua Marancang, Banua Pantai, Banua Kuran, Banua Bulalung, Banu Lati, Banua Suwakung , dan Banua Bunyut sepakat untuk menjodohkan kedua titisan Dewa itu menjadi suami istri dan kemudian Baddit Dipatung diangkat menjadi Raja pertama dengan gelar Adji Surya Natakasuma  ( 1400 – 1432 ) didampingi oleh istri tercintanya Baddit Dikurindan yang bergelar Adji Permaisuri. Baddit Dipatung inilah cikal bakal yang menurunkan raja-raja dan sultan kerajaan Berau yang kemudian terbagi menjadi dua  kesultanan, yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung.
Raja kedua Adji Nikullam 1432-1461, raja ketiga Adji Nikutak 1461-1492, raja keempat Adji Nigindang 1492-1530, raja kelima Adji Panjang Ruma 1530-1557, raja keenam Adji Tumanggung Barani 1557-1589, raja ketujuh Adji Sura Raja 1589-1623, raja kedelapan Adji Surga Balindung 1623-1644, raja kesembilan Adji Dilayas 1644-1673.
Pada masa raja ke- 9 Raja Adji Dilayas mempunyai putra dua orang yang berbeda ibu. Permaisuri pertama melahirkan anak si Amir namanya yang kemudian bergelar Adji Pangeran Tua. Setelah Permaisuri wafat, Adji Dilayas kawin lagi dengan Ratu Agung.Perkawinan ini melahirkan pula seorang putra Hasan namanya, kemudian bergelar Adji Pangeran Dipati.Setelah Ayahda Adji Dilayas wafat kedua putranya sama-sama ingin menjadi raja. Maka Atas kesepakatan, wilayah Kerajaan Barrau atau Kuran di bagi menjadi dua yaitu :
  1. Daerah sebelah selatan sungai Kuran atau sungai Barrau, dari Tanjung Mangkalihat, Teluk Sumbang sampai kehulu sungai Kelay menjadi kekuasaan Adji Pangeran Tua, sedangkan;
  2. Daerah sebelah Utara sungai Kuran, dari hulu sungai Segah sampai perbatasan Bulungan menjadi kekuasaan Adji Pangeran Dipati.
  3. Sedangkan yang menjadi Raja Kerajaan Barrau diatur secara bergantian dari pihak Adji Pangeran Tua maupun Adji Pangeran Dipati, sampai dengan keturunannya.
Hasil musyawarah berlanjut pada pengangkatan raja yang ke- 10 kerajaan Barrau.
Raja Kesepuluh diangkat Adji Pangeran Tua ( 1673-1700 ), sedangkan Adji Pangeran Dipati diangkat menjadi Mangkubumi yang dipersiapkan untuk menjadi raja berikutnya. Pada saat pemerintahan Pangeran Tua ini Islam mulai masuk yang dibawa oleh seorang saudagar musafir Arab yang bernama Mustafa.Sedangkan sebelumnya masih menganut kepercayaan lama dan pengaruh Agama Hindu.
Periode berikutnya Adji Pangeran Dipati diangkat menjadi raja ke- 11 ( 1673 – 1700 ), sedangkan Hasanuddin putra Adji Pangeran Tua diangkat menjadi Raja Muda.
Saat Adji Pangeran Dipati mengundurkan diri dari takhtanya seharusnya yang menjadi raja adalah Hasanuddin Raja Muda, tetapi yang diangkat menjadi raja oleh Adji Pangeran Dipati adalah putranya Adji Kuning ( 1700-1720 )sebagai raja ke- 12, dengan alasan Adji Pangeran Dipati belum wafat melainkan hanya mengundurkan diri, maka pemerintahan dilanjutkan oleh anaknya. Disini Adji Pangeran Dipati sudah ingkar janji.Hal inilah yang menyebabkan mulai timbulnya keretakan dan perpecahan.
Setelah Adji Kuning wafat baru Hasanuddin diangkat menjadi raja ke – 13 dengan gelar Sultan Muhammad Hasanuddin. Sultan Hasanuddin memerintah sampai dengan tahun  (1720-1750 ). Pada masa ini agama Islam dijadikan agama resmi kerajaan. Kemudian pada priode berikutnya  diangkat Sultan Zainal Abidin ( 1750 – 1770 ). Kemudian dilanjutkan dengan Sultan Badaruddin ( 1770 –1779 ) sebagai raja Barrau.
