KEGIATAN PENUTUP AKHIR TAHUN DENGAN
PESTA MEJA PANJANG KAMPUNG MERASA
Oleh : Saprudin,
M. Si
Kepala Bidang
Kebudayaan Disbudpar Berau
Sekian banyak
kegiatan Budaya tahun 2014 yang dilaksanakan Pemerintah Daerah Kabupaten Berau,
seperti acara Bakudung Batiung di Kampung Tumbit Dayak, acara Pesta Budaya di
Kampung Budaya Bena Baru, acara Buang Naas di Kampung Talisayan, dan ditutup
dengan Pesta Meja Panjang Kampung Merasa Kecamatan Kelay pada hari Senin
tanggal 29 Desember 2014. Dipilihnya hari Senin tanggal 29 Desember 2014 acara
pembukaan Pesta Meja Panjang, karena tanggal 25-26 Desember masih dalam suasana
perayaan Hari Raya Natal. Waktu dua hari tangga 27-28 Desember digunakan
panitia pelaksana untuk melakukan persiapan-persiapan acara. Hari Senin tanggal
29 Desember sebagai hari yang paling tepat dan ditunggu-tunggu, diharapkan
Bapak Bupati Berau Drs. H. Makmur. HAPK, MM bisa hadir dalam acara Pesta Rakyat
Kampung Merasa tersebut. “Kami merasa bangga dan terhormat sekali bila Bapak
Bupati, Wakil Bupati beserta jajarannya berkenan hadir pada acara Pesta Meja
Panjang di Kampung Merasa”, ujar Kepala Kampung Merasa Efendi Mahudin ketika berkunjung
ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Berau beberapa waktu lalu. Acara
Pesta masih lanjut sampai tanggal 4 Januari 2015. Jadi Acara Pesta Meja Panjang
adalah acara penghujung tahun 2014 dan selanjutnya menyambut tahun 2015 yang
lebih baik dan lebih maju lagi.
Acara Pesta Meja
Panjang adalah acara silaturahmi, saling kunjung mengunjungi dari satu rumah
kerumah lainnya, dari satu RT ke RT lainnya. Awalnya hanya acara kecil dalam
rangka perayaan Hari Raya Natal dan menyambut tahun baru setiap tahun. Tetapi
pada tanggal 25 Desember perayaan Natal hanya ada acara di gereja
masing-masing, tidak dilakukan acara kunjung mengunjungi. Acara yang ramai
dilaksanakan pada malam penyambutan tahun baru, dilanjutkan siangnya tanggal 1
Januari.
Setelah penduduk
semakin banyak, Kampung Merasa dibagi menjadi 5 RT, maka saling kunjung dan
membalas kunjungan tersebut antar RT dilaksanakan selama 5 hari. Masing-masing
RT menyiapkan Meja Panjang yang dihias sedemikian rupa agar terlihat indah dan
diatas meja panjang itu penuh dengan makanan dan minuman. Jadwal kunjungan
antar RT tersebut ditentukan bersama kelima RT secara bergantian setiap hari.
Selama lima hari tersebut dirumah tidak perlu menyiapkan makanan, karena semua
beramai-ramai makan pada acara meja panjang.
Tahun-tahun
berikutnya masyarakat dari luar semakin ramai datang ke Kampung Merasa untuk
turut merayakan acara Pesta Meja Panjang, maka dibuatlah acara puncak dan
dilanjutkan dengan saling kunjung mengunjungi. Untuk lebih ramai lagi diadakan
berbagai lomba. Olah raga diadakan dilapangan dan lomba menari diadakan di
Balai Adat. Untuk lebih meriah lagi beberapa tahun terakhir panitia menundang
Bupati dan Wakil Bupati dan semua SKPD yang ada di ibu kota Kabupaten. Dengan
demikian acara Pesta Meja Panjang semakin meriah dan dihadiri ratusan
pengunjung.
Penduduk Kampung
Merasa saat ini lebih 1000 jiwa, adalah Kampung dengan penduduk terbanyak di
Kecamatan Kelay. Panjang Kampung dari hulu sampai hilir kurang lebih 1,5 Km.
