PERJALANAN MENUJU GUA LUNGUN
DI PEGUNUNGAN NYAPA
SAPRUDIN ITHUR
A. GUA PETAU
Pesawat yang
siap membawa wisatawan dari Balikpapan menuju Berau antara lain Pesawat Garuda,
Lion/Wing air, Sriwijaya, dan Kalstar, sampai di Bandara Kalimarau Berau. Dari
kota Tanjung Redeb Kabupaten Berau menuju Kampung Long Lanuk Kecamatan
Sambaliung dengan naik kendaraan melintasi Teluk Bayur, Kampung Labanan,
Kampung Tumbit Melayu, Kampung Tumbit Dayak. Jarak dari kota Tanjung Redeb
tidak kurang dari enam puluh kilometer, berkendaraan darat ditempuh satu jam
sampai dua jam, tergantung kecepatan dan cuaca diperjalanan. Sampai dipendopo
selamat datang kampung Long Lanuk. Dari sana dilanjutkan dengan naik perahu
bermesin ketinting menyusuri sungai Kelay selama satu jam, perahu bisa
ditumpangi empat sampai enam orang, maka sampailah di tepi gunung kars Nyapa.
Tepi gunung kars itu menjorok sampai masuk kedalam sungai kelay. Gunung kars
yang menjorok itu membuat pemandangan tepi sungai menjadi indah. Gunung kars
yang masuk kesungai Kelay itu, dibagian
atasnya seperti terbelah-belah berbentuk garis fertikal. Disana ada lubang
membentuk gua tempat burung wallet keluar masuk membuat sarang.
Dari sana
pengunjung harus berjalan kaki. Harus kuat lho…karena langsung memanjat gunung
yang cukup terjal dengan batu-batu yang licin dan tajam. Pengunjung sebaiknya
menggunakan sepatu karet yang ada giginya seperti sepatu bola, sepatu tersebut
kuat, tidak licin, dan tidak mudah robek. Sepanjang perjalanan baik waktu
memanjat maupun turun harus pakai tali dan berpegangan tali serta didampingi dua orang pemandu yang paham dengan
situasi dan kondisi menuju gua Lungun. Direkomendasikan menggunakan pemandu
masyarakat Kampung Long Lanuk yang paham dengan situasi dan kondisi pegunungan
Nyapa, yang biasa mendapingi atas nama Romanus dan Sulaiman.
Sampai dimuara
gua Petau langsung disuguhi dengan suasana yang berbeda. Aroma bau spesial gua
sudah tercium menyengat dari luar, suara kelelawar yang merasa terganggu oleh
kedatangan kami semakin riuh, sepertinya siap-siap untuk terbang meninggalkan
tempatnya. Dari muara gua sudah terlihat tiang-tiang kayu ulin yang masih
berdiri, miring kesana kemari tidak beraturan, dan sebagian lagi sudah rebah.
Sisa tiang-tiang itu adalah bekas tiang atau tongkat rumah-rumah untuk
menempatkan peti mayat yang disebut orang Dayak Ga’ai Kuung. Masing-masing rumah
kecil dalam gua yang disebut mereka Bleah itu dimasukkan satu atau dua peti
mayat, Kuung. Karena sudah lapuk dan sebagian runtuh, peti mayatpun
bergelimpangan bersama reruntuhan kayu lainnya. Disetiap peti mayat ada benda
yang ditingggalkan berupa guci, botol, panci, tempat ludah menginang
(palujaan), parang, Mandau, gudam, baju, tombak dan lain-lain.
Gua Lungun, Gua
Petau dapat dimasuki sejauh lima puluh meter, semakin kedalam semakin gelap.
Oleh karena itu masuk kedalam gua harus menggunakan penerangan yang bagus dan
baik seperti senter atau lampu lainnya. Kalau tidak, maka tidak bisa masuk
dalam gua yang gelap gulita tersebut. Di langit-langit gua Petau disarangi
ribuan kelelawar yang bergelantungan, kotoran kelelawar menumpuk didasar gua,
masuk kerumah tempat menyimpan peti mayat yang disebut Dayak Ga’ai dengan Bleah
itu, kotoran kelelawar memenuhi peti mayat atau Kuung.
