GUA PRASEJARAH GAMBAR CADAS DIPEGUNUNGAN MERABU
KABUPATEN BERAU KALTIM INDONESIA
Kabupaten Berau sangat kaya dengan
destinasi wisatanya. Didaerah laut dikenal dengan destinasi wisata Bahari yang
didukung oleh 33 pulau yang indah dan menawan. Laut yang luas tidak kurang dari satu juta tiga
ratus hektar lebih dilintasi ratusan jenis ikan kecil sampai ikan yang sangat
besar. ikan-ikan besar itu antara lain ikan lumba-lumba, beberapa jenis ikan
paus raksasa, manta, dan penyu hijau. Dasar lautnya dihiasi berbagai jenis
terumbu karang yang elok dan menawan, jutaan ubur-ubur endemic di danau pulau kakaban, memiliki pantai pasir putih, hutan mangrove
yang subur, didukung dengan masyarakat Bajau yang ramah dengan kebudayaannya
yang masih kental dan lestari. Begitu pula dengan pedalamannya, sungainya masih
asri, di sepanjang aliran sungai tampak elok, rupawan. Air yang deras
menghantam tebing dan batu hitam menyanyikan lagu Mengenai suku Punan dan
nyanyian Jiek Dayak Ga’ai, hulu-hulu sungai memiliki keindahan tetapi juga
menantang dengan jeram-jeram yang dihiasi batu sekeras baja, batu itu menyembul
kepermukaan. Semua dengan keunikannya, semua dengan ceriteranya masing-masing.
Sepanjang aliran sungai Kelay
memiliki ratusan anak sungai. Anak sungai Kelay yang besar antara lain sungai
Inaran, sungai Lesan dan sungai Long Gie. Didalam sungai Lesan juga banyak anak
sungai didalamnya. Anak sungai Lesan yang paling indah dan eksotik adalah
sungai Nyadeng di Kampung Merabu. Sungai Nyadeng tidak panjang, panjangnya
kurang lebih empat ratus meter saja.
Berbicara kebudayaan disepanjang
sungai Kelay, tentu tak tertandingkan. Ada budaya suku Dayak Ga’ai di Kampung Tumbit
Dayak, di Kampung Long Lanuk, dan Kampung Lesan Dayak. Budaya suku Dayak Lebbo
ada di Kampung Inaran, Kampung Merapun, Kampung Merabu, Kampung Mapulu dan Kampung
Panaan. Budaya suku Dayak Punan di Kampung Long Gie atau Long Beliu, di Kampung Long Boy dan terus masuk kehulu sungai
Kelay. Kebudayaan suku Dayak Kenyah di
Kampung Bena Baru, di Kampung Nyapa Indah, Kampung Merasa, dan Kampung Long Gie.
Semuanya masih kental dan bersatu dengan
alam, dalam kehidupan sehari-hari suku Dayak masih mempertahankan cara berkebun
tradisional, menanam padi gunung, berburu, memanjat madu, berperahu, dan melaksanakan
upacara adat.
Peninggalan sejarah dan purbakala,
kuburan dalam liang yang dikenal dengan Lungun masih tersimpan di gua-gua yang
ada di pegunungan Kars Merabu, Pegunungan Kars Merasa, Pegunungan kars Nyapa,
dan pegunungan kars Suaran.
Kali ini mari kita lebih mengenali
kawasan Karts Kampung Merabu yang sangat bagus dan luar biasa. Mau ke Merabu
mengunjungi budaya Masyarakat Kampung
Merabu, ke Sungai Green Nyadeng, kepuncak gunung Ketepu melihat matahari terbit
dan matahari terbenam, dan ke Gua Pra Sejarah yang sudah berusia lebih sepuluh
ribu tahun. Dating dari luar Kabupaten Berau bisa naik pesawat dari :
1)
Jakarta-Balikpapan-Berau;
2) Bali-Balikpapan-Berau;
3) Jogjakarta-Balikpapan-Berau;
4) Semarang-Balikpapan-Berau;
5) Solo-Balikpapan-Berau;
6) Surabaya-Balikpapan-Berau;
7) Makasar-Balikpapan-Berau.
2) Bali-Balikpapan-Berau;
3) Jogjakarta-Balikpapan-Berau;
4) Semarang-Balikpapan-Berau;
5) Solo-Balikpapan-Berau;
6) Surabaya-Balikpapan-Berau;
7) Makasar-Balikpapan-Berau.
2)
Sekarang Kalstar Avisition ada yang langsung dari
Jakarta – Berau, dan
Surabaya - Berau
Sampai di Berau turun di bandara
Kalimarau, dari sana menuju Ibu kota
Kabupaten Berau kota Tanjung Redeb hanya Sembilan kilometer saja. Di Kota
Tanjung Redeb tersedia penginapan yang sangat murah sampai hotel yang harganya
satu jutaan permalam, tersedia kuliner, restoran, rumah makan, toko, pasar, tempat
bersantai waktu malam, travel, dan mobil untuk mengantar pelancong sampai
ketujuan.
Dari kota Tanjung Redeb menuju
Kampung Merabu naik mobil selama 3-4 jam melalui jalur jalan yang sangat
menantang dan ekstrim. Dari Kota Tanjung Redeb menuju Merabu ditempuh dengan
jalan darat 135 km. Jarak dari kota Tanjung Redeb sampai persimpangan menuju
kampung Muara Lesan 80 km, dari persimpangan tersebut sampai kampung Muara
Lesan (sungai kelay) 20 km, dari kampung Muara Lesan sampai Kampung Merabu 35
km. Disarankan bagi pengunjung untuk menggunakan mobil doble gardan, sebab jalan
waktu hujan sangat licin. Sewa mobil untuk dua hari Rp 3.000.000, diantar saja
Rp 1.500.000 - Rp. 2.000.000 atau dijemput saja juga Rp. 2.000.000, tergantung
negosiasi dengan pemilik mobil/rental. Menyebrang sungai Kelay menggunakan
kapal dengan biaya Rp. 100.000 sekali menyeberang.
A. SUNGAI GREEN NYADENG DAN PUNCAK
KETEPU
Sungai Nyadeng kami beri nama
dengan SUNGAI GREEN NYADENG atau lebih keren kami namai Nyadeng Green River.
Sungai itu warnanya hijau/green, menawan, unik, aneh, segar, dan airnya dingin.
Untuk mandi dan berendam sangat nyaman dan segar, air sungai green Nyadeng
membuat awet muda. Kata tokoh Adat Kampung Merabu “ Bapak Ibu yang mencucui
muka di sungai bikin waet muda, apalagi mandi dan berendam didalamnya lebih
bagus lagi”. Yah, kalau mandi pasti basah semua, maka bermanfaat buat seluruh tubuh,
seger, sehaaattt. Wah wah wah….kalau begitu ayo segera kesana, mandi, berendam,
dan menyelam sekalian supaya tubuh awet
muda…begitukan….he…he…he…
Ujung sungai masuk kedalam batu menukik kebawah menusuk kedalam bumi, dalamnya hamper
lima puluh meter. Air Sungai Green Nyadeng keluar dari dalam batu gunung kars,
itulah penyebabnya membuat warna air menjadi hijau. Panjang sungai nyadeng
tidak kurang dari empat ratus meter, lalu masuk dan menyatu ke sungai Lesan. Sungai Nyadeng adalah anak sungai Lesan,
sungai Lesan adalah anak sungai Kelai, sungai Kelai adalah cabang sungai Berau
seterusnya masuk kelaut.
Untuk menuju Nyadeng Green River
membutuhkan waktu tiga puluh sampai empat puluh lima menit. Lebih lama apabila
air surut atau kering, perahu harus dibantu didorong. Sehabis hujan air sungai
dalam, perahu melaju lebih lancar dan lebih cepat. Dari Kampung Merabu naik
perahu Ketinting muat empat sampai lima orang, lalu dilanjutkan dengan berjalan
kaki. Biaya sebuah perahu serratus ribu rupiah. Motoris langsung menjadi
pemandu menuju sungai Nyadeng. Berjalan
kaki melintasi bukit-bukit kecil dengan hiasan hutan yang masih utuh dan
perawan, hati-hati sepanjang jalan banyak batu yang menonjol dan tajam. Ketika
angin sepoi mendorong daun-daun pohon besar dan tinggi, daun kering terlepas
dan jatuh berhamburan bersama bunga berwarna merah dan putih, dan buah pohon
kapur yang gugur berputar seperti kincir angin melayang jatuh satu persatu
kedasar bumi. Buah kayu Ulin yang besar dan berat jatuh dari ketinggian melintasi
daun ranting sampai ditanah, karena beratnya buah ulin itu menancap ketanah
lebih separo masuk dan terkubur. Pohon-pohon besar menghiasi sepanjang jalan,
sesekali terdengar patahan ranting dari kejauhan. Kepakan sayap burung banyak
terdengar, lari meninggalkan tempatnya karena merasa terusik oleh berisik dan suara
gaduh manusia berjalan mendekati tempat mereka yang asyik memadu kasih.
Teriakan uat-uat dipucuk pohon terdengar bersahutan, sesekali juga terdengar
teriakan orang utan dan macan dahan dari kejauhan. Mungkin naluri mereka
mengetahui ada rombongan yang datang memasuki wilayah mereka yang masih
lestari. Macan dahan dinamai orang Berau Rimaung
Daan, sedangkan Beruk orang Berau menyebutnya Bangkui. Oleh karena itu bela diri asli Berau dikenal dengan nama Kuntau Bangkui.
Dari Nyadeng Green River bisa
dilanjutkan perjalanan menuju Puncak Ketepu. Kalau tidak kesana, maka langsung
kembali kekampung Merabu. Menuju Puncak gunung Ketepu yang indah itu
membutuhkan waktu tidak kurang tiga jam berjalan kaki, sepanjang jalan menanjak
terus menerus. Tetapi tidak perlu khawatir, menuju puncak Ketepu walaupun terus
naik menuju puncak, masih ada tempat-tempat untuk santai dan istirahat. Artinya
tiga jam perjalanan dilakukan dengan santai tapi pasti dan yakinlah pasti bisa
dan sampai kepuncak Ketepu. Selelah apapun, begitu sampai di Puncak Ketepu,
pasti puas dan rasa lelah yang luar biasa itu hilang seketika. Dari sana
pemandangan sangat indah, pucuk-pucuk pohon ada jauh dibawah sana.
Diapucuk-pucuk pohon dihiasi dengan awan putih yang ber karang-karang atau
bertumpuk-tumpuk disana sini berhamburan. Sebagian lagi berkumpul memanjang dan
melebar. Dari puncak Ketepu boleh melihat matahari terbit dan melihat matahari
terbenam.
Nyanyian unggas begitu riang
ditingkahi suara kereriang hutan warna hijau. Kereriang bersuara sangat nyaring
dan tajam, padahal binatangnya hanya sebesar ujung telunjuk jari saja. Begitu
ia terbang kecepatan sangat luar biasa, hanya dalam waktu detik saja sudah
menghilang disela-sela pohon-pohon. Dilain tempat terdengar suara teriakan
burung enggang juga sangat unik. Burung enggang bersuara biasanya saat
menjelang terbang saja. Sebelum terbang ia mulai bersuara putus-putus,
kuk….kuk…kuk….kuk….kuk. suara itu semakin cepat, begitu suaranya keras, pecah
dan sangat cepat pertanda ia mulai terbang meninggalkan tempatnya semula.
Wah…wah…wah….
Menuju Puncak Ketupu bisa pulang
pergi, yang penting berangkatnya pagi-pagi sekali, sore sudah bisa pulang.
Tetapi apabila ingin menikmati matahari terbit dan matahari terbenam harus
bermalam di Puncak Ketepu. Disana bisa menggerai kemah untuk tempat
beristirahat. Sebenarnya kalau tidak hujan di Puncak Ketepu tidak perlu pakai
kemah, terbuka saja lebih nyaman, sembari menikmati birunya langit yang dihiasi
awan dan bintang gemintang, tetapi untuk menjaga kemungkinan datangnya hujan
sebaiknya pasang kemah.
Kalau bermalam di Puncak Ketepu sebaiknya
persiapan harus lebih lengkap dan matang, yang dijaga tentu apabila datang
hujan secara tiba-tiba. Kemah atau tenda sangat penting, yang berikut makanan
harus disiapkan lengkap dengan alat memasaknya. Pakaian juga harus bawa untuk
ganti, dalam perjalanan menuju Puncak Ketepu pakaian basah kuyup oleh keringat.
Untuk menghindari sakit, pakaian yang sudah basah oleh keringat dan kotor tersebut
harus diganti, tambahan bawa jaket yang tebal. Jaket dibutuhkan apabila datang
hujan dan angin kencang. Waktu hujan kencang sedikit sulit turun menyeusuri
jalan yang licin, apalagi pulang waktu malam dibutuhkan alat penerangan yang
memadai.
B. GUA PRASEJARAH
Untuk bermalam di Kampung Merabu,
ada beberapa rumah panggung milik masyarakat yang sudah siap. Seperti rumah pa
Asrani, misalnya sudah siap menerima kedatangan pengunjung. Sekedar untuk
diketahui rumah panggungnya sederhana, tetapi layak untuk tempat tidur dan
bersih. Makan, mereka juga siap untuk menyuguhkan makanan sederhana, harap
dimaklum namanya juga dipedalaman yang jauh sekali dari kota, tentu serba
terbatas. Apabila tersedia anggaran lebih, sebaik membawa makanan seperti
makanan ringan, mie instan, dan ikan kaleng. Bagi yang muslim, sebaiknya
memberi tahu kepada tuan rumah agar menggunakan tukang masak yang muslim. Mereka
sudah paham, dijamin tidak ada masalah. Biaya menginap dan masak silahkan anda
bernegosiasi dengan harga yang pantas, tidak merugikan pemilik rumah. Bagi
rombongan tentu diatur oleh ketua rombongan dengan sebaik mungkin.
Untuk menuju gua prasejarah harus
menggunakan sedikitnya dua orang pemandu, biaya satu orang pemandu Rp. 100.000
per hari. Menuju gua prasejarah dengan berjalan kaki dari kampung Merabu selama
1,5 jam sampai 2 jam, tergantung kecepatan berjalan. Perjalanan melintasi semak
belukar, hutan lebat dan menyeberangi dua anak sungi kecil. Banyak yang dapat
disaksikan selama dalam perjalanan, keindahan alam, berbagai jenis pohon besar
dan kecil, berbagai jenis jamur, berbagai jenis binatang, berbagai jenis
tumbuhan obat, keindahan gunung kars, baru sampai ditempat tujuan. Bagi yang
ingin melihat langsung pohon ulin yang masih hidup, pohon gaharu, dan rumpun
rotan bisa langsung meminta kepada pemandu. Pohon-pohon besar disepanjang jalan
masih terlihat dengan gagahnya, pohon meranti merah, pohon meranti putih, pohon
kapur, pohon keruing, pohon bangris yang tumbuh ditanah datar dan yang tumbuh
di bebatuan karts (batu kapur) masih banyak. Hutan sekitar kampung Merabu
sampai wilayah gua prasejarah seluas lebih 840 hektar adalah hutan desa yang
sudah mendapat legalitas dari Kementerian Kehutanan pada tahun 2013. Oleh
karena itu yang menjaga, merawat, dan menatakelokan hutan tersebut sepenuhnya
dilakukan oleh masyarakat Merabu.
Gua atau Liang yang terdekat yang
dapat dikunjungi antara lain Gua Beloyot, Liang Abu, dan Liang Ara. Gua Beloyot
dan Liang Abu sebagai gua pra sejarah, sedangkan Liang Ara adalah gua sungai
yang dilangit-langitnya menjadi tempat tinggal kelelawar :
1) Gua Beloyot. Untuk mencapai
gua harus berjalan kaki selama satu sampai dua jam. Sesampainya disekitar gua
Beloyot pengunjung langsung disuguhi keindahan alam yang menakjubkan. Jalan
setapak melintasi dibawah tebing gunung yang sangat indah dibawah gunung itu
pengunjung bisa beristirahat, memutar sedikit sampai tanjakan menuju gua Beloyot.
Tanjakan ini seperti memanjat tebing tetapi banyak pohon dan akar tempat
berpegangan. Sebaiknya pemandu menyiapkan tali. Agar lebih bernuansa local
tidak perlu menggunakan tali pemanjat tebing, tetapi menggunakan rotan. Raton
tersebut bagus sekali dan kuat, dipegang terasa melengket ditelapak tangan.
Saat memanjat menuju gua Beloyot, pemandu sangat dibutuhkan, memanjat didepan
sebagai pemandu jalan dan menjaga dibelakang. Pastinya menjaga dan menjamin
keselamatan pengunjung saat memanjat ditebing gunung. Begitu sampai di muara
gua dan masuk…wah rasa lelah yang begitu
menguras tenaga langsung hilang dan segar. Nuansa langsung berbeda,
hidung membaui aroma bau kotoran kelelawar. Dan langsung menyaksikan gambar-gambar
telapak tangan, dan gambar beberapa jenis binatang. Gambar-gambar itu kita
sebut saja Gambar Cadas Prasejarah. Gambar
cadas itu ada yang rendah, ada sedang dan ada yang tinggi dilangit-langit gua.
Keunikan gambar telapak tangan yang ada dilangit-langit gua itu sangat unik dan
mengherankan, ada yang terbalik dan terputar, padahal sela-sela lubang untuk
meletakkan telapak tangan sempit dan Nampak sulit. Telapak tangan itu seperti
milik anak kecil, tapi bagaimana dia melekatkan tangannya dilangit-langit gua
yang tiginya tidak kuran tiga meter dan seolah terputar itu. Menurut ahli
gambar cadas Pindi Setiawan dari Institut Teknologi Bandung, gambar cadas
tersebut adalah sangat dihormati, karena gambar itu dibuat setelah dilakukan
ritual, artinya yang membuat gambar telapak tangan dan gambar beberapa binatang
itu seorang yang sangat dihormati, dituakan, tokoh adat, kalau mereka waktu itu
sudah mengenal ritual Belian, pastilah dia seorang Belian. Jadi gua yang ada
gambarnya tersebut adalah gua tempat ritual ribuan tahun yang lalu, sedangkan
gua tempat tinggal terpisah dari tempat gua ritual. Gua tempat tinggal pasti
tidak jauh dengan mata air atau sungai air tawar. Karena air itu untuk
segalanya buat manusia prasejarah sampai dengan sekarang. Oleh karena itu
penting menjadi mata air, sungai air tawar, dan wilayah serapan air untuk
menjaga kelangsungan hidup manusia.
2) Liang Ara berada dibawah gunung kapur. Gunung
kapur tersebut tinggi ditumbuhi pohon-pohon besar. akar-akar pohon itu
menghunjam kedalam batu kapur melewati lubang-lubang dan celah-celah batu yang
sangat keras dan kuat. Nampaknya pohon=pohon besar yang tumbuh digunung batu
karts itu sangat subur, berarti makanan yang diserap akan pohon tersedia dan
melimpah. Liang ara yang bisa dimasuku sekitar dua puluh meter saja, lalu
lubang gua mengecil, apabial air sungainya sedikit lubang itu dapat dimasuki,
apabila air sungainya dalam lubang tersebut tidak bisa dimasuki karena dipenuhi
air yang mengalir deras dari dalam Liang Ara. Liang ara memiliki keunikan
dimuaranya, bisa langsung masuk melalui sungainya, tetapi ada pula jembatan
batu alam diatasnya, dari sana dapat melihat Liang Ara yang gelap gulita.
Begitu pengunjung mendekat kemuara, mulailah terdengar suara kelelawar yang
merasa terusik oleh kedatangan manusia. Pokoknya langsung masuk aja kedalam
gua, untuk menikmati suasana eksotis dangan air sungai yang dalamnya sampai
dipaha, dinginnya meresap sampai daging dan sumsum…..heeee…aaaaccchh…waaawww.
luar biasa……
Selain spot-spot diatas, masih
banyak tempat lain yang indah dan pantas untuk dikunjungi, Datau Tebo’ yang
legendaries contohnya, tetapi butuh waktu lebih lama mencapai dan menikmatinya
serta butuh tambahan biaya pastinya. Bagi peneliti pada umumnya mereka datang
dan langsung menuju Liang Beloyot dan Liang Abu, karena disana memang tempat
kunjungan para peneliti dari berbagai negara belahan dunia.
Artikel nya bagus Pak, tapi gak ada fotonya ya? Biar lebih menarik. :)
BalasHapusTks pa, smg artikel dan foto2 di blog sy bermanfaat utk semua. Buka Merabu lainnya pa, ada beberapa foto sy masukkan
Hapusmantab pak artikelnya...
BalasHapusmantab pak artikelnya...
BalasHapusTks pa Kepala Kampung Merabu. Semoga apa yang kita lakukan selalu bermanfaat buat oranmg lain. Amin
HapusDear Pak Saprudin,
BalasHapusBlog bapak sangat informatif bagi saya yang sudah lama domisili di Berau. Semoga aktifitas blogging-nya tetap berlanjut...Terima kasih
Tks pa Suyanto. bp di berau dimana. Jl. kerumah sy pa. Semoga bermanfaat buat semua orang.
Hapus