            Sultan Muhammmad Hasanuddin beristri seorang putri Solok Philipina Selatan yang bernama Dayang Lama.Dari hasil perkawinan ini lahir tiga orang putra yaitu Datu Amiril Mukminin yang diangkat menjadi Sultan pada tahun 1779, Datu Syaifuddin, dan Datu Djamaluddin.Putra kedua dan ketiga kembali ke Solok, sedangkan Datu Amiril Mukminin menetap di Berau bersama ayahandanya.
Sultan Hasanuddin dikenal pula dengan sebutan Marhum Di Kuran.  Karena ketika beliau wafat tahun 1767 dimakamkan di Kuran di hulu kampung Sukan Kecamatan Sambaliung  sekarang. Sedangkan Sultan Zainal   Abidin   kawin  dengan   Adji   Galuh    putri   kesultanan     Pamarangan ( Jembayan ) Kutai Kertanegara.            
Pada masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin yang berpusat di Marancang digalakkan ajaran Islam.Tata pemerintahan diatur sedemikian rupa.Pegawai Kerajaan dilengkapi dan mengangkat jabatan Menteri, Hulubalang, Mangkubumi, Wajir dan Punggawa.
            Atas kesepakan untuk mencari lahan pertanian yang lebih subur pusat kerajaan di pindahkan ke Muara Bangun.Diwilayah sungai Bangun ini tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian.Selain membangun Istana juga dibangun pula Masjid dan pemakaman didekat istana itu.
            Orang-orang Solok yang datang dan menetap di Berau di ijinkan mendirikan kampung di Tabbangan dan orang-orang Tidung dari Bulungan membuat kampung di Paribau.
Sultan Zainal Abidin Keturunan Adji Pangeran Dipati ini wafat pada tahun 1800 dimakamkan di Muara  Bangun dan selanjutnya dikenal dengan Marhum Di Bangun. Makam beliau dikeramatkan, makam tersebut saat ini terawat dengan baik dan tangga untuk menuju kemakam sudah dibuat, agar pengunjung yang datang kemakam tersebut bisa dengan nyaman.Makam asli masih menggunakan mesan batu alam tempo dulu tanpa ukiran.Disekitarnya banyak makam-makam tua bermesan batu alam pula, serta makam masyarakat Kampung Bangun di sekitarnya.
            Sultan Badaruddin dari keturunan Pangeran Dipati diangkat menjadi raja ke- 15 (1800 -  1834). Kejadian ini sangat menyinggung perasaan keturunan Adji Pangeran Tua yang kedua kali, karena seharusnya dari keturunannya yang menjadi raja.
                                                              Description: C:\Documents and Settings\user\My Documents\Foto Raja Alam dan Paus\DSCN5434.JPG
                                                                Raja Alam
Atas kesepakatan pihak Adji Pangeran Tua mereka memisahkan diri, dan mengangkat raja sendiri.Sebagai raja pertama diangkat Alimuddin sebagai Sultan dengan gelar Raja Alam.Raja Alam memerintah selama 35 tahun ( 1813 – 1848 ). Raja Alam membangun pusat pemerintahan di Sungai Gayam, kemudian hari berseberangan dengan pusat kerajaan Gunung Tabur  yang pusat pemerintahannya dipindahkan dari Muara Bangun ke Gunung Tabur. Sejak pemerintahan Raja Alam berdiri, maka secara resmi kerajaan Barrau terbagi menjadi dua kesultanan yaitu Kesultanan Tanjung/Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur.
            Disamping permasalahan keluarga dan keturunan sebagai pemicu perpecahan juga andil besar dari pemerintahan Hindia Belanda.Dengan strategi adu domba, salah satu keturunan menjadi sahabat belanda dan pihak keturunan lain dijauhi Belanda.Akhirnya Raja Alam dianggap sebagai perompak dan bajak laut yang selalu mengganggu kapal-kapal Belanda dan kapal dagang yang dilindungi Belanda di kawasan selat Sulawesi antara Tanjung Mangkaliat dengan Tanah Kuning.Raja Alam ditangkap dan dibuang ke Makassar.