Dibeberapa sudut
dalam gua Petau, sebagian besar Bleah masih utuh, demikian juga dengan Kuung
masih terlihat utuh. Berbeda dengan dibagian muara tadi, Bleah dan Kuung pada
umumnya sudah rusak dan runtuh dimakan usia, sedangkan peti mayat (Kuung)
sebagian sudah hancur dan rusak dimakan waktu. Didasar gua yang dilapisi
kotoran kelelawar, diantara tumpukan balok dan papan runtuhan kuung dan bleah
banyak terlihat barang-barang yang usianya cukup tua sebagai Benda Cagar
Budaya, sebagian terhambur tidak beraturan, sebagian lagi berserakan saling
berdekatan. Suara-suara yang aneh kadang terdengar disela-sela suara kepakan
sayap kelelawar. Aku yakin suara itu adalah suara makhluk kasat mata yang mendiami gua Petau bersama
lima puluhan makam lungun yang ada disana.
Setelah masuk
dalam gua Petau yang penuh dengan misteri pemakaman itu, pengujung boleh masuk
ke gua lain yang tidak jauh dari gua Petau yaitu Gua Lebo’. Untuk sampai
kemuara gua Lebo harus bergelantungan dengan tali dan harus dibantu pemandu
bagi pemanjat pemula. Dalam Gua Lebo’ sama gelap gulita, guanya sangat indah
dan eksotik. Lubang gua hanya bisa dimasuki sampai sepuluh meter, selanjutnya
lubang gua langsung menukik kebawah tegak lurus. Dasarnya langsung turun terjal
kebawah sedalam dua ratus meter lebih. Didasar gua Lebo’ ada sungai dengan air
yang mengalir. Disekitar sungai itu banyak sarang wallet putih, sedangkan
dibagian luar dekat muara banyak sarang wallet hitam yang disebut sarang lumut.
Untuk masuk dan turun kedasar gua yang dalamnya lebih dua ratus meter itu harus
yang sudah berpengalaman panjat tebing atau yang sudah biasa memanjat sarang
wallet digua-gua yang ekstrim. Didalam gua yang air mengalir didalamnya itu
sangat indah dan menakjubkan. Bisa turun kesana saja sudah luar biasa, apalagi
bisa berjalan dan berenang…waw…lebih luar biasa. Jaminan keamanan dan
keselamatan bagi wisatawan yang turun kedalam gua Lebo’ harus benar-benar
diperhitungkan, karena turun harus diulur dengan tali dan naik harus ditarik
dengan tali.
Selain
perjalanan menuju gua Lungun, pengunjung juga bisa menikmati keindahan alam
pegunungan kars Gunung Nyapa yang sangat indah dan masih perawan. Traveling
menyususri punggung gunung Nyapa sambil menikmati keindahan alam, dengan berbagai jenis pohon, berbagai jenis tumbuhan dibatu,
berbagai jenis anggrek, berbagai jenis tumbuhan keladi, berbagai jenis tumbuhan
pakis, berbagai jenis tumbuhan merambat. Masih ada lagi, dipegunungan Nyapa
juga tempat hidup dan berkembangnya puluhan jenis primata, tempat hidup dan
berkembangnya puluhan jenis binatang melata, berbagai jenis tupai pohon dan
tupai tanah, tempat hidup dan berkembangnya puluhan jenis unggas, pelanduk
(kancil), kijang, Payau (rusa), banteng, rimaung daan (macan dahan), kucing
hutan, kukang, beruang, dan ayam hutan.
Biaya perjalanan
menggunakan mobil terhitung satu hari Rp. 1.000.000, dilanjutkan dengan naik
perahu ketinting biaya Rp 300.000 bisa naik empat orang, dan pemandu Rp.
100.000 per-orang. Berangkat pagi dari kota Tanjung Redeb, kembali menjelang
matahari terbenam. Malamnya sudah ada dikota Tanjung Redeb kembali.
Berau dengan
sejuta pesona dan sejuta keindahan. Ayo tamasya ke Kabupaten Berau, jalan-jalan
ke Gua Petau dan gua Lebo’ di Gunung Nyapa.
B. GUA PESAI SENGUK DI GUNUNG
LONG DEM
Batu karts (pegunungan batu kapur) di
pegunungan Nyapa sangat eksotis, luar biasa dan menakjubkan. Ketinggian
gunungnya juga boleh bersaing, sampai 1.500 meter diatas permukaan laut.
Ditambah dengan berbagai tantangan yang harus dilintasi, dengan terengan gunung
sangat terjal, curam dengan batu-batu yang sangat tajam dan putus-putus. Tetapi
ini adalah sebuah tantangan bagi penyuka daerah ketinggian dan ekstrim, yang
harus didaki dan harus di capai. Begitu mencapai tujuan lelah, capek ketika
mendaki hilang seketika.
Salah satu gunung dipegunungan Nyapa
Kampung Long Lanuk Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau adalah gunung Long Dem.
Menuju Gunung Long Dem dari kota Tanjung Redeb ditempuh selama 1 jam dengan
menggunakan mobil, dari kampung Long Lanuk menuju gunung Long Dem dtempuh
selama 45 menit dengan menggunakan perahu bermesin ketinting. Gunung Long Dem
berada masih dihilir gunung Batu Belah yang menjorok kesungai Kelay, 20 menit
lagi baru sampai disana. Kaki gunung Long Dem tidak jauh dari tepi sungai
Kelay. Waw ketika mendaki, mulai dari tepi sungai Kelay samap kepuncak hutannya
benar-benar masih perawan. Hutannya masih lebat, rapat dengan hiasan pohon-pohon
besar yang menjulang tinggi, tanpa basa basi langsung mendaki. Daerah itu
sangat bagus untuk obyek pengambilan gambar dan berfoto di alam terbuka bagi
fotografer profesional.
Memanjat digunung Long Dem selama 1
jam 15 menit sudah sampai di muara gua PESAI SENGUK. gua tempat pemakaman
manusia tempo dulu sekisar 100 sampai 400 tahun yang lalu. Di gua Pesai Senguk
masih meninggalkan rumah-rumah tempat meletakkan peti mati yang disebut orang
Dayak Ga'ai dengan Bleah, dan masih meninggalkan peti mati atau peti mayat yang
dikenal dengan nama Kuung, serta banyak meninggalkn perkakas pertukangan,
dayung atau Pesai, dan banyak peralatan lain seperti pecahan guci, pecahan
botol, peralatan tempat penginangan, beberapa jenis kuningan, dan yang paling
seram masih ada beberapa tengkorak kepala dan tulang paha manusia tersisa yang
belum hancur dimakan waktu.
Bleah dan Kuung yang terbuat dari
kayu ulin masih terlihat utuh, sedangkan Kuung yang terbuat dari kayu biasa
sebagian besar sudah lapuk dimakan usia. Pada ujung Kuung ada ukiran seperti
manusia menempel menyatu dengan Kuung bermotif binatang seperti monyet,
uat-uat, dan naga, namanya Tiang Keeh. Tiang Keeh berfungsi untuk membawa roh
mereka naik keatas. Itu semua adalah lambang atau symbol orang yang berpengaruh
dan punya jabatan dikampung pada masa itu. Setelah roh sampai diatas menyatu
dengan para Dewa sang pencipta.
Nama Gua Pesai Senguk berasal dari
kata Pesai artinya Dayung, dan Senguk artinya Ukiran. Jadi Pesai Senguk
dimaknai sebagai Dayung Ber-ukir. Dayung berukir itu diletakkan di muara gua,
sebagai penunggu muara gua. Oleh karena itu nama Guanya adalah Gua Pesai
Senguk.
