SEJARAH SINGKAT KERAJAAN BERAU
Oleh : Saprudin Ithur
Sejarah adalah silsilah, asal
usul ( keturunan ), kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa
yang lampau; riwayat; ceritera yang berdasar pada kejadian-kejadiaan
yang benar-benar terjadi; peristiwa penting yang benar-benar terjadi;
Pengetahuan atau uraian tentang
peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi dalam
masa lampau; ilmu sejarah.
Sedangkan Situs adalah
daerah temuan benda-benda purbakala, daerah bekas atau sisa bangunan, fosil
binatang.
Bukti-bukti atau situs sejarah
seharusnya tetap ada dan dipertahankan, terjaga dan terpelihara sebagaimana
mestinya.Dengan demikian sejarah tidak hanya sekedar ceritera, atau dongeng
belaka.Tapi sejarah dapat dibaca melalui tulisan yang benar, jelas dan jujur
serta masih meninggalkan bukti-bukti yang otentik yang disebut dengan situs
atau benda cagar budaya.
Menghormati
dan menghargai sejarah adalah sebagai bukti bangsa besar yang mencintai nurani
kebudayaannya. Karena apabila telah melupakan sejarah, maka hilanglah bukti-bukti
masa lalu sebagai rentetan budaya dan jati diri daerah dan bangsa, kemudian
muncul peniruan kebudayaan baru yang tidak jelas makna, dari mana, dan milik
siapa.Dengan demikian maka hilanglah etika penghargaan dan penghormatan kepada
budaya sendiri yang dianut suatu etnis, kaum atau lebih besar suatu bangsa.
Bagaimana ingin menghargai sedang
pemiliknya sendiri sudah melupakan atau tidak mengenal sejarahnya lagi. Oleh
karena itu semua pihak, baik dari unsur masyarakat, pemerintah, atau
lembaga-lembaga swdaya masyarakat, pemerhati sejarah baik dipusat maupun
didaerah perlu memperhatikan dan melihat dimana saja daerah-daerah yang
memiliki nilai-nilai sejarah yang perlu dilindungi, atau dipertahankan
keberadaannya.Selain itu diharapkan para pelaku sejarah dapat memberikan
informasi melaui tulisan atau paling tidak memberikan informasi kepada
pemerintah dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata didaerah
masing-masing, atau kepada pemerhati sejarah didaerahnya.Dengan harapan
ceritera atau peristiwa yang benar-benar ada dan pernah terjadi pada masa
lampau tetap dapat dipertahankan, dan diketahui oleh generasi penerus bangsa.
Kalimantan
Timur memiliki sejarah yang sangat universal dengan kerajaan Kutai, sebagai
kerajaan tertua di Indonesia.Selain itu di masing-masing daerah Kabupaten Kota
juga mempunyai sejarah kerajaan atau kesultanan masing-masing, seperti Pasir,
Kutai, Bulungan, dan Kesultanan Berau.Belum lagi sejarah masa penjajahan
Belanda. Perlawanan rakyat terhadap Belanda, seperti peristiwa perlawanan Raja
Alam melawan Belanda di Kesultanan Tanjung yang sekarang dikenal dengan kesultanan
Sambaliung, penyerangan sekutu di Balikpapan, Tarakan dan sempat membombardir
Keraton Gunung Tabur dan Keraton Sambaliung di Tanah Berau. Dengan ditandai runtuhnya Keraton Gunung Tabur pada
bulan Januari tahun 1945, penyerangan itu dilakukan oleh tentara sekutu pada
perang dunia ke dua untuk melumpuhkan tentara Jepang.
Mari kita
mulai berbicara sejarah singkat Kerajaan Berau.
Kabupaten Berau memiliki dua orang tokoh yang memilikinama besar dalam
perjalanan sejarahnya. Nama besar tersebut sampai saat ini masih mengaung dan
selalu menjadi buah bibir dimana-mana. Tokoh Besar tersebut adalah Baddit
Dipatung yang diberi gelar Adji Surya Natakasuma Raja Pertama Berau yang mampu menyatukan
rakyat Berau, nama besar Adji Surya Natakasuma diabadikan sebagai nama Korem
yang berkedudukan di Samarinda dengan nama Korem
Adji Surya Natakasuma, dan Sultan Alimuddin dikenal dengan Sultan Raja Alam yang dianggap membangkang terhadap
pemerintahan Belanda, dan berperang melawan kolonial Belanda. Nama besar Raja
Alam diabadikan olek Batalion 613 Tarakan dengan nama Batalion 613 Raja Alam.
Selain itu Berau juga mempunyai
seorang tokoh perempuan yang sangat Legendaris
dalam ceritera-ceritera rakyat Berau, dia adalah Legenda Putri Kannik
Sanifah.Ketika Ayahandanya bersama rakyat Negeri Pantai sudah panik dan
nyaris kalah melawan pasukan julung-julung yang menyerang negerinya.Kannik
Sanifah tampil dengan akal pikirnya yang cemerlang dan dapat memukul mundur
pasukan julung-julung yang bagaikan monster memenuhi sungai dan menyeranga
rakyat.Namun sayang nasibnya tidak secantik dan se-elok parasnya.Ia kemudian
difitnah, dan dikucilkan oleh masyarakatnya sendiri dan kemudian dibuang
ketengah lautan.
Baddit
Dipatung dalam legenda rakyat diceriterakan sebagai titisan Dewa. Waktu masih
bayi ditemukan oleh seorang kakek, namanya
Inni Baritu disebuah bambu besar
yang terbelah diantara ruas-ruasnya. Dibelahan bambu itulah bayi
ditemukan yang kemudian dikenal dengan nama Baddit Dipatung( pecah /
keluar dari bambu besar/petung ). Dirumah istri Inni Baritu yang dikenanl
dengan nama Inni Kabayan dalam waktu yang nyaris bersamaan menemukan
bayi dikeranjang ( kurindan ). Keranjang itu tempat Inni Kabayan menyimpan
benang dan kain yang dibuatnya sendiri. Bayi tersebut kemudian diberi namaBaddit
Dikurindan.Kedua bayi yang ditemukan Inni Kabayan dan Inni Baritu itu
kemudian dipelihara oleh tujuh putri Puan Dipantai Rangga Batara sampai dewasa.
Setelah dewasa
Baddit Dipatung dan Baddit Dikurindan oleh rakyatnya yang terdiri dari tujuh
Banua yaitu rakyat Banua Marancang, Banua Pantai, Banua Kuran, Banua Bulalung,
Banu Lati, Banua Suwakung , dan Banua Bunyut sepakat untuk menjodohkan kedua
titisan Dewa itu menjadi suami istri dan kemudian Baddit Dipatung diangkat
menjadi Raja pertama dengan gelar Adji Surya Natakasuma ( 1400 – 1432 ) didampingi oleh istri tercintanya
Baddit Dikurindan yang bergelar Adji Permaisuri. Baddit Dipatung inilah cikal
bakal yang menurunkan raja-raja dan sultan kerajaan Berau yang kemudian terbagi
menjadi dua kesultanan, yaitu Kesultanan
Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung.
Raja kedua
Adji Nikullam 1432-1461, raja ketiga Adji Nikutak 1461-1492, raja keempat Adji
Nigindang 1492-1530, raja kelima Adji Panjang Ruma 1530-1557, raja keenam Adji
Tumanggung Barani 1557-1589, raja ketujuh Adji Sura Raja 1589-1623, raja
kedelapan Adji Surga Balindung 1623-1644, raja kesembilan Adji Dilayas
1644-1673.
Pada masa raja
ke- 9 Raja Adji Dilayas mempunyai putra dua orang yang berbeda ibu. Permaisuri
pertama melahirkan anak si Amir namanya yang kemudian bergelar Adji Pangeran
Tua. Setelah Permaisuri wafat, Adji Dilayas kawin lagi dengan Ratu
Agung.Perkawinan ini melahirkan pula seorang putra Hasan namanya, kemudian
bergelar Adji Pangeran Dipati.Setelah Ayahda Adji Dilayas wafat kedua
putranya sama-sama ingin menjadi raja. Maka Atas kesepakatan, wilayah Kerajaan
Barrau atau Kuran di bagi menjadi dua yaitu :
- Daerah sebelah selatan sungai Kuran atau sungai Barrau, dari Tanjung Mangkalihat, Teluk Sumbang sampai kehulu sungai Kelay menjadi kekuasaan Adji Pangeran Tua, sedangkan;
- Daerah sebelah Utara sungai Kuran, dari hulu sungai Segah sampai perbatasan Bulungan menjadi kekuasaan Adji Pangeran Dipati.
- Sedangkan yang menjadi Raja Kerajaan Barrau diatur secara bergantian dari pihak Adji Pangeran Tua maupun Adji Pangeran Dipati, sampai dengan keturunannya.
Hasil
musyawarah berlanjut pada pengangkatan raja yang ke- 10 kerajaan Barrau.
Raja Kesepuluh diangkat Adji
Pangeran Tua ( 1673-1700 ), sedangkan Adji Pangeran Dipati diangkat menjadi
Mangkubumi yang dipersiapkan untuk menjadi raja berikutnya. Pada saat
pemerintahan Pangeran Tua ini Islam mulai masuk yang dibawa oleh seorang
saudagar musafir Arab yang bernama Mustafa.Sedangkan sebelumnya masih menganut
kepercayaan lama dan pengaruh Agama Hindu.
Periode
berikutnya Adji Pangeran Dipati diangkat menjadi raja ke- 11 ( 1673 – 1700 ),
sedangkan Hasanuddin putra Adji Pangeran Tua diangkat menjadi Raja Muda.
Saat Adji Pangeran Dipati
mengundurkan diri dari takhtanya seharusnya yang menjadi raja adalah Hasanuddin
Raja Muda, tetapi yang diangkat menjadi raja oleh Adji Pangeran Dipati adalah
putranya Adji Kuning ( 1700-1720 )sebagai raja ke- 12, dengan alasan Adji
Pangeran Dipati belum wafat melainkan hanya mengundurkan diri, maka
pemerintahan dilanjutkan oleh anaknya. Disini Adji Pangeran Dipati sudah ingkar
janji.Hal inilah yang menyebabkan mulai timbulnya keretakan dan perpecahan.
Setelah Adji
Kuning wafat baru Hasanuddin diangkat menjadi raja ke – 13 dengan gelar Sultan
Muhammad Hasanuddin. Sultan Hasanuddin memerintah sampai dengan tahun (1720-1750 ). Pada masa ini agama Islam
dijadikan agama resmi kerajaan. Kemudian pada priode berikutnya diangkat Sultan Zainal Abidin ( 1750 – 1770
). Kemudian dilanjutkan dengan Sultan Badaruddin ( 1770 –1779 ) sebagai raja
Barrau.
Sultan
Muhammmad Hasanuddin beristri seorang putri Solok Philipina Selatan yang
bernama Dayang Lama.Dari hasil perkawinan ini lahir tiga orang putra yaitu Datu
Amiril Mukminin yang diangkat menjadi Sultan pada tahun 1779, Datu Syaifuddin,
dan Datu Djamaluddin.Putra kedua dan ketiga kembali ke Solok, sedangkan Datu
Amiril Mukminin menetap di Berau bersama ayahandanya.
Sultan Hasanuddin dikenal pula
dengan sebutan Marhum Di Kuran.
Karena ketika beliau wafat tahun 1767 dimakamkan di Kuran di hulu
kampung Sukan Kecamatan Sambaliung
sekarang. Sedangkan Sultan Zainal
Abidin kawin dengan
Adji Galuh putri
kesultanan Pamarangan (
Jembayan ) Kutai Kertanegara.
Pada masa
pemerintahan Sultan Zainal Abidin yang berpusat di Marancang digalakkan ajaran
Islam.Tata pemerintahan diatur sedemikian rupa.Pegawai Kerajaan dilengkapi dan
mengangkat jabatan Menteri, Hulubalang, Mangkubumi, Wajir dan Punggawa.
Atas
kesepakan untuk mencari lahan pertanian yang lebih subur pusat kerajaan di
pindahkan ke Muara Bangun.Diwilayah sungai Bangun ini tanahnya sangat subur dan
cocok untuk pertanian.Selain membangun Istana juga dibangun pula Masjid dan
pemakaman didekat istana itu.
Orang-orang
Solok yang datang dan menetap di Berau di ijinkan mendirikan kampung di
Tabbangan dan orang-orang Tidung dari Bulungan membuat kampung di Paribau.
Sultan Zainal
Abidin Keturunan Adji Pangeran Dipati ini wafat pada tahun 1800 dimakamkan di
Muara Bangun dan selanjutnya dikenal
dengan Marhum Di Bangun. Makam beliau dikeramatkan, makam tersebut saat
ini terawat dengan baik dan tangga untuk menuju kemakam sudah dibuat, agar
pengunjung yang datang kemakam tersebut bisa dengan nyaman.Makam asli masih
menggunakan mesan batu alam tempo dulu tanpa ukiran.Disekitarnya banyak
makam-makam tua bermesan batu alam pula, serta makam masyarakat Kampung Bangun
di sekitarnya.
Sultan
Badaruddin dari keturunan Pangeran Dipati diangkat menjadi raja ke- 15 (1800
- 1834). Kejadian ini sangat menyinggung
perasaan keturunan Adji Pangeran Tua yang kedua kali, karena seharusnya dari
keturunannya yang menjadi raja.
Raja Alam
Atas
kesepakatan pihak Adji Pangeran Tua mereka memisahkan diri, dan mengangkat raja
sendiri.Sebagai raja pertama diangkat Alimuddin sebagai Sultan dengan gelar Raja
Alam.Raja Alam memerintah selama 35 tahun ( 1813 – 1848 ). Raja Alam
membangun pusat pemerintahan di Sungai Gayam, kemudian hari berseberangan
dengan pusat kerajaan Gunung Tabur yang
pusat pemerintahannya dipindahkan dari Muara Bangun ke Gunung Tabur. Sejak
pemerintahan Raja Alam berdiri, maka secara resmi kerajaan Barrau terbagi
menjadi dua kesultanan yaitu Kesultanan Tanjung/Sambaliung dan Kesultanan
Gunung Tabur.
Disamping
permasalahan keluarga dan keturunan sebagai pemicu perpecahan juga andil besar
dari pemerintahan Hindia Belanda.Dengan strategi adu domba, salah satu keturunan
menjadi sahabat belanda dan pihak keturunan lain dijauhi Belanda.Akhirnya Raja
Alam dianggap sebagai perompak dan bajak laut yang selalu mengganggu
kapal-kapal Belanda dan kapal dagang yang dilindungi Belanda di kawasan selat
Sulawesi antara Tanjung Mangkaliat dengan Tanah Kuning.Raja Alam ditangkap dan
dibuang ke Makassar.
Bulungan
dan Tidung memisahkan diri
Dalam buku Sejarah Raja-Raja
Berau yang ditulis oleh H. Aji Rahmatsyah (2010) mengupas tulisan DR. J.
Eisenberger tahun 1932 pada halaman 63 mengatakan karena terjadinya kericuhan
dan insiden pada waktu menetapkan giliran siapa yang harus menjadi raja dari
kedua keturunan Aji Pangeran Tua dan Aji
Pangean Dipati, kedudukan pusat pemerintahan yang berkedudukan di Muara Bangun hampir
tiada berpungsi lagi. Dalam situasi yang tidak menentu itu daerah Bulungan dan
Tidung berkesempatan melepaskan diri dari kesatuan wilayah Berau dan membentuk
kesultanan sendiri pada tahun 1800. Pemerintahan kerajaan Berau terpaksa harus
pasrah mengenai kasus Bulungan dan Tidung, karena segala tenaga dan pikiran
mereka dipusatkan untuk mengatasi kekacauan perebutan kekuasaan antara kedua
keturunan tersebut, yang berakhir dengan pecahnya keutuhan Kerajaan Berau
menjadi dua kerajaan yaitu kerajaan Sambaliung dan kerajaan Gunung Tabur.
Belanda
Resmi Masuk Berau
Sejak berdirinya kerajaan Berau
pada abad ke XIV tidak pernah mengakui kadaulatan colonial Belanda atau Inggris
atas wilayahnya sampai tahun 1833. Walaupun pada tahun 1671 V.O.C (Vereenigde
Oest Indische Compagnie) pernah mengirim pedagang senior Belanda bernama Paulus
De Cock dengan kapal Chialloup de Noorman ke Kutai dan Berau untuk berusaha
mengadakan hubungan persahabatan dan dagang, tetapi tidak berhasil. Baru pada
tanggal 27 September 1834 Soltan Gunung Tabur Aji Kuning Gazi Mahyuddin dipaksa
menanda tangani perjanjian mengakuinya keberadaan Belanda. Sejak itu kedua kerajaan
harus tunduk dan mengakui Belanda. Secara resmi menjadi daerah taklukan
pemerintahan Hindia Belanda setelah Raja Alam melakukan perlawanan sengit di
Laut Tanjung Mangkaliat, di Laut Batu Putih, Benteng Dumaring, Sungai Kuran,
dan keratonnya di Sungai Gayam. Pasukan Raja Alam kalah, keraton di Sungai
Gayam dibakar, Raja Alam ditangkap dibuang ke Makassar.
Jepang
Masuk Berau
Jepang Resmi masuk ke Berau pada
tahun 1942. Masuk pertama melalui pelabuhan Batu Bara Stankolen Mascapay
Parapatan ( SMP) di Teluk Bayur. Kemudian baru menyebar ke Tanjung Redeb,
Gunung Tabur, Sambaliung, dan terus menyebar ke wilayah pantai dan pedalaman.
Pada bulan Januari tahun 1945
sekutu datang menyerang wilayah yang dikuasai Jepang. Tujuannya melumpuhkan
kekuatan Jepang termasuk di wilayah Berau di Teluk Bayur, Tanjung Redeb,
Kerataon Gunung Tabur dan Keraton Sambaliung. Pada bulan Januari 1945 sekutu
mengebom wilayah Berau, Kota Teluk Bayur, Tanjung Redeb, Keraton Gunung Tabur,
dan Keraton Sambaliung di bom sekutu untuk menghancurkan kekuatan pertahanan
tentara Jepang. Keraton Gunung Tabur kena bom tebakar dan hancur.
SELESAI
Raja Alam
Atas
kesepakatan pihak Adji Pangeran Tua mereka memisahkan diri, dan mengangkat raja
sendiri.Sebagai raja pertama diangkat Alimuddin sebagai Sultan dengan gelar Raja
Alam.Raja Alam memerintah selama 35 tahun ( 1813 – 1848 ). Raja Alam
membangun pusat pemerintahan di Sungai Gayam, kemudian hari berseberangan
dengan pusat kerajaan Gunung Tabur yang
pusat pemerintahannya dipindahkan dari Muara Bangun ke Gunung Tabur. Sejak
pemerintahan Raja Alam berdiri, maka secara resmi kerajaan Barrau terbagi
menjadi dua kesultanan yaitu Kesultanan Tanjung/Sambaliung dan Kesultanan
Gunung Tabur.
Disamping
permasalahan keluarga dan keturunan sebagai pemicu perpecahan juga andil besar
dari pemerintahan Hindia Belanda.Dengan strategi adu domba, salah satu keturunan
menjadi sahabat belanda dan pihak keturunan lain dijauhi Belanda.Akhirnya Raja
Alam dianggap sebagai perompak dan bajak laut yang selalu mengganggu
kapal-kapal Belanda dan kapal dagang yang dilindungi Belanda di kawasan selat
Sulawesi antara Tanjung Mangkaliat dengan Tanah Kuning.Raja Alam ditangkap dan
dibuang ke Makassar.
Bulungan
dan Tidung memisahkan diri
Dalam buku Sejarah Raja-Raja
Berau yang ditulis oleh H. Aji Rahmatsyah (2010) mengupas tulisan DR. J.
Eisenberger tahun 1932 pada halaman 63 mengatakan karena terjadinya kericuhan
dan insiden pada waktu menetapkan giliran siapa yang harus menjadi raja dari
kedua keturunan Aji Pangeran Tua dan Aji
Pangean Dipati, kedudukan pusat pemerintahan yang berkedudukan di Muara Bangun hampir
tiada berpungsi lagi. Dalam situasi yang tidak menentu itu daerah Bulungan dan
Tidung berkesempatan melepaskan diri dari kesatuan wilayah Berau dan membentuk
kesultanan sendiri pada tahun 1800. Pemerintahan kerajaan Berau terpaksa harus
pasrah mengenai kasus Bulungan dan Tidung, karena segala tenaga dan pikiran
mereka dipusatkan untuk mengatasi kekacauan perebutan kekuasaan antara kedua
keturunan tersebut, yang berakhir dengan pecahnya keutuhan Kerajaan Berau
menjadi dua kerajaan yaitu kerajaan Sambaliung dan kerajaan Gunung Tabur.
Belanda
Resmi Masuk Berau
Sejak berdirinya kerajaan Berau
pada abad ke XIV tidak pernah mengakui kadaulatan colonial Belanda atau Inggris
atas wilayahnya sampai tahun 1833. Walaupun pada tahun 1671 V.O.C (Vereenigde
Oest Indische Compagnie) pernah mengirim pedagang senior Belanda bernama Paulus
De Cock dengan kapal Chialloup de Noorman ke Kutai dan Berau untuk berusaha
mengadakan hubungan persahabatan dan dagang, tetapi tidak berhasil. Baru pada
tanggal 27 September 1834 Soltan Gunung Tabur Aji Kuning Gazi Mahyuddin dipaksa
menanda tangani perjanjian mengakuinya keberadaan Belanda. Sejak itu kedua kerajaan
harus tunduk dan mengakui Belanda. Secara resmi menjadi daerah taklukan
pemerintahan Hindia Belanda setelah Raja Alam melakukan perlawanan sengit di
Laut Tanjung Mangkaliat, di Laut Batu Putih, Benteng Dumaring, Sungai Kuran,
dan keratonnya di Sungai Gayam. Pasukan Raja Alam kalah, keraton di Sungai
Gayam dibakar, Raja Alam ditangkap dibuang ke Makassar.
Jepang
Masuk Berau
Jepang Resmi masuk ke Berau pada
tahun 1942. Masuk pertama melalui pelabuhan Batu Bara Stankolen Mascapay
Parapatan ( SMP) di Teluk Bayur. Kemudian baru menyebar ke Tanjung Redeb,
Gunung Tabur, Sambaliung, dan terus menyebar ke wilayah pantai dan pedalaman.
Pada bulan Januari tahun 1945
sekutu datang menyerang wilayah yang dikuasai Jepang. Tujuannya melumpuhkan
kekuatan Jepang termasuk di wilayah Berau di Teluk Bayur, Tanjung Redeb,
Kerataon Gunung Tabur dan Keraton Sambaliung. Pada bulan Januari 1945 sekutu
mengebom wilayah Berau, Kota Teluk Bayur, Tanjung Redeb, Keraton Gunung Tabur,
dan Keraton Sambaliung di bom sekutu untuk menghancurkan kekuatan pertahanan
tentara Jepang. Keraton Gunung Tabur kena bom tebakar dan hancur.
SELESAI
Aji Rachmatsyah itu membuat buku Sejarah Raja-Raja Berau menjiplak makalah yang dikarang oleh H. M.Noor.tetapi dia banyak membuat sejarah sendiri dan hanya sebagian saja buku makalah pak Noor yang dia tulis. Karena dari buku pa Noor yang dia pinjam itulah bukunya Aji Rachmatsyah terbit. Buku itupun banyak yang ngawur isinya.
BalasHapusBuku jiplakan H.Aji Rachmatsyah adalah makalah yang ditulis oleh alm.H.Muhammad Noor, ARS dengan judul CALON PAHLAWAN NASIONAL DARI KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR, SEJARAH PERJUANGAN RAJA ALAM (SULTAN ALIMUDDIN ) kemudian makalah tsb dipinjam dan dicopy oleh H.Aji Rachmatsyah lalu dibuat buku Sejarah Raja-Raja Berau. Tapi isi dari buku yg ditulis oleh H.Aji Rachmatsyah itu banyak yang omong kosong dan ngawur sebab karya tulis alm.H. MOHAMMAD NOOR, ARS tsb dibolak balik isinya oleh H.Aji Rachmatsyah. Hal itupun diakui oleh cucu Sultan Muhammad Aminuddin yaitu bapak Datu Kasmuni yang tau persis kecurangan isi buku tsb. Bahkan beliau mengatakan buku buatan H.Aji Rachmatsyah itu adalah Pembohongan Publik.
BalasHapusBuku jiplakan H.Aji Rachmatsyah adalah makalah yang ditulis oleh alm.H.Muhammad Noor, ARS dengan judul CALON PAHLAWAN NASIONAL DARI KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR, SEJARAH PERJUANGAN RAJA ALAM (SULTAN ALIMUDDIN ) kemudian makalah tsb dipinjam dan dicopy oleh H.Aji Rachmatsyah lalu dibuat buku Sejarah Raja-Raja Berau. Tapi isi dari buku yg ditulis oleh H.Aji Rachmatsyah itu banyak yang omong kosong dan ngawur sebab karya tulis alm.H. MOHAMMAD NOOR, ARS tsb dibolak balik isinya oleh H.Aji Rachmatsyah. Hal itupun diakui oleh cucu Sultan Muhammad Aminuddin yaitu bapak Datu Kasmuni yang tau persis kecurangan isi buku tsb. Bahkan beliau mengatakan buku buatan H.Aji Rachmatsyah itu adalah Pembohongan Publik.
BalasHapusAji Rachmatsyah itu membuat buku Sejarah Raja-Raja Berau menjiplak makalah yang dikarang oleh H. M.Noor.tetapi dia banyak membuat sejarah sendiri dan hanya sebagian saja buku makalah pak Noor yang dia tulis. Karena dari buku pa Noor yang dia pinjam itulah bukunya Aji Rachmatsyah terbit. Buku itupun banyak yang ngawur isinya.
BalasHapusTks....Salam kenal. Sy belum menelaah sejauh itu saudaraku.
BalasHapusMari kita menulis tentang Berau lebih banyak...spy Berau lebih dikenal.....
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapusboleh saya tau sumber-sumber yang anda tulis ini berasal dari sumber mana?
BalasHapuscerita tersebut tidak bisa dijadikan sumber referensi untuk dimasukan kedalam karya ilmiah karena sumbernya tidak dapat dipertanggung jawabkan jelaskan secara detail dan terperinci.
BalasHapusCoba lihat silsilah yang tertulis pada Keraton sambaliung. Tidak mungkin kami memuat silsilah dan tahun yang salah. Karena kebanyakan orang yang ada diluar dari kerabat Keraton Sambaliung menulis sejarah Berau tanpa mengambil dari narasumber yang valid, pihak dari para sesepuh Keraton Sambaliung yang notabene anak-anak Sultan Sambaliung masih ada 10 orang. Bahkan kesalahan yang paling fatal silsilah yang ada di Museum Mulawarman tidak mencantumkan nama Aji Dilayas sebagai Raja Berau ke-9 malah menulisnya Pangeran Diulu yang tidak ada dalam sejarah. Apa pihak yang berkompeten dalam hal ini orang-orang yg mengurusi budaya di Berau tidak pernah melihat langsung kesalahkan tsb di Museum Mulawarman???? Dari silsilah yg ada di Museum Mulawarman aja sudah salah apalagi menulis sejarah Beraunya. Ayolah kita belajar sejarah dengan baik dan benar.
BalasHapus