Bulungan dan Tidung memisahkan diri

Dalam buku Sejarah Raja-Raja Berau yang ditulis oleh H. Aji Rahmatsyah (2010) mengupas tulisan DR. J. Eisenberger tahun 1932 pada halaman 63 mengatakan karena terjadinya kericuhan dan insiden pada waktu menetapkan giliran siapa yang harus menjadi raja dari kedua keturunan  Aji Pangeran Tua dan Aji Pangean Dipati, kedudukan pusat pemerintahan yang berkedudukan di Muara Bangun hampir tiada berpungsi lagi. Dalam situasi yang tidak menentu itu daerah Bulungan dan Tidung berkesempatan melepaskan diri dari kesatuan wilayah Berau dan membentuk kesultanan sendiri pada tahun 1800. Pemerintahan kerajaan Berau terpaksa harus pasrah mengenai kasus Bulungan dan Tidung, karena segala tenaga dan pikiran mereka dipusatkan untuk mengatasi kekacauan perebutan kekuasaan antara kedua keturunan tersebut, yang berakhir dengan pecahnya keutuhan Kerajaan Berau menjadi dua kerajaan yaitu kerajaan Sambaliung dan kerajaan Gunung Tabur.


Belanda Resmi Masuk Berau

Sejak berdirinya kerajaan Berau pada abad ke XIV tidak pernah mengakui kadaulatan colonial Belanda atau Inggris atas wilayahnya sampai tahun 1833. Walaupun pada tahun 1671 V.O.C (Vereenigde Oest Indische Compagnie) pernah mengirim pedagang senior Belanda bernama Paulus De Cock dengan kapal Chialloup de Noorman ke Kutai dan Berau untuk berusaha mengadakan hubungan persahabatan dan dagang, tetapi tidak berhasil. Baru pada tanggal 27 September 1834 Soltan Gunung Tabur Aji Kuning Gazi Mahyuddin dipaksa menanda tangani perjanjian mengakuinya keberadaan Belanda. Sejak itu kedua kerajaan harus tunduk dan mengakui Belanda. Secara resmi menjadi daerah taklukan pemerintahan Hindia Belanda setelah Raja Alam melakukan perlawanan sengit di Laut Tanjung Mangkaliat, di Laut Batu Putih, Benteng Dumaring, Sungai Kuran, dan keratonnya di Sungai Gayam. Pasukan Raja Alam kalah, keraton di Sungai Gayam dibakar, Raja Alam ditangkap dibuang ke Makassar.


Jepang Masuk Berau

Jepang Resmi masuk ke Berau pada tahun 1942. Masuk pertama melalui pelabuhan Batu Bara Stankolen Mascapay Parapatan ( SMP) di Teluk Bayur. Kemudian baru menyebar ke Tanjung Redeb, Gunung Tabur, Sambaliung, dan terus menyebar ke wilayah pantai dan pedalaman.
Pada bulan Januari tahun 1945 sekutu datang menyerang wilayah yang dikuasai Jepang. Tujuannya melumpuhkan kekuatan Jepang termasuk di wilayah Berau di Teluk Bayur, Tanjung Redeb, Kerataon Gunung Tabur dan Keraton Sambaliung. Pada bulan Januari 1945 sekutu mengebom wilayah Berau, Kota Teluk Bayur, Tanjung Redeb, Keraton Gunung Tabur, dan Keraton Sambaliung di bom sekutu untuk menghancurkan kekuatan pertahanan tentara Jepang. Keraton Gunung Tabur kena bom tebakar dan hancur.    

SELESAI


                                                                Raja Alam
Atas kesepakatan pihak Adji Pangeran Tua mereka memisahkan diri, dan mengangkat raja sendiri.Sebagai raja pertama diangkat Alimuddin sebagai Sultan dengan gelar Raja Alam.Raja Alam memerintah selama 35 tahun ( 1813 – 1848 ). Raja Alam membangun pusat pemerintahan di Sungai Gayam, kemudian hari berseberangan dengan pusat kerajaan Gunung Tabur  yang pusat pemerintahannya dipindahkan dari Muara Bangun ke Gunung Tabur. Sejak pemerintahan Raja Alam berdiri, maka secara resmi kerajaan Barrau terbagi menjadi dua kesultanan yaitu Kesultanan Tanjung/Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur.
            Disamping permasalahan keluarga dan keturunan sebagai pemicu perpecahan juga andil besar dari pemerintahan Hindia Belanda.Dengan strategi adu domba, salah satu keturunan menjadi sahabat belanda dan pihak keturunan lain dijauhi Belanda.Akhirnya Raja Alam dianggap sebagai perompak dan bajak laut yang selalu mengganggu kapal-kapal Belanda dan kapal dagang yang dilindungi Belanda di kawasan selat Sulawesi antara Tanjung Mangkaliat dengan Tanah Kuning.Raja Alam ditangkap dan dibuang ke Makassar.



Bulungan dan Tidung memisahkan diri

Dalam buku Sejarah Raja-Raja Berau yang ditulis oleh H. Aji Rahmatsyah (2010) mengupas tulisan DR. J. Eisenberger tahun 1932 pada halaman 63 mengatakan karena terjadinya kericuhan dan insiden pada waktu menetapkan giliran siapa yang harus menjadi raja dari kedua keturunan  Aji Pangeran Tua dan Aji Pangean Dipati, kedudukan pusat pemerintahan yang berkedudukan di Muara Bangun hampir tiada berpungsi lagi. Dalam situasi yang tidak menentu itu daerah Bulungan dan Tidung berkesempatan melepaskan diri dari kesatuan wilayah Berau dan membentuk kesultanan sendiri pada tahun 1800. Pemerintahan kerajaan Berau terpaksa harus pasrah mengenai kasus Bulungan dan Tidung, karena segala tenaga dan pikiran mereka dipusatkan untuk mengatasi kekacauan perebutan kekuasaan antara kedua keturunan tersebut, yang berakhir dengan pecahnya keutuhan Kerajaan Berau menjadi dua kerajaan yaitu kerajaan Sambaliung dan kerajaan Gunung Tabur.


Belanda Resmi Masuk Berau

Sejak berdirinya kerajaan Berau pada abad ke XIV tidak pernah mengakui kadaulatan colonial Belanda atau Inggris atas wilayahnya sampai tahun 1833. Walaupun pada tahun 1671 V.O.C (Vereenigde Oest Indische Compagnie) pernah mengirim pedagang senior Belanda bernama Paulus De Cock dengan kapal Chialloup de Noorman ke Kutai dan Berau untuk berusaha mengadakan hubungan persahabatan dan dagang, tetapi tidak berhasil. Baru pada tanggal 27 September 1834 Soltan Gunung Tabur Aji Kuning Gazi Mahyuddin dipaksa menanda tangani perjanjian mengakuinya keberadaan Belanda. Sejak itu kedua kerajaan harus tunduk dan mengakui Belanda. Secara resmi menjadi daerah taklukan pemerintahan Hindia Belanda setelah Raja Alam melakukan perlawanan sengit di Laut Tanjung Mangkaliat, di Laut Batu Putih, Benteng Dumaring, Sungai Kuran, dan keratonnya di Sungai Gayam. Pasukan Raja Alam kalah, keraton di Sungai Gayam dibakar, Raja Alam ditangkap dibuang ke Makassar.


Jepang Masuk Berau

Jepang Resmi masuk ke Berau pada tahun 1942. Masuk pertama melalui pelabuhan Batu Bara Stankolen Mascapay Parapatan ( SMP) di Teluk Bayur. Kemudian baru menyebar ke Tanjung Redeb, Gunung Tabur, Sambaliung, dan terus menyebar ke wilayah pantai dan pedalaman.
Pada bulan Januari tahun 1945 sekutu datang menyerang wilayah yang dikuasai Jepang. Tujuannya melumpuhkan kekuatan Jepang termasuk di wilayah Berau di Teluk Bayur, Tanjung Redeb, Kerataon Gunung Tabur dan Keraton Sambaliung. Pada bulan Januari 1945 sekutu mengebom wilayah Berau, Kota Teluk Bayur, Tanjung Redeb, Keraton Gunung Tabur, dan Keraton Sambaliung di bom sekutu untuk menghancurkan kekuatan pertahanan tentara Jepang. Keraton Gunung Tabur kena bom tebakar dan hancur.    

SELESAI

9 komentar:

  1. Aji Rachmatsyah itu membuat buku Sejarah Raja-Raja Berau menjiplak makalah yang dikarang oleh H. M.Noor.tetapi dia banyak membuat sejarah sendiri dan hanya sebagian saja buku makalah pak Noor yang dia tulis. Karena dari buku pa Noor yang dia pinjam itulah bukunya Aji Rachmatsyah terbit. Buku itupun banyak yang ngawur isinya.

    BalasHapus
  2. Buku jiplakan H.Aji Rachmatsyah adalah makalah yang ditulis oleh alm.H.Muhammad Noor, ARS dengan judul CALON PAHLAWAN NASIONAL DARI KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR, SEJARAH PERJUANGAN RAJA ALAM (SULTAN ALIMUDDIN ) kemudian makalah tsb dipinjam dan dicopy oleh H.Aji Rachmatsyah lalu dibuat buku Sejarah Raja-Raja Berau. Tapi isi dari buku yg ditulis oleh H.Aji Rachmatsyah itu banyak yang omong kosong dan ngawur sebab karya tulis alm.H. MOHAMMAD NOOR, ARS tsb dibolak balik isinya oleh H.Aji Rachmatsyah. Hal itupun diakui oleh cucu Sultan Muhammad Aminuddin yaitu bapak Datu Kasmuni yang tau persis kecurangan isi buku tsb. Bahkan beliau mengatakan buku buatan H.Aji Rachmatsyah itu adalah Pembohongan Publik.

    BalasHapus
  3. Buku jiplakan H.Aji Rachmatsyah adalah makalah yang ditulis oleh alm.H.Muhammad Noor, ARS dengan judul CALON PAHLAWAN NASIONAL DARI KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR, SEJARAH PERJUANGAN RAJA ALAM (SULTAN ALIMUDDIN ) kemudian makalah tsb dipinjam dan dicopy oleh H.Aji Rachmatsyah lalu dibuat buku Sejarah Raja-Raja Berau. Tapi isi dari buku yg ditulis oleh H.Aji Rachmatsyah itu banyak yang omong kosong dan ngawur sebab karya tulis alm.H. MOHAMMAD NOOR, ARS tsb dibolak balik isinya oleh H.Aji Rachmatsyah. Hal itupun diakui oleh cucu Sultan Muhammad Aminuddin yaitu bapak Datu Kasmuni yang tau persis kecurangan isi buku tsb. Bahkan beliau mengatakan buku buatan H.Aji Rachmatsyah itu adalah Pembohongan Publik.

    BalasHapus
  4. Aji Rachmatsyah itu membuat buku Sejarah Raja-Raja Berau menjiplak makalah yang dikarang oleh H. M.Noor.tetapi dia banyak membuat sejarah sendiri dan hanya sebagian saja buku makalah pak Noor yang dia tulis. Karena dari buku pa Noor yang dia pinjam itulah bukunya Aji Rachmatsyah terbit. Buku itupun banyak yang ngawur isinya.

    BalasHapus
  5. Tks....Salam kenal. Sy belum menelaah sejauh itu saudaraku.
    Mari kita menulis tentang Berau lebih banyak...spy Berau lebih dikenal.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  6. boleh saya tau sumber-sumber yang anda tulis ini berasal dari sumber mana?

    BalasHapus
  7. cerita tersebut tidak bisa dijadikan sumber referensi untuk dimasukan kedalam karya ilmiah karena sumbernya tidak dapat dipertanggung jawabkan jelaskan secara detail dan terperinci.

    BalasHapus
  8. Coba lihat silsilah yang tertulis pada Keraton sambaliung. Tidak mungkin kami memuat silsilah dan tahun yang salah. Karena kebanyakan orang yang ada diluar dari kerabat Keraton Sambaliung menulis sejarah Berau tanpa mengambil dari narasumber yang valid, pihak dari para sesepuh Keraton Sambaliung yang notabene anak-anak Sultan Sambaliung masih ada 10 orang. Bahkan kesalahan yang paling fatal silsilah yang ada di Museum Mulawarman tidak mencantumkan nama Aji Dilayas sebagai Raja Berau ke-9 malah menulisnya Pangeran Diulu yang tidak ada dalam sejarah. Apa pihak yang berkompeten dalam hal ini orang-orang yg mengurusi budaya di Berau tidak pernah melihat langsung kesalahkan tsb di Museum Mulawarman???? Dari silsilah yg ada di Museum Mulawarman aja sudah salah apalagi menulis sejarah Beraunya. Ayolah kita belajar sejarah dengan baik dan benar.

    BalasHapus