Muara Gua Pesai Senguk tidak lebar,
masuk harus merunduk, bagi yang berbadan sedikit besar harus merangkak seperti
bayi dan harus hati-hati. Dilangit-langit muara gua ada stalaknid yang
menjuntai menjulur seperti lidah, menutup gua. Sedikit masuk kedalam kita harus
merangkak dibawah Bleah yang terbuat dari ulin, diatas bleah itu diletakkan
Kuung atau peti mayat. Setelah masuk sepuluh meter kedalam gua, gua lebih luas,
ruang gua lebih lebar, beberapa orang ditempat itu bisa berdiri tegak. Didalam
gua itu tidak kurang ada 10 makam lungun, sebelum rusak makam lungun tersebut
tersusun dengan rapi dari dalam sampai dimuara gua.
Gua Pesai Senguk adalah salah satu
gua yang sempit dan kecil. Muara gua tidak tampak dari kejauhan, hanya
sebongkah batu besar yang terlihat dengan jelas dari kejauhan. Dibawah
bongkahan batu besar itulah muara gua Pesai Senguk berada. Yang mengagumkan dan
diluar nalar manusia biasa adalah waktu mereka melakukan pemakaman diketinggian
lebih 500 meter, didalam gua yang sempit, jauh, berada digunung, batu tajam,
terjal, dan hutan belantara itu. Membawa balok ulin ukuran 5 x 10 centi meter
panjang 1 sampai 2 meter dan papan ulin 3 x 23 centi meter panjang 2 meter yang
dijadikan bahan untuk membuat rumah-rumah untuk meletakkan Kuung, kemudian
mengangkut Kuung yang terbuat dari batang ulin yang ditatah dan dilubangi
seperti membuat perahu kano, beratnya mencapai seratus sampai dua ratus kilogram, dilanjutkan dengan mengangkut mayat
yang sudah terbujur kaku kedalam gua, pasti dilakukan oleh orang-orang ahli dan
berpengalaman, dilakukan banyak orang
dan ber hari-hari.
Selama ratusan tahun masyarakat Dayak
tidak berani masuk kedalam gua makam Lungun, menurut kepercayaan mereka sangat
tabu, tidak boleh sembarangan. Karena makam lungun adalah makam para Raja, para
tokoh, para orang kaya, dan orang terhormat. Makam lungun adalah makam para
leluhur suku Dayak yang sangat dihormati. Orang biasa tidak dimakamkan disana,
di gua, digunung yang sangat tinggi dan sulit dicapai, tetapi ditempat-tempat
biasa atau ditanah.
Yang sangat menyedihkan adalah
banyaknya tangan jahil dan pencuri barang antik pada decade tahun 80-an sampai
tahun 90-an, mereka merusak, membalik Kuung, merobohkan bangunan Bleah, mengambil barang para leluhur didalam Kuung,
mengambil tengkorat manusia, rambut dan lain-lain. Untunglah masih ada yang
tersisa, walaupun tidak banyak lagi. Kita doakan saja mereka para pencuri
tersebut semoga dilaknak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah merusak dan
mencuri barang peninggalan, dan tengkorak mayat didalam Lungun tersebut. Para
pencuri itu tidak sedikitpun ada rasa hormat atau menghormati makam para leluhur yang ada di
liang, gua dan lain-lain. Kalau mereka tidak mencurinya, tentu sampai saat ini
masih dapat kita saksikan seluruh isi gua Makam Lungun beserta barang-barang
antiknya. Para penjarah dan pencuri itu adalah orang dari luar kampung, untuk
kepentingan sesaat, untuk mendapatkan uang yang tidak seberapa rela mengambil
dan merusak makam Lungun yang seharusnya diabadikan sepanjang jaman. Tempat itu
(Makam Lungun) bisa dijadikan tempat penelitian, penelusuran sejarah,
pembuktian kemajuan dunia pertukangan, kemajuan ekonomi, ilmu pengetahuan yang didukung dengan gunung karts yang
eksotik, dan hutan yang tumbuh di batu-batu karts.
Peninggalan yang tersisa harus kita
jaga bersama, kita rawat bersama, kita populerkan bersama. Kita juga bangga
memiliki Makam Lungun atau makam dalam gua nenek moyang tempo dulu. Apabila ada
pencurian lagi segera laporkan kepada yang berwajib dalam hal ini Polisi
Republik Indonesia, agar pelakunya dihukum seberat-beratnya karena sudah
melanggar Undang-Undang Republik Indonesia No 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya. Kampung Long Lanuk sebagai pemilik wilayah terdekat berkewajiban
menjaga dan melestarikan wilayah Pegunungan Nyapa sebaik mungkin dengan
didukung oleh seluruh masyarakat Kabupaten Berua.
Sejarah Berau membuktikn bahwa manusia
yang tinggal dan mendiami wilayah Berau sudah memiliki peradaban yang sangat
maju. Mendiami wilayah ini dengan peradaban yang sudah maju sejak 500 tahun
yang lalu, dibuktikan dengan penggunaan alat perkakas pertukangan yang mereka
miliki untuk membelah dan menatah (menarah) kayu ulin yang sangat kuat dan
keras. Dan melubangi balok-balok ulin itu untuk menyatukan rangkaian bentuk
rumah didalam gua yang sempit dan tinggi diatas gunung batu tajam dan terjal.
Belum ada bukti ditempat itu mereka menggunakan paku atau sejenisnya untuk
menyatukan rangkaian rumah Bleah tempat Kuung diletakkan.
Sebelum berdirinya kerajaan Berau
pada tahun 1400 atau sekitar 600 ratus tahun lalu dapat dipastikan ditepi-tepi
sungai Kelay dan tepi sungai Segah dan anak-anak sungainya sudah didiami
manusia yang kita kenal dengan suku Dayak, kemudian pada masa pemerintahan
kerajaan Sriwijaya (Melayu) menyebarkan orang-orangnya diseluruh wilayah
kekuasaan, termasuk diwilayah Berayu. Setelah Kerajaan Sriwijaya runtuh,
Orang-orang Melayu tersebut dikemudian hari mendirikan pemerintahan sendiri
yang merdeka dan berdaulat, termasuk mendirikan Kerajaan Berayu atau Kerajaan
Berau di sungai Lati dengan raja pertamanya Adji Soerya Natakesoema.
Peninggalan sejarah lainnya antara
lain Liang Petau atau Gua Petau masih dipegunungan Nyapa. Liang Petau
meninggalkan Lungun tidak kuran dari lima puluh makam. Gua yang panjangnya lima
puluh meter itu sangat luas dan indah, gua Petau di huni ribuan kelelawar yang
meninggalkan kotoran sangat tebal didasar gua. Selain itu peninggalan sejarah
yg lebih tua adalah Gambar Cadas, gambar telapak tangan dan gambar binatang
yang ditinggalkan manusia lebih 10.000 tahun yang lalu di gua Beloyot dan gua
Abu di Kampung Merabu Kecamatan Kelay Kabupaten Berau dan beberapa gua di
wilayah Bengalon Kabupaten Kutai Timur. Aku terus terang semakin mengenal
Kabupaten Berau lebih dalam, aku semakin cinta dengan daerah ini. Mari kita
berdoa dengan dibukanya Destinasi Wisata Sejarah Makam Lungun dipegunungan
Nyapa ini menjadikan masyarakat Berau semakin Bangga terhadap daerahnya dan
mampu mensejahterakan masyarakat sekitarnya. Amin…..
Ayo Tamasya Ke Kampung Long Lanuk,
menelusuri sungai Kelay sampai ke Gua Lungun di Gua Petau dan Gua Pesai Senguk
di Pegunungan Nyapa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar