FILOSOFI
BATU AKIK LAPIS BANUA
BATU
AKIK ASAL KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR
Oleh : Saprudin,
M. Si. Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar Berau
Berbicara
sejarah Berau dimulai dari manusia pertama yang mendiami kawasan karst sebelum
adanya kerajaan sampai adanya kerajaan sungguh sangat panjang. Perjalanan
sejarahnya sangat fenomenal dan diluar nalar berpikir manusia sekarang, bahkan
apabila dihubungkan dengan masa Nabi Nuh, sejarah Berau sudah dimulai. Sebagai
penulispun terperangah dan sangat terheran-heran, tetapi kenyataan sejarah
tidak bisa dipungkiri dengan adanya beberapa peninggalan di gua-gua karst yang
ada dipedalaman Berau.
Sejak
10.000-4.000 tahun yang lalu manusia purba sudah mendiami wilayah karst dan
gua-gua yang ada disekitar Merabu sampai didaerah Bengalon, dibuktikan dengan
peninggalan gambar batu cadas berbentuk telapak tangan dan beberapa jenis
binatang di gua Beloyot, gua Abu dan beberapa gua lain ada disekitar Merabu,
Mapulu dan Merapun. Pada sekitar tahun
2.000 sampai tahun 1.500 yang lalu, manusia purba tersebut berkembang
lebih maju, mereka mulai membangun komunitas, dengan berkelompok dan hidup
lebih modern, walaupun masih belum sepenuhnya meninggalkan tempat tinggal awal
mereka, yaitu gua-gua dipegunungan karst. Komunitas yang lebih maju, mulai
mendiami pesisir sungai yang terpisah dari gua. Pada akhir tahun 1.500 sudah
ada beberapa tempat ditepi sungai dan pesisir pantai didiami manusia secara
berkelompok, namun masih berpindah-pindah. Begitu datang manusia baru ke
wilayah mereka, kelompok-kelompok yang belum mampu menyesuaikan diri, mereka
langsung pergi menjauh lebih masuk kepedalaman, sedangkan yang dapat
menyesuaikan diri dengan manusia baru tejadilah hubungan kekeluargaan dan
kekerabatan dengan cara perkawinan. Kelompok ini kemudian menjadi lebih maju
dan lebih modern dari yang pergi masuk kepedalaman. Kelompok-kelompok yang
lebih banyak dan lebih ramai kemudian dikenal
Banua dan kelompok yang lebih sedikit di sebut dengan Rantau. Kemudian
hari tempat yang lebih ramai atau kota disebut dengan Banua. Sedangankan yang
lebih sedikit penduduknya disebut dengan Rantau. Tetapi sebutan Rantau juga
berarti tempat, sungai yang lurus antara dua belokan disebut orang Berau dengan
Rantau. Banua dan Rantau tersebut antara lain, Banua Pantai, Banua Marancang,
Banua Kuran, Banua Bulalung Banua Lati, Rantau Suwakung, dan Rantau Bunyut, Ada
kemungkinan besar, sebelum berdirinya kerajaan Berau, wilayah ini dibawah
Kerajaan Sriwijaya. Sejak masa Sriwijaya sudah menyebarkan orang-orang
diseluruh wilayah kekuasaannya sampai ke wilayan Banua dan Rantau yang ada di
pesisir laut dan pesisir sungai Berau di
Borneo. Orang-orang utusan Sriwijaya tersebut menjadi perwakilan disana, baik
untuk pemerintahan Sriwijaya maupun untuk memungut hasil atau pajak diwilayah
Banua dan Rantau. Petugas yang datang dari Sriwijaya itu kawin mawin di Banua
dan Rantau Berayu, kawin dengan orang-orang Dayak asli yang mendiami wilayah
pesisir sungai dan pesisir pantai, percampuran orang Sriwijaya dengan orang
Dayak tersebut menjadi cikal bakal orang Barrau. Orang Barrau keturunan Melayu
dari Sumatera, keturunan dari Melayu utusan Sriwijaya. Kemudian hari dikenal
dengan orang Berau. Setelah sekian lama dengan berjalannya waktu keturunan
kerajaan Sriwijaya, keturunan Dayak asli dengan Melayu Sriwijaya tersebut
menjadi para punggawa dan pemimpin di Banua dan Rantau, dengan pengalaman
mereka dari kerajaan Sriwijaya kemudian hari mendirikan pemerintahan sendiri
dengan merdeka. Bahasa Negara Kerajaan Barrau adalah bahasa Banua atau bahasa
Barrau. Bahasa Barrau atau bahasa Banua tersebut adalah bahasa baru hasil
perpaduan, percampuran bahasa Melayu Sriwijaya, Dayak Asli, Hindu, dan bahasa
alam sekitar sesuai lingkungan kehidupan mereka. Kerajaan Barrau juga dikenal
dengan Kerajaan Berayu (tulisan Sejarawan nasional Muh. Yamin), berdiri pada
tahun 1.400 Masehi, dipimpin oleh Baddit Dipattung dengan gelar Adji Soerja
Natakesoema. Soerja (Surya) artinya matahari, Natakesuma artinya menata Negara.