Satu RT yaitu RT 4 terpisah sekitar 1 Km dari kampung utama dibagian hilir
sungai Kelay dihubungkan dengan jalan semen yang cukup bagus. Kampung Merasa
keseberang sungai sudah dihubungkan dengan sebuah jembatan gantung yang sangat
indah dan eksotik, dengan panjang 140 meter, diresmikan awal tahun 2013,
tepatnya pada bulan April 2013. Kekuatan tumpu jembatan gantung itu lebih dari
3 (tiga) ton. Jembatan yang indah itu menjadikan Kampung Merasa sebagai Kampung
Budaya di Kecamatan Kelay semakin menarik untuk dikunjungi. Dari jembatan dapat
melihat keindahan sungai Kelay dan melihat keindahan pulau kecil ditengah
sungai dari atas jembatan gantung itu, adalah sebuah atraksi alam yang tiada
tara didukung dengan perkampungan yang masih asri. Aku seperti diatas
singgasana keelokan alam yang masih semula jadi, sedangkan hidungku membaui
bulir padi dan biji kakau yang dijemur disepanjang kampung. Aha……masih sangat
alami…….
A.
Uma’ Dadu’
Uma’ Dadu’ berarti Meja
Panjang. Istilah Uma’ Dadu’ bisa juga disebut dengan Lamin Dadu’ atau rumah panjang yang kita kenal dengan Lamin. Oleh
nenek moyang dulu dari suku Kenyah pesta meja panjang dilaksanakan 2 (dua)
tahun sekali. Tujuan diadakannya pesta meja panjang adalah :
1.
Berkumpulnya orang sekampung
ditempat yang sama. Orang Dayak dalam berusaha, berkebun, mencari binatang
buruan berhamburan ditengah hutan dan sepanjang tepi sungai, dengan pesta meja
panjang mereka semua datang berkumpul dalam satu tempat;
2.
Hubungan kekeluargaan dan
kekerabatan terjalin terus menerus;
3.
Acara menjadi meriah dan ramai
dalam sekampung.
Sebelum dikenalnya
istilah meja panjang, nenek moyang suku Dayak sejak dahulu selalu melakukan
acara Pelepa’ Uman atau upacara suwen yang dikenal dengan syukuran yang
berlebih atau keramaian dengan berbagai acara budaya, olah raga dan
makan-makan, setelah selesai panen yang
kita kenal dengan Pesta Panen. Pesta panen dilaksanakan apabila panen padi
berhasil dengan memuaskan dan buah-buahan melimpah. Pesta panen dilaksanakan
setiap tahun setelah selesai panen dan semua hasil sudah diangkut kelumbung
atau kerumah masing-masing.
Beberapa tahun
terakhir ini acara pesta panen tidak dilaksanakan lagi di Kampung Merasa,
tetapi acara meja panjang dilaksanakan setiap tahun pada waktu tahun baru 1
Januari. Disebut pesta meja panjang karena acaranya sangat meriah dan ramai
sekali. Tamu yang datang mengikuti pesta meja panjang bukan hanya dari kampung
Merasa saja, tetapi dari Kampung-kampung lain juga ramai datang memeriahkan
acara pesta meja panjang. Berbagai jenis makanan disiapkan diatas meja panjang,
setiap yang datang boleh mencicipi atau makan sepuasnya sesuai dengan selera
masing-masing. Selain itu keunikan meja panjang adalah meja panjang terbuat
dari bambu besar panjang yang dipecah rata dan rapi. Bagian luar bambu menjadi
dasar meja panjang. Bambu yang telah dirapikan itu disusun dirangka kayu
setinggi pinggang, maka jadilah meja panjang. Agar bambu tidak bergerak dan
berubah posisi dijalin dengan tali rotan sedemikian rupa. Menjadikan meja
panjang itu kuat untuk menahan beban peralatan dan makanan yang diletakkan
diatasnya. Bambu untuk meja panjang dinamai Pata
Bulo’. Rumah yang dibangun untuk acara meja panjang disebut dengan Lepau Rado’.
Makanan utama
yang menjadi andalan orang Dayak dipedalaman ketika acara pesta adalah Lemang
atau Jenai, orang Dayak Ga’ai bilang Suman. Puluhan bambu lemang yang telah
disiapkan diisi dengan beras yang telah dicampur dengan air santan kelapa. Cara
memasaknya yang unik, biasanya mereka menyalakan api unggun dengan tumpukan
kayu yang banyak. Api itu menyala sampai kayu mejadi bara, dengan bara api
sangat panas itu bambu yang telah diisi dengan beras dipanggang atau disalai
sampai masak, itulah Lemang atau Jenai.
Selain itu ada nasi yang dibungkus daun pisang (io’ ran), ada pula makanan
asli seperti Jagung, Umbi-umbian, buah-buahan yang ada dan tumbuh disekitar
kampung seperti rambutan, pelam atau mangga, langsat, malaka/nenas, jambu dan
lain-lain.
B.
Dekorasi Meja Panjang
Dekorasi meja
panjang dan sekeliling meja panjang unik dengan hiasan kayu yang diraut, daun-daun palm, dan daun
kelapa muda (janur) dan daun kelapa yang hijau ranau, semua masih bernilai
tradisional dan sulit dicari dikota.
1.
Kerbu
Nama Kerbu bahasa Kenyah, Ibus bahasa Dayak Ga’ai adalah hiasan
yang terbuat dari irisan atau rautan kayu yang sangat tipis menjadi keriting
memanjang disatukan puluhan helai menjadi satu, digantung-gantung (kelirep), agar menjadi lebih indah kerbu diwarnai merah dan biru. Bentuk
dan model kerbu macam-macam ada yang
digantung, ada yang digantung berpisah satu dengan lainnya, ada pula yang masih
melekat dan menyatu dengan kayu aslinya yang diraut tipis melingkar biasa dan
melingkar siput.
Latar
belakangan kerbu adalah susunan bambu yang telah dipecah dijadikan dinding,
sedang dibagian atas adalah daun saung atau daun biru yang dapat dijadikan
bahan dasar untuk membuat saung, seraung atau tudung penutup kepala.
2. Ruhang nyo’
Ruhang nyo’ adalah tempat untuk menaruh kelapa muda yang diperuntukkan khusus
dipersembahkan kepada tamu yang sangat dihormati seperti kepala Adat atau
Bupati, Ketua DPRD dalam pemerintahan. Ruhang
Nyo’ dibuat dari rotan yang dirangkai sedemikian rupa dapat digantung
diketinggian satu atau dua meter. Buah kelapa muda yang sudah siap diminum
diletakkan disana dengan alat pengisap air kelapa dari bambu kecil. Pada pesta
meja panjang di kampung Merasa, ruhang
nyo’ hanya ada di Lepau rado’
tertentu saja, karena pekerjaan membuatnya rumit dan membutuhkan waktu.
3. Daun Saung
Daun Saung adalah daun palm hutan yang dijadikan bahan untuk membuat saung,
seraung atau tudung penutup kepala. Daun tersebut diletakkan dan dibentuk
bermacam-macam, ada yang diletakkan dengan daun menjuntai kebawah, ada yang
diletakkan dengan daunnya keatas, ada yang dilipat-lipat menjuntai kebawah
patah-patah, ada yang dibuat ketupat, sebagian dijadikan atap Lepau Rado’
(rumah meja panjang).
4. Peralatan Makan
Peralatan
makan tempo dulu piring masih menggunakan daun-daunan termasuk daun pisang,
lebih maju daun pisang dibentuk agar nasi dan sayur tidak terhambur, setelah
mengenal buah kelapa orang Dayak menggunakan batok kelapa yang dibelah dua
menjadi piring dan peralatan dapur lainnya seperti sendok sayur, sendok nasi.
Kemudian baru mengenal peralatan tembaga, kuningan, perak, dan terakhir
menggunakan piring seng, dan piring kaca.
5. Cawan Bulo’
Cawan Bulo’ adalah gelas yang terbuat dari potongan bambu, ada yang polos saja
ada yang diukir dengan kreatif. Sebelum mengenal gelas atau cangkir modern,
dulu orang Dayak sudah mengenal gelas yang dibuat dari potongan bambu.
Dikampung dan ditepi-tepi sungai bambu kecil, sedang dan bambu besar banyak
tumbuh dan tersedia bagi orang Dayak dipedalaman.
6. Dekorasi Tambahan
Sebagai
dekorasi tambahan dipasang daun kelapa muda menjuntai dan daun kelapa hijau
menjuntai, daun kelapa dianyam, dibuat ketupat. Dipasang juga Saung berhias,
Belanjet (anjat) dengan pernak pernik manik, Kawung (butah/tempat membawa
barang yang digendong), tapan (tampi/nyiru untuk menanpi beras), Mandau,
Sumpit, Tameng, Pat Daa (tikar terbuat dari pandan),
C. Makna
Simbolik Memasang Bulu Burung Dikepala Bagi Laki-laki Dewasa
Memasang bulu
burung enggang di kepala laki-laki dewasa tidak boleh sembarangan atau asal
pasang saja, karena masing-masing bulu yang dipasang ditopi laki-laki dewasa
pada upacara adat, acara pesta panen, atau acara pesta-pesta masyarakat Dayak
Lainnya memiliki arti dan makna tersendiri :
1. Meletakkan
atau menancap bulu burung ditopi sebelah kiri adalah orang kebanyakan atau
dikenal dengan orang biasa, bukan keturunan raja. Bagi masyarakat Dayak orang
kebanyakan atau orang biasa mengerti tidak akan berani meletakkan bulu burung
enggang disebelah kanan kepala.
2. Meletakkan
atau menancap bulu burung ditopi sebelah kanan hanya boleh bagi keturunan raja
atau kaum bangsawan Dayak saja. Suku Dayak yang ada di Kalimantan terdiri dari
ratusan suku Dayak yang berbeda bahasa, budaya, dan kebiasaan sehari-hari
termasuk mengayau (memotong kepala), masing-masing Dayak memiliki raja dan
keturunan bangsawan. Sesama Dayak yang berbeda itu saat datang atau diundang
pada upacara adat atau pesta panen tahu
membedakan mana orang biasa dan keturunan bangsawan dengan letak bulu burung
enggang diatas kepalanya. Mereka memaklumi bagi orang yang datang tapi tidak
mengerti menggunakan bulu burung enggang, diletakkan semaunya saja, dikiri,
dikanan, atau ditengah. Melihat yang semacam itu mereka hanya tersenyum;
3. Meletakkan
atau menancap bulu burung enggang satu buah ditengah bermakna laki-laki dewasa
tersebut sudah mengayau satu kepala;
4. Meletakkan
atau menancap bulu burung enggang dua buah ditengah bermakna laki-laki dewasa
tersebut sudah mengayau dua kepala;
5. Meletakkan
atau menancap bulu burung enggang tiga buah ditengah bermakna laki-laki dewasa
tersebut sudah mengayau lebih dari tiga kepala. Laki-laki tersebut masuk dalam
kategori pemberani, jagoan dan sakti, artinya bukan orang sembarangan;
Pada nomor 3),
4), 5) yang dikenal dengan Mengayau atau memotong kepala dilakukan pada zaman
dahulu, setelah masuk pemerintahan Hindia Belanda mengayau sudah mulai dilarang
dan akhirnya tidak dilakukan lagi oleh laki-laki dewasa suku Dayak. Symbol
mengambil kepala yang pertama adalah pengakuan seorang pemuda dewasa boleh
memilih pasangan hidup setelah mengayau dan membawa pulang kepala itu
kekampung, melawati sidang adat kepala itu diperiksa kebenarannya. Setelah
keputusan adat itu pemuda yang berhasil membawa kepala di Tiung atau ditato
sebagai pemuda dewasa yang sudah siap mencari pasangan hidup. Sedangkan
mengayau berikutnya adalah sebagai simbolik kejantanan, keberanian dan
kesaktian. Ada lagi dengan memotong kepala Dayak lain, lalu kepala tersebut
ditelakkan sebagai batas wilayah kekuasaan. Tanda itu sangat dihormati, apabila
melanggar batas tanpa ijin kematianlah akibatnya.
Ayo tamasya ke Kabupaten Berau, ayo
berkunjung keacara Pesta Meja panjang di Kampung Merasa Kecamatan Kelay.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar