Minggu, 26 April 2015

DATA PRIBADI SAPRUDIN



BIODATA SAPRUDIN, M.Si
 
Saprudin, Lahir di Samarinda tanggal 3 Januari 1960. Ithur adalah nama ayahanda tercinta (almarhum), untuk menghormati dan menghargai ayahanda tercinta nama digabung menjadi  Saprudin Ithur, sedangkan nama ibunda (almarhumah) tersayang Arbayah, kedua orang tua tinggal di KM 5 Purwajaya Loa-Janan Kabupaten Kutai Kartanegara.
Menikah pada tahun 1986 dengan seorang gadis cantik asli Berau namanya Nornaningsih lahir di Tanjung Redeb, Berau tahun 1969. Dari pernikahan tersebut dikaruniai putri tiga orang, yang pertama Shylva Novelia Saprudin  lahir di Tanjung Redeb tahun 1987, yang kedua Shinta Oktavia Saprudin lahir di Tanjung Redeb, tahun 1993, dan yang ketiga Fitria Ramadhani Saprudin.  Ketiganya lahir di Kota Sanggam kota Tanjung Redeb Berau Kalimantan Timur.
Pendidikan dimulai di Sekolah Dasar Negeri No. 22 Purwajaya, naik kelas empat sekolahnya tutup, pindah ke Sekolah Dasar Negeri 11 Loa-Janan lulus 1973. Kemudian melanjutkan ke SMPN 2 Samarinda sekolah sore berhenti, dan sekolah lagi di swasta SMP Bhakti Loa-Janan, lulus di SMP Negeri Loa-Kulu pada  Tahun 1976, dan melanjutkan ke SPG Induk Samarinda, kelas dua diberhentikan, pindah ke SPG Khairiyah Samarinda, ujian akhir di SPG Katholik Samarinda, lulus Tahun 1979/1980. Pada tahun 1980 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagai Guru Sekolah Dasar  di Kabupaten Berau
Perjalanan menjadi Guru cukup panjang mulai 1981 sampai dengan 1991  berpindah-pindah dari SDN Tanjung Batu Kecamatan Pulau Derawan, menjadi Kepala SD Inpres Tanjung Perepat Kecamatan Talisayan, sekarang masuk Kecamatan Biduk-Biduk, dan terakhir pindah menjadi Kepala SD Inpres Kampung Batumbuk Kecamatan Pulau Derawan. Kemudian diangkat menjadi Penilik Kebudayaan Kecamatan Tanjung Redeb sampai dengan Tahun 1996, menjadi Kasubag Kepegawaian pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Berau 1996 - 1999, diangkat sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha Depdikbud Kabupaten Berau  1999-2000, jadi Kepala Cabang  Pendidikan Kecamatan Biduk-Biduk 2002-2004, dipidah lagi menjadi Kepala Seksi Atraksi Seni Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Berau 2004-2009, menjadi Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kabupaten Berau 2009-2012. Menjadi Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Berau 2012-  . Pengabdian sebagai Pegawai Negeri Sipil seluruhnya di Kabupaten Berau.
Melanjutkan pendidikan di Universitas Terbuka lulus pada tahun 1995 sebagai Sarjana Ilmu Politik, kemudian pada tahun 2000 berkesempatan menyelesaikan Akta IV di Universitas Mulawarman Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan, serta menyelesaikan Pasca Sarjana di Universitas Terbuka Program Magister Administrasi Publik lulus tahun 2013.
Buku pertama yang dicetak adalah Kumpulan Puisi, lebih seratus Puisi yang dikarang sendiri masuk dalam buku tersebut, dilanjutkan dengan buku kedua dengan judul Bang Bal Menjadi Raja penulis mengangkat ceritera rakyat terdiri dari 1) Ceritera Rakyat Dayak Punan “Asal Usul Punan Segah”;  2) Ceritera Rakyat Berau “Asal Usul Kerajaan Berau”; 3) “Asal Usul Perahu Batu Di Long Nung” Dayak Punan; 4) Buaya Giram Tip; 5) Ceritera Rakyat Dayak Ga’ai ”Bang Bal dan Kepala Tua”; 6) Ceritera Rakyat Berau “Batu Bual”; 7) Ceritera Rakyat Dayak Ga’ai Long Ayan“Lui Las Anak Dewa Langit”; 8) Ceritera Rakyat Pesisir Dayak Ake Biata Ulu “Nek Nimbul”; 9) Ceritera Rakyat Berau Makam Keramat “Puan Sipanaik”; dan 10)  Kisah nyata empat pahlawan yang gugur Pulau Balikukup pada tahun 1957 “Pertempuran Melawan Maut”
Dalam buku tiga dengan judul Lamin Talungsur penulis mengangkat ceritera 1) Legenda Lamin Talungsur; 2) Putri Naga dan Nakhoda Muda; 3) Ayus Putra Rimba Raksasa,; 4) Pangeran Ulok; 5) Andai Samira Ka Gunung Padai; 6) Perang di Laut Batu Putih.  Buku empat, Legenda dengan judul Batu Langkup, yang mengangkat ceritera rakyat Dayak Ahi Kampung Tembudan Kecamatan Batu Putih. Buku ke lima dengan judul Meriam Pijitan mengangkat ceritera 1) Meriam Pijitan; 2) Meriam Sumbing; dan 3) Pelangi Bidadari. Buku ke enam mengangkat cerita rakyat Kampung Merabu Kecamatan Kelay dengan judul Danau Tebo’.
Yang belum dicetak menjadi buku antara lain Legenda Batu Bual versi bahasa daerah Berau, Legenda Srikandi Berau Kannik Barau Sanipah, Berkembang dalam Lumpur (drama), Kissah Tambing Siring, Pangadakan (drama), Palas Banua, Pambakal Ambi, Sekilas Pahlawan Bajau, Situs Raja Alam, Si Palui, Tragedi Malam Tahun Baru (cerpen), Meniti (cerpen), Mistri di Ujung Pulau (cerpen), Ulun Lebbo, Pembunuh Berdarah Merah, dan menulis 23 lagu Daerah Berau. Sampai saat ini masih aktif menulis dan mengarang lagu.
Menulis di Koran dan Majalah antara lain : 1. Koran Berau Post; 2. Mingguan Kabar Pelita; 3. Majalah Serapo; 4. Majalah Borneo; 5. Buletin Kundungga.
Pengalaman berorganisasi antara lain : 1. Ampi Band di Tanjung Batu; 2. Wakil Ketua Karang Taruna Kampung Bugis; 3. Pembina Penasehat Karang Taruna Tanjung Perepat; 4. Ketua Teater Malaga; 5. Ketua Seni Budaya Kecamatan Tanjung Redeb; 6. Pembina/Pelatih Sanggar Seni SD 001, sekarang menjadi SD 002 Tanjung Redeb; 7. Wakil Ketua Pembangunan Surau Lailathul Huda Tanjung Redeb; 8. Pengurus Mesjid Al Bayinah tanjung Redeb; 9. Pengurus Mesjid Al Falah Tanjung Redeb; 10. Koordinator Bidang Seni Ika Ut Provinsi Kaltim; 11. Pendiri Yayasan Kalbu;  12. Sekretaris Soksi Kabupaten Berau; 13. Sekretaris Ika Ut Kabupaten Berau;  14. Wakil Ketua Kerukunan Bubuhan Banjar Kaltim Berau; 15. Sekretaris Club Dance Kabupaten Berau; 16. Pengurus Gerakan Pemuda Asli Kalimantan (Gepak) Berau; 17. Tim Survei Warisan Dunia Budaya dan Alam Sangkulirang-Mangkalihat; 18. Panitia Penyelenggara 31 Kegiatan Tingkat Kabupaten dan Provinsi. Selain itu melakukan kegiatan : 1. Sebagai Dosen Stit Muhammadiyah; 2. Ketua Pengurus Motor Gerobak Sampah Rt 07; 3. Donatur Kurban Mesjid Lailathul Huda Tanjung Redeb; 4. Mengikuti kegiatan Gotong Royong Rt 07; 5. 30 Kali Donor Darah di PMI Kabupaten Berau.
Alamat rumah : Jl. Durian 3 Haur Gading No. 03 Tanjung Redeb Berau, Kaltim, Indonesia. 77311        HP. 085249518790/085753870395.
Alamat Kantor : Dinas Kebudayan dan Pariwisata Kabupaten Berau. Jl. Pemuda no. 35 Tanjung Redeb Berau, Kaltim Indonesia Telp/fax 0554 21219
Email : saprudin_brau@yahoo.com                 Facebook : saprudin ithur
Youtobe : saprudin ithur (7 Lagu Daerah Berau Kaltim)
Blogspot : saprudin ithur (saprudin01.blogspot.com)

BAI MALANGUI ADALAH BABI MENYEBERANG SUNGAI



BAI MALANGUI

Saprudin Ithur
Alam Kabupaten Berau yang 60-70% masih terjaga dengan baik, keanekaragaman hayati, flora dan fauna masih oke adalah menjadikan tumpuan mata dunia melirik keindahan alam dan kekayaan alam yang tersimpan didalamnya. Kawasan bahari masih 70-80 % terjaga dengan baik, pantai dengan hutan mangrove-nya masih bagus, hutan masih 40-55 % terjaga, daerah tanah datar dan gambut disepanjang aliran sungai sebagian besar masih terjaga.  Pergerakan fauna masih mendapat ruang bebas dan habitatnya masih mendukung, walaupun banyak yang tahu, rusa, kijang, trenggiling, bulus, macan dahan, burung enggang, burung tebengang terus diburu dan keberadaannya mulai menghawatirkan, perkembang biakannya sudah sangat terganggu. Semua adalah olah prilaku manusia yang tidak menghargai dan menghormati alam dan lingkungannya. Tetapi apabila segera diimbangi dengan aturan yang baik dan ketegasan aparatur negara dalam tugas mengawasi penangkapan fauna, apalagi yang dilindungi, masih besar harapan masyarakat Berau dengan kelestarian alam sekaligus terjaganya flora dan fauna. 
Bai Malangui atau babui melangui artinya babi menyeberang sungai secara berombongan. Bai atau babui artinya babi. Babi itu menyeberang berombongan dengan berbanjar, moncong mulut masing-masing menopang pada bagian atas punggung yang ada di depannya dan seterusnya sampai puluhan ekor. Induk babi menyeberang sungai bersama dengan anak-anak, biasanya ayahnya paling depan dilanjutkan dengan anak-anaknya dan terakhir ditutup oleh ibunya. Apabila tidak ada ayahnya, ibunya paling depan dilanjutkan dengan anak-anaknya. Begitu pula dengan babi dewasa serombongan, pemimpinnya yang turun lebih dahulu, lalu dilanjutkan dengan yang lain yang lebih muda. Berdasarkan pengalaman setiap babi menyeberang yang dikenal dengan bai malangui itu, babi pertama sebagai pemimpin menggigit kayu atau ranting dimulutnya. Saat turun kesungai dipilih tempat yang nyaman untuk turun, turun kesungai teratur dan berurutan. Babi kedua, ketiga dan seterusnya menopangkan moncong mulutnya di pinggul babi didepannya, tersambung dengan baik dan rapi, dengan keteraturan. Saat mereka berenang bersamaan seperti itu berusaha secepatnya sampai diseberang, dalam perjalanan menyeberang, mereka larut terbawa arus semakin jauh. Kekuatan mendorong maju berenang bersama itu sangat seimbang agar pengikut dibelakangnya tidak putus dan terpisah dari rombongan karena dorongan arus. Sekali lagi keteraturan dan keseimbangan sangat dibutuhkan, kecil, besar, ataupun induknya sudah sangat memahami.
Saat babi menyeberang sangat diperhatikan oleh penduduk setempat. Pada saat babi menyeberang itu adalah rejeki bagi para pemburu babi yang ada di kampung. Lagi musim babui malangui itu adalah pengharapan bagi seluruh penduduk, mereka pasti banyak makan daging segar selama sebulan sampai tiga bulan kedepan. Penduduk mengetahui musim babui melangui sepenuhnya melalui tanda-tanda alam.
Tanda-tanda alam tersebut adalah sebagai berikut. Menjelang malam kalong terbang mencari makan, mereka terbang sampai puluhan kilometer dari sarangnya. Saat dini hari kalong-kalong itu bersiap untuk kembali, sebelum matahari terbit kalong-kalong yang sudah kenyang sudah berada ditempatnya untuk tidur sepanjang siang.
Penduduk pedalaman tinggal dan membuat rumah ditepi sungai. Kemana arah pergi ratusan kalong terbang jadi perhatian penduduk pedalaman setiap sore menjelang malam. Apabila arahnya kebarat, maka banyak makanan tersedia disebelah barat, apabila ratusan kalong terbang ke timur, maka buah-buahan tersedia di sebelah timur. Tanda alam itu mengundang babi harus pergi kearah mana untuk mencari makan. Kalong menuju kebarat, maka babi juga berangkat kebarat, walaupun harus menyeberang sungai yang dikenal dengan babui atau bai  melangui. Artinya babi menyeberang sungai itu tidak setiap saat, tetapi selalu ada. Karena babi yang tinggal di sebelah barat sungai, akan menyeberang sungai apabila makanan atau buah-buahan tersedia disebelah timur sungai. Sebaliknya apabila makanan atau buah-buahan tersedia disebelah barat, babi yang berada disebelah timur akan menyeberang kesebelah barat. Tanda-tandanya dari perilaku ratusan kalong yang terbang waktu sore menjelang malam. Tanda-tanda alam tersebut adalah salah satu hukum yang tidak tertulis, tetapi ya kebenarannya.
Musim itu adalah musim buah tertentu ditempat tertentu. Saat buah tertentu jadi, maka kalong menjelang malam terbang menuju tempat itu, pertanda buah ditempat itu jadi. babi juga akan menuju kearah mana kalong terbang. Tidak perduli harus melewati aral melintang yang penuh tantangan, karena kebutuhan makanan untuk induk dan anak-anak babi yang harus mendapat asupan makan segar, sehat, dan bagus. Salah satu lintasan jalan kelompok babi harus menyeberangi sungai, babi harus menyeberang dengan berenang. Saat berenang itulah dikenal dengan babi, bai, atau babui melangui atau babi menyeberang sungai. Maka pada musim babi menyeberang itu sangat ditunggu-tunggu bagi para pemburu babui melangui.
Para pemburu menunggu diseberang sungai dengan menggunakan perahu, didalam perahu tersedia tumbak dan mandau. Begitu terlihat rombongan babi menyeberang dibiarkan dulu, para pemburu harus sabar menanti saat yang tepat. Begitu mereka bergerak dengan berenang sudah sampai ditengah sungai, para pemburu langsung bergegas mendayung perahunya ketengah sungai menuju rombongan babi yang berenang tersebut. mereka beramai-ramai mengejar babi yang sedang berenang berbanjar menyeberangi sungai itu. Dengan datangnya para pemburu dengan perahunya, babipun kemudian berenang kocar-kacir, terpisah, putus-putus, terpisah dari rombongannya. Bingung, ada yang berenang ke hulu, ke hilir, kembali dan ada pula yang terus berusaha ke seberang. Dengan mudah pemburu babi ditengah sungai menangkap babi-babi itu. Sebagian babi mati dibacok dan ditumbak baru dinaikkan keperahu, sebagian lagi ditangkap hidup-hidip dan dinaikkan juga ke dalam perahu, para pemburu dengan senyum sumringah pulang ke kampung memamerkan pendapatannya berburu babi menyeberang sungai. Di kampung, anak-anak, orang-orang tua, dan para gadis ramai menyaksikan kedatangan para pemuda yang gagah perkasa membawa hasil tangkapan Bai Malangui.
Hasil buruan dimasak dan dimakan sepuas-puasnya pada acara pesta kampung, sisanya diletakkan di atas dapur, agar selalu kena asap dapur pada saat menanak nasi namanya disalai. Dengan demikian daging bisa tahan sampai berbulan-bulan tidak rusak. Tetapi itu ceritera dulu, berbeda dengan sekarang. Sekarang para pembeli daging babi sudah siap dengan mobilnya ditepi jalan dekat dengan sungai. Berapa saja banyaknya babi yang didapat oleh para pemburu babi malangui, pedagang siap membeli dengan uang kontan. Maka semangat para pemburu babi menyeberang sungai, menjadi lebih dan bernilai. Selama tiga bulan muism berburu babi malangui dijadikan penopang kehidupan, usaha tambahan selain berkebun dan bertani menanam padi.
Ada hal yang penting disampaikan penulis dalam kesempatan ini, yaiu ada aturan adat yang mengikat bagi semua penduduk pedalaman. Aturan adat ini mengikat tidak hanya untuk orang Dayak saja, tetapi untuk semua orang yang tinggal dan berusaha dipedalaman. Selama musim babi menyeberang sungai atau bai malangui, tidak boleh atau dilarang keras ada satu orangpun yang berburu dihutan, apalagi berburu dengan membawa anjing. Apabila ada yang melanggar larangan hukum adat, pelakunya diberikan hukuman yang sangat berat berupa membayar denda, sesuai dengan aturan masing-masing kampung dipedalaman sungai Kelai dan Sungai Segah.
Apa alasan pelarangan berburu babi kehutan saat musim babi menyeberang sungai sampai menjadi hukum adat ? Ternyata apabila pada musim babi menyeberang sungai diburu dihutan, maka babi-babi yang seharusnya menyeberang sungai tidak jadi menyeberang. Semua babi memiliki penciuman yang sangat bagus mampu mengendus bau manusia yang ada disekitarnya lalu pergi jauh tidak jadi menyeberang sungai atau babi-babi itu lari tunggang langgang karena dikejar dan di gong-gong anjing pemburu dihutan, sedangkan para pemburu babi menyeberang menunggu kedatangan babi menyeberang sungai, mereka tidak medapat apa-apa. Tetapi diluar musim babi menyeberang sungai siapa saja boleh berburu babi di hutan
Ada satu hal yang lebih penting dipahami berikutnya, yaitu naluri babi putus. Mereka berangkat pindah ketempat baru itu berdasarkan naluri kebinatangan yang sangat peka, apabila naluri itu putus, berarti sangat mengganggu kehidupan babi. Apabila naluri mereka mengatakan ada makanan ditempat lain yang jauh dari tempat mereka sekarang, harus tersambungkan. Apabila putus ada kemungkinan mereka akan kelaparan, ketersediaan makanan disekitar mereka hidup sekarang sudah menipis, tidak mencukupi untuk pertumbuhan anak-anaknya yang semakin membesar dan membutuhkan asupan makanan lebih banyak. Anak-anak babi membutuhkan makanan selain umbi-umbian juga butuh makan buah-buahan, karena sudah mulai meninggalkan meminum susu ibunya. Begitu dan seterusnya. Kemudian mereka beranak lagi, membutuhkan rantai makananan lagi. Secara alamiah alam menyediakan rantai makanan tersebut. Oleh karena itu apabila habitatnya atau alamnya dirusak kemungkinan besar ketersediaan makanan menipis, berarti tidak cukup kebutuhan makanan untuk berkembang biak. Atau berbalik melawan alam, mereka harus segera beradaptasi melawan kerasnya kehidupan, harus mencari makan dengan cara apapun. Termasuk naluri membunuh dan memakan segala, akibatnya sangat fatal bisa saja babi jadi membunuh manusia dan memakannya. Yang celakanya nanti, manusia hanya menyalahkan binatang, bukan menyalahkan prilaku manusia yang merusak habitat mereka (alam), memutus rantai makanan, merusak naluri kebinatangan, lalu manusia membunuh binatang tanpa kendali.
Penjelasan diatas adalah salah satu rantai kehidupan binatang yang namanya babi saja. Bagaimana dengan rantai kehidupan dan makanan binatang lainnya. Dan bagaimana dengan rantai kehidupan manusia. Apabila dikupas tentu menjadi pembahasan yang menarik dan luar biasa. Yang pasti….. 

Manusia hidup membutuhkan alam dan tergantung pada alam, tetapi sebaliknya alam tidak terlalu perlu membutuhkan manusia. Karena alam dalam rantai kehidupan dan rantai perkembangbiakannya sudah teratur sedemikian rupa berdasarkan alamnya. Sedangkan manusia sangat berbeda. Semua dalam kehidupan sehari-hari manusia menggunakan peralatan yang dibuat berasal dari alam. Membuat sebuah rumah saja, contohnya. Semua bahannya dari alam. Mari kita lihat : pertama, batu bata terbuat dari tanah liat yang diaduk dengan air, kemudian dibakar dengan kayu; kedua, pintu, jendela, kosennya dari bahan kayu; ketiga, semen terbuat dari bahan batu kapur dicampur dengan bahan tertentu juga dari alam; keempat, atap rumah terdiri dari sirap, daun nipah, seng, semuanya berasal dari alam. Jadi pada perinsipnya manusia tergantung pada alam. Oleh karena itu manusia harus bijak dan pandai menjaga keseimbangan alam. Apabila manusia serakah dalam menggunakan dan memanfaatkan alam, akibatnya bencana besar kembali ditimpakan kepada manusia juga.


Bagaimana dengan berburu babi malangui, apakah memutus naluri kebinatangan babi ? ternyata tidak. Unik memang, tetapi ini alamiah, ini semua bagian dari rangkaian kehidupan di alam. Babi-babi tersebut tetap berusaha menyeberang ditempat yang sama. Walaupun kemarin ditempat itu sebagian dari babi-babi tersebut sudah ditangkap dan dibunuh disungai. Bekas manusia, bekas babi, darah babi dan lain-lain yang ada disungai tersapu bersih oleh arus air secara alamiah, otomatis tidak bisa diendus dan dibaui lagi oleh hidung babi yang memiliki ketajaman penciuman. Untuk diketahui disepanjang sungai ada ribuan bahkan puluhan ribu tempat babi malangui.

Ingin melihat langsung dan ikut menangkap bai malangui, datang saja ke Kabupaten Berau. Sepanjang sungai dipedalaman sungai Kelay dan sungai Segah setiap bulan, mulai bulan Agustus, September, Oktober, November, bahkan kadangkala bulan Desember dan Januari berburu babi malangui atau babi menyeberang sungai masih dilakukan. Hubungi mereka, datang langsung kekampung suku Dayak dan silahkan negosiasi untuk bersama mereka berburu babi menyeberang sungai. Jangan lupa puncaknya pada bulan September, Oktober dan November. Sedangkan ikan naik raja biasanya jatuh pada bulan Agustus setiap tahunnya.


Tanjung Redeb, Minggu 15 Pebruari 2015

ASAL NAMA KOTA TANJUNG REDEB



ASAL NAMA KOTA TANJUNG REDEB

Oleh : Saprudin Ithur

Tanjung berarti tanah atau daratan yang menjorok kelaut atau menjorok ketengah sungai. Contohnya Tanjung Mangkalihat, Tanjung Batu, Tanjung Bahe yang berada di tepi laut, tanah atau daratan yang luas menjorok kelaut. Tanjung Redeb, Tanjung Selor misalnya, tanjung yang berada dalam sungai, tanah atau daratan yang menjorok dalam sungai.
Tanjung Redeb adalah tanjung hasil belahan dari satu sungai, yaitu sungai Berau atau Kuran yang membelah menjadi dua, atau sungai Berau bercabang dua. Dari sungai Berau bercabang dua tersebut menjadi sungai Segah dan sungai Kelay. Ujung awal dimualinya sungai membelah, atau daratan yang menjorok diapit dua sungai membentuk Tanjung, yang kemudian hari dikenal  dengan nama Tanjung Redeb.
Kenapa Tanjung Redeb ?
Tanjung sudah dibahas diatas, sedangkan kata Redeb kita bahas sekarang. Redeb berasal dari nama pohon, yaitu pohon Dadap atau dikenal juga dengan pohon Raddab dalam bahasa Banua (Berau). Pohon Raddab itu tumbuh subur diujung Tanjung, tinggi dan besar, waktu musim berbunga, pohon raddab berbunga lebat sampai menutupi semua daunnya yang berwarna hijau. Bunga pohon raddab berwarna merah. Dilihat dari tengah sungai bunga merah itu indah sekali.
Pada masa lalu masyarakat Berau belum mengenal kendaraan darat seperti sepeda, motor, maupun mobil. Mereka hanya mengenal perahu,  jadi perahu adalah alat transportasi satu-satunya yang paling modern pada masa itu, perahu yang diberi kain layar disebutnya perahu layar. Lalu lalang perahu di sungai Berau, ada yang masuk menyusuri sungai Kelay atau masuk menyusuri sungai Segah, bunga dadap atau raddab  yang tumbuh diujung tanjung itu terlihat indah sekali. Maka tanjung yang semula belum punya nama itu disebut mereka dengan Tanjung Raddab, Tanjung yang ada pohon Raddab-nya.
Bahasa Berau Tanya : “Andai mana dangkita”  jawab :”andai Tanjung” Tanya : “Tanjung apa” jawab : “Tanjung Raddab”
Dengan berjalannya waktu, setelah merdeka mulailah berdatangan suku bangsa lain ke Tanjung Raddab. Petugas pemerintah seperti guru, polisi, tentara, pengadilan, kejaksaan, bahkan Bupati berganti-ganti. Mereka yang datang pada umumnya mengganti hurup “a” pada kata Raddab menjadi hurup “e” dan mengurangi “d” yang dobel menjadi satu”d” saja. Karena para pendatang menganggap kata Raddab itu adalah bahasa asli Banua (Barrau) yang sebenarnya adalah Redeb. Sepengetahuan mereka orang Banua tidak bisa menyebut hurup “e”, hurup “e” menjadi “a” dalam bahasa Banua.  Maka berubahlah kata Raddab itu menjadi Redeb. Beberapa kali pergantian pejabat Bupati sepakat kata Raddab berubah menjadi Redeb dalam bahasa Indonesia. Akhirnya semua instansi yang ada di kota Tanjung Redeb sepakat  menyebut kota Tanjung Redeb sampai saat ini.
Ternyata pemahaman diatas adalah pemahaman yang keliru, benar-benar keliru. Pohon tersebut namanya adalah pohon Dadap, dalam bahasa Banua (Berau) disebut dengan Pohon Raddab, seharusnya tidak boleh dirubah atau di Indonesia-kan, dengan demikian maka atomanis merubah arti dan makna sebenarnya yang terkandung dalam kata Raddab tersebut.
Oleh karena itu seharusnya segera dikembalikan nama asli kota Tanjung Redeb tersebut menjadi Kota Tanjung Raddab, yang berasal dari kata Pohon Dadap atau pohon Raddab. Karena  sampai saat ini belum ditemukan arti kata Redeb sebenarnya, kecuali berasal dari kata Raddab.  

Kepala Bidang Kebudayaan
Disbudpar Berau.

Senin, 20 April 2015

NASKAH PANGGUNG "PANGADAKAN" CERITA DARI PERSEMBAHAN SAMBALIUNG



Naskah panggung

PANGADAKAN

SEBUAH RITUAL PERSEMBAHAN KERATON SAMBALIUNG



Oleh: SAPRUDIN ITHUR


P r a k a t a

T
anjung berdiri sejak tahun seribu delapan ratusan di sungai Gayam anak sungai Kelay, yang dipelopori oleh Raja Alam. Beberapa tahun kemudian Raja Alam ditangkap Belanda, karena tidak mau tunduk dengan Pemerintahan Hindia Belanda.
Perang pada saat itu tidak bisa dihindari. Pasukan Raja Alam dibantu pasukan laut Bugis  dan Suluk dengan gigih melawan dan mempertahankan wilayah kekuasaannya. Perang terjadi di antara Tanjung Mangkalihat dan Muara Lungsuran Naga. Terutama dilaut Batu Putih dan daratan Dumaring, namun akhirnya pasukan Raja Alam dapat dipukul mundur oleh Armada Laut Hindia Belanda yang bersenjatakan meriam, pistol, dan senapan laras panjang yang dikirim dari Makassar. Raja alam dibuang ke Makassar.
Pada  24 Juli 1837 Raja Alam dibebaskan dan kembali ke Berau. Raja Alam diantar beberapa orang tokoh Bugis yang kemudian sebagian menetap di Berau ( Kampung Bugis ) dan sebagian lainnya pulang kembali ke Salebes.
Anak Cucu Raja Alam ada yang menetap di Kampung Dumaring Kecamatan Talisayan dan Sambaliung sampai sekarang. Di Sambaliung Sultan Kaharuddin mendirikan Keraton sebagai tempat pusat pemerintahan Sultan Sambaliung.
Bagaimana dengan acara ritual. Acara Ritual  persembahan kepada sahabat  Sultan Sambaliung di Gunung Pangadakan dilaksanakan setiap tahun oleh Sultan Muhammad Aminuddin ( 1920-1958 ). Gunung Pangadakan pada masa itu menjadi tempat bersemayamnya makhluk gaib sahabat sultan yang sangat dikenal dikalangan masyarakat Berau dengan nama si Garutu. Sebelum Sultan Muhammad Aminuddin memerintah, acara ritual tersebut belum dilaksanakan dan setelah Beliau wafat acara tersebut tidak dilaksanakan lagi.
Acara ritual persembahan ke Gunung Pangadakan itu bagian dari tradisi lama. Budaya yang dulu pernah dilaksanakan di Sambaliung, dimana diketahui nuansanya sarat dan dipengaruhi oleh budaya Bugis.
Melihat hubungan budaya antara Salebes dengan Borneo, penulis tertarik untuk menyusun dan menulis sebuah naskah drama dengan judul “PANGADAKAN” didalam ceriteranya mengandung nilai budaya, sepiritual, keyakinan, pengorbanan, tanggung jawab, dan nilai mistis.  Setelah banyak mendapat informasi dari berbagai pihak termasuk beberapa orang Datuk keturunan Sultan terakhir. Tentu dengan niat yang tulus agar nilai-nilai budaya masa lalu tetap masih bisa dipertahankan atau setidaknya dapat dibaca dan dipentaskan / dipertunjukkan kepada anak-anak dikemudian hari.
Penulis mengharapkan semoga naskah ini ada manfaatnya bagi para pembaca yang budiman, dan dapat dipentaskan oleh para seniman Teater di Kalimantan Timur atau di luar Kalimantan Timur dengan berdialog seperti naskah ini atau tidak berdialog dengan alur ceritera seperti naskah.
Tentu kritik dan saran untuk perbaikan naskah ini sangat kami harapakan. Terima kasih.

Tanjung Redeb
Kota Sanggam, 7 Oktober 2004

Penulis

SINOPSIS

Persahabatan Kesultanan Sambaliung sudah lama terjalin dengan kesultanan Bugis. Persahatan dua kesultanan itu tidak hanya terjadi kawin mawin, tetapi sampai pertukaran budaya. Dibuktikan dengan tulisan Lontara sampai hari ini masih menghiasi gapura halaman Keraton Sambaliung. Tulisan lontara itu dipahat di batang kayu ulin yang berukuran kurang lebih 45x45 cm dengan tinggi 3 (tiga) meter.

Dahulunya di kesultanan Sambaliung belum pernah dilaksanakan acara memberi makan makhluk gaib, kemudian hari ada pelaksanaan ritual memberi makan makhluk gaib di Gunung Pangandakan. Makhluk gaib yang sangat popular dikalangan Keraton dan masyarakat Sambaliung adalah si Garutu. Garutu adalah makhluk gaib yang sangat besar, apabila nampak besar tangannya saja dapat menutupi keraton Sambaliung, dengan demikian maka besar tubuhnya bisa dibayangkan sebesar apa.

Si Garutu adalah sahabat Sultan, oleh karena itu sebagai sahabat ada kewajiban untuk memberi makan. Setahun sekali pelaksanaan ritual memberi makan si Garutu harus dilaksanakan, kalau tidak dilaksakan akibatnya bisa sangat fatal bagi keraton, kerabat keraton, atau masyarakat Sambaliung.

Persiapan ritual dilakukan di Keraton atas restu Sultan. Membuat Puncak Rasul dan ancak yang berisi beberapa jenis makanan. Selanjutnya menunjuk orang-orang pilihan untuk melaksanakan melakukan persembahan kegunung Pangandakan, orang yang ditunjuk adalah orang-orang yang bertanggung jawab.

Setelah persiapan sudah lengkap, maka berangkatlah rombongan itu dengan diiringi music gong dan gendang. Sampai ditempat tujuan, puncak rasul diletakkan baik-baik, ancak digantung dengan baik. saat music telah berhenti salah seorang sebagai ketua rombongan persembahan menyampaikan segala hal ikhwal persembahan yang diberikan kepada si Garutu. Tak lama kemudian dating angin semakin lama semakin kencang tanda persembahan diterima. Saat itulah rombongan yang setia kepada sultan itu harus bergerak cepat….lariiii…semuanya beranjak dari tempat itu dan berlari secepatnya. Kalau tidak lari dengan cepat meninggal lokasi persembahan bisa sekalian dimakan oleh si Garutu, makhluk gaib yang sangat besar itu. Karena sudah dipersiapkan sedemikian rupa, berlaripun serempak, rombongan semua selamat kembali kekeraton.

Malam harinya persembahan dilanjutkan lagi oleh Sultan langsung, ritual dilakukan sendiri oleh Sultan didamping oleh para tokoh wanita tua yang sudah biasa melakukan ritual semacam itu. Ketika  Garutu dating keratin terasa bergoyang seperti ada gempa bumi (lindur). Bukti persembahan dan persahabatan diterima, nasi ketan yang sudah dibentuk seperti gunung bundar diatasnya yang disebut puncak rasul terlihat belah-belah. Bukti tersebut disaksikan sendiri oleh Sultan. Kewajiban si Garutu menjaga keamanan Keraton dari serangan dari udara dan serangan yang tidak terlihat oleh mata atau serangan gaib.


Synopsis dibuat pada hari Sabtu 29 Nopember 2014

 

































PARA PELAKU


1.      U S M A N
2.      A  L  I
3.      I N N I   T U A
4.      D A Y A N G   S A T U
5.      D A Y A N G   D U A
6.      P E N A B U H   G E N D A N G
7.      P E M U K U L   G O N G
8.      P E N I U P   S E R U N A I

9.      PENATA LAMPU

10.  PENATA PANGGUNG

11.  S U T R A D A R A

12.  PROFERTY






Musik terdengar sayup-sayup, kemudian semakin keras dan pelan lagi, suasana langit mendung, disudut - sudut muncul warna kemerahan terhalang awan. Musik terus naik turun, keras, pelan.

1. Usman    : Puncak rasul talla siapkah ?
2. Ali           : Talla Baliau….. talla dua biji
                     Inni Tua talla manyiapkan
3. Usman  : Baik, ……. Talamnya talla mu alau ndai lamari balakang
4. Ali           : Talla baliau,……….talla ndai antai
                     Pukuknya biris baliau
5. Usman : Biris-biris…… amun ada anu kaluppanmu, baniapa. Kau dampa jadi tumbalnya?
6. Ali           : Jangan damitu baliau………… mati kita.
7. Usman : Justru attu jangan pukuknya biris - pukunya biris, tapi kanyataannya ndada biris.
8. Ali           : Biris baliau.
9.Usman    : Biris sunggu,…….. bawa kamai,…puncak rasul dangngan kalangkang anu   talla  musiapkanah
10. Ali         : Inni Tua…Baliau..( andak mangiau )……Innn  !!!
11. Usman: ( menyela ) Ali aku cada manyurumu   riau-riau... Sana! sana kau!
12. Ali           : ( menutup sungut )   au’ baliau
                     (bajalan… kamudian kaluar membawa puncak rasul )
                     Mutaru Inni Tua, jalannya di sana
( Dua buah puncak rasul yang telah diletakkan masing-masing  di dalam tabbak berkaki dan kalangkang terbuat dari anyaman bambu bertali diisi empat macam ketan berwarna merah, putih, kuning, hitam, dan ayam panggang beserta bubur putih dan merah ).
13.Usman   : ( memeriksa satu persatu )
Puncak rasul…….. puncak rasul…… kalangkang. Lakattan puti,……lakattan ittam… mira………. Kuning…
Inni Tua cuba mu jallaskan kadiaku lakattan warna-warni attu, supaya aku cada tasala waktu manyampaikan parsambaan ini di gunung pangadakan.
14.Inni Tua : Tantunya Amma Usman talla paam dan tau.
Satiap taun Sultan manyampaikan parsambaan nyami ini ka Gunung Pangadakan.
15.Usman   : Ya..ya..ya..aku talla tau
16. Ali         : Yah… kami talla tau Inni
17. Usman  : Lain attu maksudku….aku ini karrap kaluppan
18.Inni Tua : Baik Amma Usman.
Lakattan kuning ini rattinya pangganti sumsum anu di dirinta.
19. Ali         : Diri siapa Inni?
20.Inni Tua : Diri kita…..ya.. Diri Sultan anu punya hajat
21.Ali,Usman : ( manggut-manggut saling tatap )Lakattan ittam?
22.Inni Tua : Lakattan ittam attu sabagai pangganti badan atau
dagingnta
23. Ali     :     Lakattan mira pangganti dara anu di badannta, damitukan Inni.
24.Inni Tua : Na….bujur attu, gai
25.Usman : Saddangkan anu puti…. Aku talla ingat…sabagai pangganti tullang anu di diri

26.Inni Tua: ( mengangguk )
Lakattan ampat warna attu adalah pangganti atau sabagai simbul  masing-masing bagian badanta ini.
Ia attu punya arti dan makna anu sangat   
mandalam dan mandasar.
27. Ali     : Baliau, amun ndada sala di acara pangubatan dan mandirikan ruma juga ndada katinggalan   Kalangkang damitu.
28.Inni Tua : ( tersenyum hambar – mengiyakan )
29.Usman : Lamun upacara damitu, sajjak dulu aku talla  tau Ali.
                     ndada parlu mubarritau.
30. Ali       : Maksudku lain mambaritau baliau, tapi mangingatkan …   kalau-kalau baliau lupa waktu manyampaikan.
31. Usman  : Manyampaikan apa  ?
32. Ali         : Manyampaikan kalangkang
33. Usman  : Kalangkang….. kamana ?
34. Ali         : Kagunung Pangadakan
35.Usman     : Kita mambicarakan parsambaan ka Gunung Pangadakan.
Kau babicara masala kalangkang pangobatan dan mandirikan ruma. Cadada hubungannya. Ali… kau ini sambarangan saja
36. Ali         : Aduh…. Aku sambarangankah
37.Inni Tua : Ali mu panggil pamusiknya
Ntai aku maliat diurang talla basiap-siap,  mataari talla tinggallam
38. Ali         : Siap Inni…..sakarang Inni…
39.Inni Tua : ( mengangguk )
40.Usman   : Au sakarang,  mukira jampaikah?
41. Ali         : Ya, ya..
42.Inni Tua: Usman, kau harus sunggu-sunggu siap dan cakatan,  jangan     sampai    tarjadi  nyami   babarapa taun lalu……….
Waktu attu ada salah satu andai rumbungan pangantar parsambaan anu talambat balari maninggalkan jalan parsambahan di sumur gunung Pangadakan, akibatnya harus manjadi tumbal dimakan jin Pangadakan.
Si Utui maninggal jadi kurban tumbal parsambaan taunan.
43.Usman   : Aku jua marasa was-was Inni.
Aku ditugaskan Sultan manjadi katua rumbungan parsambahan ini lagi.
44.Inni Tua : Itu Kaparcayaan Sultan anu dibarrikan…….
Tugas mulia attu harus kau jaga…..kau laksanakan dangngan baik dan  bartanggung jawab.
Walaupun harus mangurbankan nyawa sakalipun…. Tugas ini tugas mulia Usman.
45.Usman : Aku tahu Inni,…. Dan….. pangalaman babarapa taun lalu sangat mangiris parasaan dan ati sanubaringku.
Yach, aku baharap taun ini jangan sampai ta – ulang paristiwa anu sangat manganaskan attu.
46.Inni Tua: Aku ingatkan lagi Usman,…. Amun kau talla sampai dijalan parsambaan mumainkan musik dulu babarapa waktu, jangan jua bakaya lawasnya. Na…amun musik talla diam……….
Mudangngarkan suara alam anu gemirisik, mupusatkan kaparais pikkiran dan parhatianmu dangngan kata-kata anu kandia mu uccapkan…… kamudian mutaru puncak rasul diatas daun pisang anu talla musiapkan ndai sini.
Gantung dua kalangkang attu……….. na…satalah attu jangan dangkita tunggu-tunggu lagi, langsung saja kaparais rumbungan balari sacappatnya maninggalkan jalan attu.
Harus mu ingat bah sabagai katua rumbungan, jangan sampai ada    anu   katinggallan….. lari saja dangkita.
Amun dangkita talla baniang ka gunung anu sabuting. Baru dangkita dapai mangambil napas panjang.
Rattinya pakarajjaan dangkita talla biris dan salamat dangkita mulang karuma.
47. Usman  : Au Inni tarima kasi bah kau mangingatkan……..Inni kau
  lumpai juakah dalam rumbungan hari ini
48.Inni Tua : Aku talla tua gai, aku talla maminta ijjin dangngan Sultan.
                     Aku talla cada kuat lagi Amma Usman
49.Usman   : Syukurlah amun damitu Inni.
50.              :  ( Ali, Dayang dan penabuh musik masuk )
51.Inni Tua : Dangkita kaparais talla siapkah?
52.Semua  : Talla Inni
53.Inni Tua : Tugas mulia ini harus dangkita laksanakan dangngan  
 baik.
 Parsambaan ini sakaligus mangubati dan manguatkan saluruh wilayah kasultanan Sambaliung dangngan kampung-kampung dibawah kakuasaan Sultan.
Kita kaparais mamuhun kapada Tuhan Panguasa Alam Samista ini mambarkati, salama sataun akan datang cada tarjadi sasuatu apapun atau panyakit anu babahaya mancalakai…..manyarrang rakyat di kasultanan Sambaliung.
54.Semua  : Tarrima kasi Inni.
55. Usman  : Mari kita basiap-siap.
Amma-amma, Inda-inda kaparais anu hadir dijalan ini kami rumbungan sagarra manuju Gunung Pangadakan, kami mamuhun dua restu kaparai nu hadir agar kami mulang dangngan salamat.
Kaparais dangkita anu tarmasuk dalam rumbungan, Sultan bapassan “Laksanakanlah tugas ini dangngan iklas dan tulus, jaukan ndai prasangka buruk, niat cada baik, barsihkan ati dangngan satu tujuan mangantarkan parsambaan sampai ka Pangadakan dan mulang dangngan selamat. Dua rastu Sultan yang mulia manyartai rumbungan……..”
Dangkita mainkan musik attu…………. Kita sigra barangkat.

56.                : ( Gendang dan gong bertautan diselingi tiupan serunai yang mendayu-dayu. Puncak rasul di bawa oleh Usman dan Ali, dibelakangnya dua orang dayang membawa masing-masing satu kalangkang. Dibelakangnya panabuh musik. Berjalan pelan-pelan dengan langkah dan gerak yang sama mengikuti irama. Turun naik beberapa gunung mendekati tempat persembahan. Perasaan was-was dan takut mulai berkecamuk sesampainya dilokasi, musik semakin kencang membelah hutan dan gunung-gunung. Musik keras itu agar didengar Jin digunung dan hutan itu.
Kemudian suara gemerasak daun-daun semakin kencang mendekati bersamaan dengan hembusan angin dan asap tipis menyelimuti. Artinya jin sudah hadir, musik berhenti.)

57. Usman  : ( manaru puncak rasul diatas daun pisang )
58. Ali         : ( Lumpai jua )
59.Usman,aLI: ( mangalau Kalangkang mangikat di batang kayu )
60. Semua : ( dudduk )
61. Usman  : ( talla tannang kaparais )
Puan si Garutu, Puan si Garutu, Puan Si Garutu panguasa gunung dan uttan pangadakan kami datang lagi mamanui janji. Kami datang mambawa sekaligus manyampaikan parsambaan, tardiri dari dua buah   puncak rasul anu digawai ndai lakattan puti, mira, kuning, ijjau dan dua buah Kalangkang anu baisi bubur puti  dangngan bubur mira anu rassanya manis sunggu, dangngan ayam panggang kadampa puan dan kalangkang anu isinya lakattan mira, puti, kuning, ittam, sabagai pangganti diri kami kaparais. Nikmatilah dangngan laap parsambaan anu kami barrikan ini.
Muhun mu salamatkan, jauhkan dari mara bahaya, karussakan, dan panyakit. Taun kandai kami datang lagi mambawakan parsambaan anu sama untuk puan.
Sambut dan tarerimalah apa-apa anu kami sampaikan ini, malam kandia parsambaan kami lanjutkan di Keraton, langsung dipimpin ulih Sultan.          
Tarrima kasih puan.
Puan kami muhun parmisi.
( angin kencang menggoyang daun dan dahan-dahan, petir beberapa kali menyambar )

62. Semua : Lariiiii…..lariiii…….!!!!!
63.Usman  : Ayo cappat lari dayang-dayang, jangan sampai tapisa ndai rumbungan
64.Dayang I: Au baliau ( tersengal-sengal )
65. Panabuh gong      : Ali mu tulung aku
66.Gendang                 : ( labu taguling…ditinggalkan )
67. Semua : (masih berlari dengan cepat walau terengah-engah)
68.Semua   : (setelah berlari cukup jauh dan sudah dianggap aman,  
  mereka beristirahat kelelahan)
    ….diam ditempat dengan gaya yang berbeda diam
    beberapa detik. Selamat dan semua ribut bergantian
  mengucap syukur….saling tatap dan tersenyum….. 
  lagi mengucap syukur.



S e l e s a i