Kamis, 19 Maret 2015

GUA PRASEJARAH DIPEGUNUNGAN KARST MERABU, BERAU, KALTIM



                      GUA PRASEJARAH GAMBAR CADAS DIPEGUNUNGAN MERABU
                                     KABUPATEN BERAU KALTIM INDONESIA

Kabupaten Berau sangat kaya dengan destinasi wisatanya. Didaerah laut dikenal dengan destinasi wisata Bahari yang didukung oleh 33 pulau yang indah dan menawan. Laut  yang luas tidak kurang dari satu juta tiga ratus hektar lebih dilintasi ratusan jenis ikan kecil sampai ikan yang sangat besar. ikan-ikan besar itu antara lain ikan lumba-lumba, beberapa jenis ikan paus raksasa, manta, dan penyu hijau. Dasar lautnya dihiasi berbagai jenis terumbu karang yang elok dan menawan, jutaan ubur-ubur  endemic di danau pulau kakaban,  memiliki pantai pasir putih, hutan mangrove yang subur, didukung dengan masyarakat Bajau yang ramah dengan kebudayaannya yang masih kental dan lestari. Begitu pula dengan pedalamannya, sungainya masih asri, di sepanjang aliran sungai tampak elok, rupawan. Air yang deras menghantam tebing dan batu hitam menyanyikan lagu Mengenai suku Punan dan nyanyian Jiek Dayak Ga’ai, hulu-hulu sungai memiliki keindahan tetapi juga menantang dengan jeram-jeram yang dihiasi batu sekeras baja, batu itu menyembul kepermukaan. Semua dengan keunikannya, semua dengan ceriteranya masing-masing.
Sepanjang aliran sungai Kelay memiliki ratusan anak sungai. Anak sungai Kelay yang besar antara lain sungai Inaran, sungai Lesan dan sungai Long Gie. Didalam sungai Lesan juga banyak anak sungai didalamnya. Anak sungai Lesan yang paling indah dan eksotik adalah sungai Nyadeng di Kampung Merabu. Sungai Nyadeng tidak panjang, panjangnya kurang lebih empat ratus meter saja.
Berbicara kebudayaan disepanjang sungai Kelay, tentu tak tertandingkan. Ada  budaya suku Dayak Ga’ai di Kampung Tumbit Dayak, di Kampung Long Lanuk, dan Kampung Lesan Dayak. Budaya suku Dayak Lebbo ada di Kampung Inaran, Kampung Merapun, Kampung Merabu, Kampung Mapulu dan Kampung Panaan. Budaya suku Dayak Punan di Kampung Long Gie atau Long Beliu, di  Kampung Long Boy dan terus masuk kehulu sungai Kelay. Kebudayaan  suku Dayak Kenyah di Kampung Bena Baru, di Kampung Nyapa Indah, Kampung Merasa, dan Kampung Long Gie. Semuanya  masih kental dan bersatu dengan alam, dalam kehidupan sehari-hari suku Dayak masih mempertahankan cara berkebun tradisional, menanam padi gunung, berburu, memanjat madu, berperahu, dan melaksanakan upacara adat.
Peninggalan sejarah dan purbakala, kuburan dalam liang yang dikenal dengan Lungun masih tersimpan di gua-gua yang ada di pegunungan Kars Merabu, Pegunungan Kars Merasa, Pegunungan kars Nyapa, dan pegunungan kars Suaran.
Kali ini mari kita lebih mengenali kawasan Karts Kampung Merabu yang sangat bagus dan luar biasa. Mau ke Merabu mengunjungi  budaya Masyarakat Kampung Merabu, ke Sungai Green Nyadeng, kepuncak gunung Ketepu melihat matahari terbit dan matahari terbenam, dan ke Gua Pra Sejarah yang sudah berusia lebih sepuluh ribu tahun. Dating dari luar Kabupaten Berau bisa naik pesawat dari :
1)      Jakarta-Balikpapan-Berau;
2) Bali-Balikpapan-Berau;
3) Jogjakarta-Balikpapan-Berau;
4) Semarang-Balikpapan-Berau;
5) Solo-Balikpapan-Berau;
6) Surabaya-Balikpapan-Berau;
7) Makasar-Balikpapan-Berau.
2)      Sekarang Kalstar Avisition ada yang langsung dari
Jakarta – Berau, dan
Surabaya - Berau
Sampai di Berau turun di bandara Kalimarau, dari sana menuju  Ibu kota Kabupaten Berau kota Tanjung Redeb hanya Sembilan kilometer saja. Di Kota Tanjung Redeb tersedia penginapan yang sangat murah sampai hotel yang harganya satu jutaan permalam, tersedia kuliner, restoran, rumah makan, toko, pasar, tempat bersantai waktu malam, travel, dan mobil untuk mengantar pelancong sampai ketujuan.
Dari kota Tanjung Redeb menuju Kampung Merabu naik mobil selama 3-4 jam melalui jalur jalan yang sangat menantang dan ekstrim. Dari Kota Tanjung Redeb menuju Merabu ditempuh dengan jalan darat 135 km. Jarak dari kota Tanjung Redeb sampai persimpangan menuju kampung Muara Lesan 80 km, dari persimpangan tersebut sampai kampung Muara Lesan (sungai kelay) 20 km, dari kampung Muara Lesan sampai Kampung Merabu 35 km. Disarankan bagi pengunjung untuk menggunakan mobil doble gardan, sebab jalan waktu hujan sangat licin. Sewa mobil untuk dua hari Rp 3.000.000, diantar saja Rp 1.500.000 - Rp. 2.000.000 atau dijemput saja juga Rp. 2.000.000, tergantung negosiasi dengan pemilik mobil/rental. Menyebrang sungai Kelay menggunakan kapal dengan biaya Rp. 100.000 sekali menyeberang.
A. SUNGAI GREEN NYADENG DAN PUNCAK KETEPU
Sungai Nyadeng kami beri nama dengan SUNGAI GREEN NYADENG atau lebih keren kami namai Nyadeng Green River. Sungai itu warnanya hijau/green, menawan, unik, aneh, segar, dan airnya dingin. Untuk mandi dan berendam sangat nyaman dan segar, air sungai green Nyadeng membuat awet muda. Kata tokoh Adat Kampung Merabu “ Bapak Ibu yang mencucui muka di sungai bikin waet muda, apalagi mandi dan berendam didalamnya lebih bagus lagi”. Yah, kalau mandi pasti basah semua, maka bermanfaat buat seluruh tubuh, seger, sehaaattt. Wah wah wah….kalau begitu ayo segera kesana, mandi, berendam, dan menyelam sekalian supaya tubuh  awet muda…begitukan….he…he…he…
Ujung sungai masuk kedalam batu menukik  kebawah menusuk kedalam bumi, dalamnya hamper lima puluh meter. Air Sungai Green Nyadeng keluar dari dalam batu gunung kars, itulah penyebabnya membuat warna air menjadi hijau. Panjang sungai nyadeng tidak kurang dari empat ratus meter, lalu masuk dan menyatu ke sungai Lesan.  Sungai Nyadeng adalah anak sungai Lesan, sungai Lesan adalah anak sungai Kelai, sungai Kelai adalah cabang sungai Berau seterusnya masuk kelaut.
Untuk menuju Nyadeng Green River membutuhkan waktu tiga puluh sampai empat puluh lima menit. Lebih lama apabila air surut atau kering, perahu harus dibantu didorong. Sehabis hujan air sungai dalam, perahu melaju lebih lancar dan lebih cepat. Dari Kampung Merabu naik perahu Ketinting muat empat sampai lima orang, lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki. Biaya sebuah perahu serratus ribu rupiah. Motoris langsung menjadi pemandu menuju sungai Nyadeng.  Berjalan kaki melintasi bukit-bukit kecil dengan hiasan hutan yang masih utuh dan perawan, hati-hati sepanjang jalan banyak batu yang menonjol dan tajam. Ketika angin sepoi mendorong daun-daun pohon besar dan tinggi, daun kering terlepas dan jatuh berhamburan bersama bunga berwarna merah dan putih, dan buah pohon kapur yang gugur berputar seperti kincir angin melayang jatuh satu persatu kedasar bumi. Buah kayu Ulin yang besar dan berat jatuh dari ketinggian melintasi daun ranting sampai ditanah, karena beratnya buah ulin itu menancap ketanah lebih separo masuk dan terkubur. Pohon-pohon besar menghiasi sepanjang jalan, sesekali terdengar patahan ranting dari kejauhan. Kepakan sayap burung banyak terdengar, lari meninggalkan tempatnya karena merasa terusik oleh berisik dan suara gaduh manusia berjalan mendekati tempat mereka yang asyik memadu kasih. Teriakan uat-uat dipucuk pohon terdengar bersahutan, sesekali juga terdengar teriakan orang utan dan macan dahan dari kejauhan. Mungkin naluri mereka mengetahui ada rombongan yang datang memasuki wilayah mereka yang masih lestari. Macan dahan dinamai orang Berau Rimaung Daan, sedangkan Beruk orang Berau menyebutnya Bangkui. Oleh karena itu bela diri asli Berau dikenal dengan nama Kuntau Bangkui.
Dari Nyadeng Green River bisa dilanjutkan perjalanan menuju Puncak Ketepu. Kalau tidak kesana, maka langsung kembali kekampung Merabu. Menuju Puncak gunung Ketepu yang indah itu membutuhkan waktu tidak kurang tiga jam berjalan kaki, sepanjang jalan menanjak terus menerus. Tetapi tidak perlu khawatir, menuju puncak Ketepu walaupun terus naik menuju puncak, masih ada tempat-tempat untuk santai dan istirahat. Artinya tiga jam perjalanan dilakukan dengan santai tapi pasti dan yakinlah pasti bisa dan sampai kepuncak Ketepu. Selelah apapun, begitu sampai di Puncak Ketepu, pasti puas dan rasa lelah yang luar biasa itu hilang seketika. Dari sana pemandangan sangat indah, pucuk-pucuk pohon ada jauh dibawah sana. Diapucuk-pucuk pohon dihiasi dengan awan putih yang ber karang-karang atau bertumpuk-tumpuk disana sini berhamburan. Sebagian lagi berkumpul memanjang dan melebar. Dari puncak Ketepu boleh melihat matahari terbit dan melihat matahari terbenam.
Nyanyian unggas begitu riang ditingkahi suara kereriang hutan warna hijau. Kereriang bersuara sangat nyaring dan tajam, padahal binatangnya hanya sebesar ujung telunjuk jari saja. Begitu ia terbang kecepatan sangat luar biasa, hanya dalam waktu detik saja sudah menghilang disela-sela pohon-pohon. Dilain tempat terdengar suara teriakan burung enggang juga sangat unik. Burung enggang bersuara biasanya saat menjelang terbang saja. Sebelum terbang ia mulai bersuara putus-putus, kuk….kuk…kuk….kuk….kuk. suara itu semakin cepat, begitu suaranya keras, pecah dan sangat cepat pertanda ia mulai terbang meninggalkan tempatnya semula. Wah…wah…wah…. 
Menuju Puncak Ketupu bisa pulang pergi, yang penting berangkatnya pagi-pagi sekali, sore sudah bisa pulang. Tetapi apabila ingin menikmati matahari terbit dan matahari terbenam harus bermalam di Puncak Ketepu. Disana bisa menggerai kemah untuk tempat beristirahat. Sebenarnya kalau tidak hujan di Puncak Ketepu tidak perlu pakai kemah, terbuka saja lebih nyaman, sembari menikmati birunya langit yang dihiasi awan dan bintang gemintang, tetapi untuk menjaga kemungkinan datangnya hujan sebaiknya pasang kemah.
Kalau bermalam di Puncak Ketepu sebaiknya persiapan harus lebih lengkap dan matang, yang dijaga tentu apabila datang hujan secara tiba-tiba. Kemah atau tenda sangat penting, yang berikut makanan harus disiapkan lengkap dengan alat memasaknya. Pakaian juga harus bawa untuk ganti, dalam perjalanan menuju Puncak Ketepu pakaian basah kuyup oleh keringat. Untuk menghindari sakit, pakaian yang sudah basah oleh keringat dan kotor tersebut harus diganti, tambahan bawa jaket yang tebal. Jaket dibutuhkan apabila datang hujan dan angin kencang. Waktu hujan kencang sedikit sulit turun menyeusuri jalan yang licin, apalagi pulang waktu malam dibutuhkan alat penerangan yang memadai.
B. GUA PRASEJARAH
Untuk bermalam di Kampung Merabu, ada beberapa rumah panggung milik masyarakat yang sudah siap. Seperti rumah pa Asrani, misalnya sudah siap menerima kedatangan pengunjung. Sekedar untuk diketahui rumah panggungnya sederhana, tetapi layak untuk tempat tidur dan bersih. Makan, mereka juga siap untuk menyuguhkan makanan sederhana, harap dimaklum namanya juga dipedalaman yang jauh sekali dari kota, tentu serba terbatas. Apabila tersedia anggaran lebih, sebaik membawa makanan seperti makanan ringan, mie instan, dan ikan kaleng. Bagi yang muslim, sebaiknya memberi tahu kepada tuan rumah agar menggunakan tukang masak yang muslim. Mereka sudah paham, dijamin tidak ada masalah. Biaya menginap dan masak silahkan anda bernegosiasi dengan harga yang pantas, tidak merugikan pemilik rumah. Bagi rombongan tentu diatur oleh ketua rombongan dengan sebaik mungkin.
Untuk menuju gua prasejarah harus menggunakan sedikitnya dua orang pemandu, biaya satu orang pemandu Rp. 100.000 per hari. Menuju gua prasejarah dengan berjalan kaki dari kampung Merabu selama 1,5 jam sampai 2 jam, tergantung kecepatan berjalan. Perjalanan melintasi semak belukar, hutan lebat dan menyeberangi dua anak sungi kecil. Banyak yang dapat disaksikan selama dalam perjalanan, keindahan alam, berbagai jenis pohon besar dan kecil, berbagai jenis jamur, berbagai jenis binatang, berbagai jenis tumbuhan obat, keindahan gunung kars, baru sampai ditempat tujuan. Bagi yang ingin melihat langsung pohon ulin yang masih hidup, pohon gaharu, dan rumpun rotan bisa langsung meminta kepada pemandu. Pohon-pohon besar disepanjang jalan masih terlihat dengan gagahnya, pohon meranti merah, pohon meranti putih, pohon kapur, pohon keruing, pohon bangris yang tumbuh ditanah datar dan yang tumbuh di bebatuan karts (batu kapur) masih banyak. Hutan sekitar kampung Merabu sampai wilayah gua prasejarah seluas lebih 840 hektar adalah hutan desa yang sudah mendapat legalitas dari Kementerian Kehutanan pada tahun 2013. Oleh karena itu yang menjaga, merawat, dan menatakelokan hutan tersebut sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat Merabu.
Gua atau Liang yang terdekat yang dapat dikunjungi antara lain Gua Beloyot, Liang Abu, dan Liang Ara. Gua Beloyot dan Liang Abu sebagai gua pra sejarah, sedangkan Liang Ara adalah gua sungai yang dilangit-langitnya menjadi tempat tinggal kelelawar :
1) Gua Beloyot. Untuk mencapai gua harus berjalan kaki selama satu sampai dua jam. Sesampainya disekitar gua Beloyot pengunjung langsung disuguhi keindahan alam yang menakjubkan. Jalan setapak melintasi dibawah tebing gunung yang sangat indah dibawah gunung itu pengunjung bisa beristirahat, memutar sedikit sampai tanjakan menuju gua Beloyot. Tanjakan ini seperti memanjat tebing tetapi banyak pohon dan akar tempat berpegangan. Sebaiknya pemandu menyiapkan tali. Agar lebih bernuansa local tidak perlu menggunakan tali pemanjat tebing, tetapi menggunakan rotan. Raton tersebut bagus sekali dan kuat, dipegang terasa melengket ditelapak tangan. Saat memanjat menuju gua Beloyot, pemandu sangat dibutuhkan, memanjat didepan sebagai pemandu jalan dan menjaga dibelakang. Pastinya menjaga dan menjamin keselamatan pengunjung saat memanjat ditebing gunung. Begitu sampai di muara gua dan masuk…wah rasa lelah yang begitu  menguras tenaga langsung hilang dan segar. Nuansa langsung berbeda, hidung membaui aroma bau kotoran kelelawar. Dan langsung menyaksikan gambar-gambar telapak tangan, dan gambar beberapa jenis binatang. Gambar-gambar itu kita sebut saja Gambar Cadas Prasejarah. Gambar cadas itu ada yang rendah, ada sedang dan ada yang tinggi dilangit-langit gua. Keunikan gambar telapak tangan yang ada dilangit-langit gua itu sangat unik dan mengherankan, ada yang terbalik dan terputar, padahal sela-sela lubang untuk meletakkan telapak tangan sempit dan Nampak sulit. Telapak tangan itu seperti milik anak kecil, tapi bagaimana dia melekatkan tangannya dilangit-langit gua yang tiginya tidak kuran tiga meter dan seolah terputar itu. Menurut ahli gambar cadas Pindi Setiawan dari Institut Teknologi Bandung, gambar cadas tersebut adalah sangat dihormati, karena gambar itu dibuat setelah dilakukan ritual, artinya yang membuat gambar telapak tangan dan gambar beberapa binatang itu seorang yang sangat dihormati, dituakan, tokoh adat, kalau mereka waktu itu sudah mengenal ritual Belian, pastilah dia seorang Belian. Jadi gua yang ada gambarnya tersebut adalah gua tempat ritual ribuan tahun yang lalu, sedangkan gua tempat tinggal terpisah dari tempat gua ritual. Gua tempat tinggal pasti tidak jauh dengan mata air atau sungai air tawar. Karena air itu untuk segalanya buat manusia prasejarah sampai dengan sekarang. Oleh karena itu penting menjadi mata air, sungai air tawar, dan wilayah serapan air untuk menjaga kelangsungan hidup manusia.
2)  Liang Ara berada dibawah gunung kapur. Gunung kapur tersebut tinggi ditumbuhi pohon-pohon besar. akar-akar pohon itu menghunjam kedalam batu kapur melewati lubang-lubang dan celah-celah batu yang sangat keras dan kuat. Nampaknya pohon=pohon besar yang tumbuh digunung batu karts itu sangat subur, berarti makanan yang diserap akan pohon tersedia dan melimpah. Liang ara yang bisa dimasuku sekitar dua puluh meter saja, lalu lubang gua mengecil, apabial air sungainya sedikit lubang itu dapat dimasuki, apabila air sungainya dalam lubang tersebut tidak bisa dimasuki karena dipenuhi air yang mengalir deras dari dalam Liang Ara. Liang ara memiliki keunikan dimuaranya, bisa langsung masuk melalui sungainya, tetapi ada pula jembatan batu alam diatasnya, dari sana dapat melihat Liang Ara yang gelap gulita. Begitu pengunjung mendekat kemuara, mulailah terdengar suara kelelawar yang merasa terusik oleh kedatangan manusia. Pokoknya langsung masuk aja kedalam gua, untuk menikmati suasana eksotis dangan air sungai yang dalamnya sampai dipaha, dinginnya meresap sampai daging dan sumsum…..heeee…aaaaccchh…waaawww. luar biasa……
Selain spot-spot diatas, masih banyak tempat lain yang indah dan pantas untuk dikunjungi, Datau Tebo’ yang legendaries contohnya, tetapi butuh waktu lebih lama mencapai dan menikmatinya serta butuh tambahan biaya pastinya. Bagi peneliti pada umumnya mereka datang dan langsung menuju Liang Beloyot dan Liang Abu, karena disana memang tempat kunjungan para peneliti dari berbagai negara belahan dunia.

Tanjung Redeb, 17 Januari 2015

7 komentar:

  1. Artikel nya bagus Pak, tapi gak ada fotonya ya? Biar lebih menarik. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tks pa, smg artikel dan foto2 di blog sy bermanfaat utk semua. Buka Merabu lainnya pa, ada beberapa foto sy masukkan

      Hapus
  2. Balasan
    1. Tks pa Kepala Kampung Merabu. Semoga apa yang kita lakukan selalu bermanfaat buat oranmg lain. Amin

      Hapus
  3. Dear Pak Saprudin,
    Blog bapak sangat informatif bagi saya yang sudah lama domisili di Berau. Semoga aktifitas blogging-nya tetap berlanjut...Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tks pa Suyanto. bp di berau dimana. Jl. kerumah sy pa. Semoga bermanfaat buat semua orang.

      Hapus