Luas wilayahnya dari Tanjung Mangkalihat berbatasan dengan kerajaan Kutai,
sampai di Kina Batangan berbatasan dengan Kerajaan Berunai. Laut berbatasan
dengan Kerajaan Solok dan Laut Salebes (Sulawesi).
Dengan bahasa
nasionalnya adalah Bahasa Barrau atau Banua, maka orang Dayak yang masuk
diwilayah Kerajaan Berau dan pendatang seperti Tidung, Berunai, dan Solok yang
ada di pesisir sungai, pesisir pantai dan pulau-pulau harus menggunakan bahasa
pergaulan, bahasa nasional, bahasa persatuan yaitu Bahasa Banua. Oleh karena
itu orang Dayak Lebbo, Dayak Ga’ai, Dayak Punan, dan Dayak Basaf harus bisa
berbahasa Banua, maka bahasa Dayak Ga’ai, Lebbo, Basaf dan Punan banyak
dipengaruhi dan bercampur dengan bahasa Melayu Banua.
Pulau Borneo
terbentuk pada masa Miosen sekitar 30
juta tahun yang lalu, berasal dari benua Eurasia yang besar, bergeser sehingga
membentuk sebagian Jawa dan Borbeo (Kalimantan) bagian selatan. Pembentukan ini
dilanjutkan pada masa Pliosen sekitar 12 juta tahun yang lalu melalui
gerakan-gerakan tektonik yang menyebabkan pulau Borbeo terangkat keatas
permukaan laut. Kemudian disusul pada masa Pleustosen sekitar 1 juta tahun yang
lalu yang menyebabkan pula pasang surut tidak menentu. Berau terbentuk akibat
proses geologi sehingga di beberapa pulau terdapat batuan kapur didataran
tinggi. Pembentukan cekungan Tarakan (the Tarakan Basin) diduga didahului dengan
pembentukan laut Sulawesi dengan pemisahan Pulau Sulawesi dari pulau Borneo
pada pertengahan sampai akhir jaman Eosen (DKP,2009).
Dengan proses
terbentuknya Borneo (Indonesia Kalimantan), daratan Berau seutuhnya diawali
dengan batuan karst yang sangat luat, dengan proses alam selama jutaan tahun
disekitar karst yang sangat luas itu naik semakin tinggi disekitarnya membentuk
daratan baru. Didaratan baru itu ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan yang
membentuk tanah dan bebatuan. Diantara bebatuan itu banyak yang terbentu dari
kayu dan binatang yang kemudian dikenal dengan Fosil. Fosil menyatu dan tanah dan bebatuan yang terbentuk terus
menerus dalam waktu cukup lama. Dari bebatuan dan fosil tersebut membentuk batu
yang berwarna indah. Bebatuan yang sudah berusia ribuan tahun bahkan puluhan
ribu tahun tersebut belum menjadi terhatian, karena harga intan, berlian,
jamrut, emas, platinum, batu bara dan lain-lain masih menjadi idola.
Akhir-akhir ini batu-batu yang dikenal dengan nama Akik menjadi popular,
dijadikan buah tangan atau souvenir diluar batu mulia. Batu Bacan misalnya yang
sudah berbentuk cincin dihadiahkan Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono kepada
presiden Amerika Serikat Barak Obama. Batu Bacanpun menjadi popular dan
mendunia, ditambah dengan kesukaan para artis kenamaan menggunakan batu mulia
dan batu jenis Akik, maka akikpun menjadi familier ditelinga manusia diseluruh
dunia.
Kabupaten Berau
juga tidak ketinggalan, batu akik jenis fosil yang sangat indah dan unik juga muncul
dan popular. Awalnya yang sangat popular dengan nama Lapis Banua.
Kenapa diberi
nama Lapis Banua ? karena keindahan batu akik Berau sangat berbeda dengan batu
akik didaerah lain diseluruh Indonesia. Lapis Banua dengan warna kecoklatan,
sedikit berkristal, dengan motif bermacam-macam. Yang membanggakan daerah ini, Batu
Akik Lapis Banua dengan embannya yang cantik dipakai oleh Bupati Berau dan
wakil Bupati Berau. Akhirnya batu yang semula tidak berharga, tidak menarik dan
tidak populer, tiba-tiba saja menjadi populer dan berharga mahal. Bagi
penggemar batu akik diseluruh Indonesia, jenis batu akik Lapis Banua dan
sejenisnya sangat dicari. Selain itu
akik Berau masih banyak lagi nama-namanya, antara lain, Bulu Monyet, Panca Warna, Junjung Derajat, Fosil
kayu dan Fosil Ulin, Daun Teratai/Kembang Teratai, Fosil Kelabang, Fosil Tawon,
Fosil Kembang, Red Borneo, dan masih banyak nama-nama baru lainnya. Salah
satu nama yang terbaru adalah batu akik Merak
Sanggam, batu akik bermotif Burung Merak Betina.
Filosifi Batu Akik Lapis Banua
Kerajaan Berau
yang berdiri sejak tahun 1400, raja pertamanya Adji Soerja Natakesoema (Aji
Surya Natakesuma) menyatukan 5 (lima) Banua dan 2 (dua) Rantau menjadi satu
kerajaan baru yang merdeka dan berdaulat. Bahasa nasionalnya pada saat itu adalah
bahasa Banua (Barrau). Penduduk Berau terdiri dari suku Dayak, suku Banua
(Barrau), dan suku Bajau, ditambah dengan Berunai, dan Tidung. Bahasa pengantar
Bahasa Banua. Kemudian datang Bugis, Solok, dan Banjar, masih bahasa
pengantarnya adalah bahasa Banua. Masuk masa penjajahan Hindia Belanda
didatangkan Jawa, Sunda, Manado, Ambon, sebagai pekerja, dan Cina sebagai
pedagang. Bahasa pengantar masih bahasa Banua bercampur dengan bahasa Indonesia
Melayu (cikal bakal bahasa Indonesia). Batu-batu indah dan cantik tersebut ditemukan
diwilayah kerajaan Barrau yang sekarang adalah Kabupaten Berau. Karena
kentalnya istilah Banua dari dulu sampai sekarang, wajar batu yang memiliki
keindahan dan berharga tinggi itu diberi nama dengan Batu Akik Lapis Banua.
Lapis Banua adalah symbol persatuan dan kesatuan yang erat, kuat, menyatu, dan
tidak terpisahkan. Dari symbol kekuatan persatuan dan kesatuan itulah nama Batu
Akik Lapis Banua menjadi popular dan pantas menjadi batu yang bernilai tinggi
dan berharga mahal. Sedangkan nama batu akik Panca warna yang ditemukan
dipedalaman Berau namanya adalah Panca
Banua, berasal dari 5 (lima) Banua yang disatukan oleh Raja Pertama Berau.
Tanjung Redeb, 2
April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar