GUA PRASEJARAH
DIPEGUNUNGAN
KARST
MERABU
MERABU
O
L
E
H
SAPRUDIN
ITHUR
Kabupaten Berau
sangat kaya dengan destinasi wisatanya. Didaerah laut dikenal dengan destinasi
wisata Bahari yang didukung oleh 33 pulau yang indah dan menawan. Laut yang luas tidak kurang dari satu juta tiga
ratus hektar lebih dilintasi ratusan jenis ikan kecil sampai ikan yang sangat
besar. ikan-ikan besar itu antara lain ikan lumba-lumba, beberapa jenis ikan
paus raksasa, manta, dan penyu hijau. Dasar lautnya dihiasi berbagai jenis
terumbu karang yang elok dan menawan, jutaan ubur-ubur endemic di danau pulau kakaban, memiliki pantai pasir putih, hutan mangrove
yang subur, didukung dengan masyarakat Bajau yang ramah dengan kebudayaannya
yang masih kental dan lestari. Begitu pula dengan pedalamannya, sungainya masih
asri, di sepanjang aliran sungai tampak elok, rupawan. Air yang deras
menghantam tebing dan batu hitam menyanyikan lagu Mengenai suku Punan dan
nyanyian Jiek Dayak Ga’ai, hulu-hulu sungai memiliki keindahan tetapi juga
menantang dengan jeram-jeram yang dihiasi batu sekeras baja, batu itu menyembul
kepermukaan. Semua dengan keunikannya, semua dengan ceriteranya masing-masing.
Sepanjang
aliran sungai Kelay memiliki ratusan anak sungai. Anak sungai Kelay yang besar
antara lain sungai Inaran, sungai Lesan dan sungai Long Gie. Didalam sungai
Lesan juga banyak anak sungai didalamnya. Anak sungai Lesan yang paling indah
dan eksotik adalah sungai Nyadeng di Kampung Merabu. Sungai Nyadeng tidak panjang,
panjangnya kurang lebih empat ratus meter saja.
Berbicara kebudayaan
disepanjang sungai Kelay, tentu tak tertandingkan. Ada budaya suku Dayak Ga’ai di Kampung Tumbit
Dayak, di Kampung Long Lanuk, dan Kampung Lesan Dayak. Budaya suku Dayak Lebbo
ada di Kampung Inaran, Kampung Merapun, Kampung Merabu, Kampung Mapulu dan Kampung
Panaan. Budaya suku Dayak Punan di Kampung Long Gie atau Long Beliu, di Kampung Long Boy dan terus masuk kehulu sungai
Kelay. Kebudayaan suku Dayak Kenyah di
Kampung Bena Baru, di Kampung Nyapa Indah, Kampung Merasa, dan Kampung Long Gie.
Semuanya masih kental dan bersatu dengan
alam, dalam kehidupan sehari-hari suku Dayak masih mempertahankan cara berkebun
tradisional, menanam padi gunung, berburu, memanjat madu, berperahu, dan melaksanakan
upacara adat.
Peninggalan
sejarah dan purbakala, kuburan dalam liang yang dikenal dengan Lungun masih
tersimpan di gua-gua yang ada di pegunungan Kars Merabu, Pegunungan Kars
Merasa, Pegunungan kars Nyapa, dan pegunungan kars Suaran.
Kali ini
mari kita lebih mengenali kawasan Karts Kampung Merabu yang sangat bagus dan
luar biasa. Mau ke Merabu mengunjungi budaya Masyarakat Kampung Merabu, ke Sungai
Green Nyadeng, kepuncak gunung Ketepu melihat matahari terbit dan matahari
terbenam, dan ke Gua Pra Sejarah yang sudah berusia lebih sepuluh ribu tahun. Dating
dari luar Kabupaten Berau bisa naik pesawat dari :
1) Jakarta-Balikpapan-Berau;
2) Bali-Balikpapan-Berau;
3) Jogjakarta-Balikpapan-Berau;
4) Semarang-Balikpapan-Berau;
5) Solo-Balikpapan-Berau;
6) Surabaya-Balikpapan-Berau;
7) Makasar-Balikpapan-Berau.
2) Bali-Balikpapan-Berau;
3) Jogjakarta-Balikpapan-Berau;
4) Semarang-Balikpapan-Berau;
5) Solo-Balikpapan-Berau;
6) Surabaya-Balikpapan-Berau;
7) Makasar-Balikpapan-Berau.
Sampai di
Berau turun di bandara Kalimarau, dari sana menuju Ibu kota Kabupaten Berau kota Tanjung Redeb hanya
Sembilan kilometer saja. Di Kota Tanjung Redeb tersedia penginapan yang sangat
murah sampai hotel yang harganya satu jutaan permalam, tersedia kuliner, restoran,
rumah makan, toko, pasar, tempat bersantai waktu malam, travel, dan mobil untuk
mengantar pelancong sampai ketujuan.
Dari kota
Tanjung Redeb menuju Kampung Merabu naik mobil selama 3-4 jam melalui jalur
jalan yang sangat menantang dan ekstrim. Dari Kota Tanjung Redeb menuju Merabu
ditempuh dengan jalan darat 135 km. Jarak dari kota Tanjung Redeb sampai
persimpangan menuju kampung Muara Lesan 80 km, dari persimpangan tersebut sampai
kampung Muara Lesan (sungai kelay) 20 km, dari kampung Muara Lesan sampai Kampung
Merabu 35 km. Disarankan bagi pengunjung untuk menggunakan mobil doble gardan,
sebab jalan waktu hujan sangat licin. Sewa mobil untuk dua hari Rp 3.000.000,
diantar saja Rp 1.500.000 - Rp. 2.000.000 atau dijemput saja juga Rp.
2.000.000, tergantung negosiasi dengan pemilik mobil/rental. Menyebrang sungai
Kelay menggunakan kapal dengan biaya Rp. 100.000 sekali menyeberang.
A. SUNGAI
GREEN NYADENG DAN PUNCAK KETEPU
Sungai
Nyadeng kami beri nama dengan SUNGAI GREEN NYADENG atau lebih keren kami namai
Nyadeng Green River. Sungai itu warnanya hijau/green, menawan, unik, aneh,
segar, dan airnya dingin. Untuk mandi dan berendam sangat nyaman dan segar, air
sungai green Nyadeng membuat awet muda. Kata tokoh Adat Kampung Merabu “ Bapak
Ibu yang mencucui muka di sungai bikin waet muda, apalagi mandi dan berendam
didalamnya lebih bagus lagi”. Yah, kalau mandi pasti basah semua, maka
bermanfaat buat seluruh tubuh, seger, sehaaattt. Wah wah wah….kalau begitu ayo
segera kesana, mandi, berendam, dan menyelam sekalian supaya tubuh awet muda…begitukan….he…he…he…
Ujung sungai
masuk kedalam batu menukik kebawah
menusuk kedalam bumi, dalamnya hamper lima puluh meter. Air Sungai Green
Nyadeng keluar dari dalam batu gunung kars, itulah penyebabnya membuat warna
air menjadi hijau. Panjang sungai nyadeng tidak kurang dari empat ratus meter,
lalu masuk dan menyatu ke sungai Lesan. Sungai Nyadeng adalah anak sungai Lesan,
sungai Lesan adalah anak sungai Kelai, sungai Kelai adalah cabang sungai Berau
seterusnya masuk kelaut.
Untuk
menuju Nyadeng Green River membutuhkan waktu tiga puluh sampai empat puluh lima
menit. Lebih lama apabila air surut atau kering, perahu harus dibantu didorong.
Sehabis hujan air sungai dalam, perahu melaju lebih lancar dan lebih cepat.
Dari Kampung Merabu naik perahu Ketinting muat empat sampai lima orang, lalu
dilanjutkan dengan berjalan kaki. Biaya sebuah perahu serratus ribu rupiah.
Motoris langsung menjadi pemandu menuju sungai Nyadeng. Berjalan kaki melintasi bukit-bukit kecil
dengan hiasan hutan yang masih utuh dan perawan, hati-hati sepanjang jalan
banyak batu yang menonjol dan tajam. Ketika angin sepoi mendorong daun-daun
pohon besar dan tinggi, daun kering terlepas dan jatuh berhamburan bersama
bunga berwarna merah dan putih, dan buah pohon kapur yang gugur berputar
seperti kincir angin melayang jatuh satu persatu kedasar bumi. Buah kayu Ulin
yang besar dan berat jatuh dari ketinggian melintasi daun ranting sampai
ditanah, karena beratnya buah ulin itu menancap ketanah lebih separo masuk dan
terkubur. Pohon-pohon besar menghiasi sepanjang jalan, sesekali terdengar
patahan ranting dari kejauhan. Kepakan sayap burung banyak terdengar, lari meninggalkan
tempatnya karena merasa terusik oleh berisik dan suara gaduh manusia berjalan
mendekati tempat mereka yang asyik memadu kasih. Teriakan uat-uat dipucuk pohon
terdengar bersahutan, sesekali juga terdengar teriakan orang utan dan macan
dahan dari kejauhan. Mungkin naluri mereka mengetahui ada rombongan yang datang
memasuki wilayah mereka yang masih lestari. Macan dahan dinamai orang Berau Rimaung Daan, sedangkan Beruk orang
Berau menyebutnya Bangkui. Oleh
karena itu bela diri asli Berau dikenal dengan nama Kuntau Bangkui.
Dari
Nyadeng Green River bisa dilanjutkan perjalanan menuju Puncak Ketepu. Kalau
tidak kesana, maka langsung kembali kekampung Merabu. Menuju Puncak gunung
Ketepu yang indah itu membutuhkan waktu tidak kurang tiga jam berjalan kaki,
sepanjang jalan menanjak terus menerus. Tetapi tidak perlu khawatir, menuju
puncak Ketepu walaupun terus naik menuju puncak, masih ada tempat-tempat untuk
santai dan istirahat. Artinya tiga jam perjalanan dilakukan dengan santai tapi
pasti dan yakinlah pasti bisa dan sampai kepuncak Ketepu. Selelah apapun,
begitu sampai di Puncak Ketepu, pasti puas dan rasa lelah yang luar biasa itu
hilang seketika. Dari sana pemandangan sangat indah, pucuk-pucuk pohon ada jauh
dibawah sana. Diapucuk-pucuk pohon dihiasi dengan awan putih yang ber
karang-karang atau bertumpuk-tumpuk disana sini berhamburan. Sebagian lagi
berkumpul memanjang dan melebar. Dari puncak Ketepu boleh melihat matahari
terbit dan melihat matahari terbenam.
Nyanyian
unggas begitu riang ditingkahi suara kereriang hutan warna hijau. Kereriang
bersuara sangat nyaring dan tajam, padahal binatangnya hanya sebesar ujung
telunjuk jari saja. Begitu ia terbang kecepatan sangat luar biasa, hanya dalam
waktu detik saja sudah menghilang disela-sela pohon-pohon. Dilain tempat
terdengar suara teriakan burung enggang juga sangat unik. Burung enggang
bersuara biasanya saat menjelang terbang saja. Sebelum terbang ia mulai
bersuara putus-putus, kuk….kuk…kuk….kuk….kuk. suara itu semakin cepat, begitu
suaranya keras, pecah dan sangat cepat pertanda ia mulai terbang meninggalkan
tempatnya semula. Wah…wah…wah….
Menuju
Puncak Ketupu bisa pulang pergi, yang penting berangkatnya pagi-pagi sekali,
sore sudah bisa pulang. Tetapi apabila ingin menikmati matahari terbit dan
matahari terbenam harus bermalam di Puncak Ketepu. Disana bisa menggerai kemah
untuk tempat beristirahat. Sebenarnya kalau tidak hujan di Puncak Ketepu tidak
perlu pakai kemah, terbuka saja lebih nyaman, sembari menikmati birunya langit
yang dihiasi awan dan bintang gemintang, tetapi untuk menjaga kemungkinan
datangnya hujan sebaiknya pasang kemah.
Kalau
bermalam di Puncak Ketepu sebaiknya persiapan harus lebih lengkap dan matang,
yang dijaga tentu apabila datang hujan secara tiba-tiba. Kemah atau tenda
sangat penting, yang berikut makanan harus disiapkan lengkap dengan alat
memasaknya. Pakaian juga harus bawa untuk ganti, dalam perjalanan menuju Puncak
Ketepu pakaian basah kuyup oleh keringat. Untuk menghindari sakit, pakaian yang
sudah basah oleh keringat dan kotor tersebut harus diganti, tambahan bawa jaket
yang tebal. Jaket dibutuhkan apabila datang hujan dan angin kencang. Waktu
hujan kencang sedikit sulit turun menyeusuri jalan yang licin, apalagi pulang
waktu malam dibutuhkan alat penerangan yang memadai.
B. GUA
PRASEJARAH
Untuk bermalam
di Kampung Merabu, ada beberapa rumah panggung milik masyarakat yang sudah siap.
Seperti rumah pa Asrani, misalnya sudah siap menerima kedatangan pengunjung.
Sekedar untuk diketahui rumah panggungnya sederhana, tetapi layak untuk tempat
tidur dan bersih. Makan, mereka juga siap untuk menyuguhkan makanan sederhana,
harap dimaklum namanya juga dipedalaman yang jauh sekali dari kota, tentu serba
terbatas. Apabila tersedia anggaran lebih, sebaik membawa makanan seperti
makanan ringan, mie instan, dan ikan kaleng. Bagi yang muslim, sebaiknya
memberi tahu kepada tuan rumah agar menggunakan tukang masak yang muslim. Mereka
sudah paham, dijamin tidak ada masalah. Biaya menginap dan masak silahkan anda
bernegosiasi dengan harga yang pantas, tidak merugikan pemilik rumah. Bagi
rombongan tentu diatur oleh ketua rombongan dengan sebaik mungkin.
Untuk menuju gua
prasejarah harus menggunakan sedikitnya dua orang pemandu, biaya satu orang
pemandu Rp. 100.000 per hari. Menuju gua prasejarah dengan berjalan kaki dari
kampung Merabu selama 1,5 jam sampai 2 jam, tergantung kecepatan berjalan.
Perjalanan melintasi semak belukar, hutan lebat dan menyeberangi dua anak sungi
kecil. Banyak yang dapat disaksikan selama dalam perjalanan, keindahan alam,
berbagai jenis pohon besar dan kecil, berbagai jenis jamur, berbagai jenis
binatang, berbagai jenis tumbuhan obat, keindahan gunung kars, baru sampai
ditempat tujuan. Bagi yang ingin melihat langsung pohon ulin yang masih hidup,
pohon gaharu, dan rumpun rotan bisa langsung meminta kepada pemandu.
Pohon-pohon besar disepanjang jalan masih terlihat dengan gagahnya, pohon
meranti merah, pohon meranti putih, pohon kapur, pohon keruing, pohon bangris
yang tumbuh ditanah datar dan yang tumbuh di bebatuan karts (batu kapur) masih
banyak. Hutan sekitar kampung Merabu sampai wilayah gua prasejarah seluas lebih
840 hektar adalah hutan desa yang sudah mendapat legalitas dari Kementerian
Kehutanan pada tahun 2013. Oleh karena itu yang menjaga, merawat, dan
menatakelokan hutan tersebut sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat Merabu.
Gua atau Liang yang
terdekat yang dapat dikunjungi antara lain Gua Beloyot, Liang Abu, dan Liang
Ara. Gua Beloyot dan Liang Abu sebagai gua pra sejarah, sedangkan Liang Ara
adalah gua sungai yang dilangit-langitnya menjadi tempat tinggal kelelawar :
1) Gua Beloyot.
Untuk mencapai gua harus berjalan kaki selama satu sampai dua jam. Sesampainya
disekitar gua Beloyot pengunjung langsung disuguhi keindahan alam yang
menakjubkan. Jalan setapak melintasi dibawah tebing gunung yang sangat indah
dibawah gunung itu pengunjung bisa beristirahat, memutar sedikit sampai
tanjakan menuju gua Beloyot. Tanjakan ini seperti memanjat tebing tetapi banyak
pohon dan akar tempat berpegangan. Sebaiknya pemandu menyiapkan tali. Agar
lebih bernuansa local tidak perlu menggunakan tali pemanjat tebing, tetapi
menggunakan rotan. Raton tersebut bagus sekali dan kuat, dipegang terasa
melengket ditelapak tangan. Saat memanjat menuju gua Beloyot, pemandu sangat
dibutuhkan, memanjat didepan sebagai pemandu jalan dan menjaga dibelakang.
Pastinya menjaga dan menjamin keselamatan pengunjung saat memanjat ditebing gunung.
Begitu sampai di muara gua dan masuk…wah rasa lelah yang begitu menguras tenaga langsung hilang dan segar.
Nuansa langsung berbeda, hidung membaui aroma bau kotoran kelelawar. Dan
langsung menyaksikan gambar-gambar telapak tangan, dan gambar beberapa jenis
binatang. Gambar-gambar itu kita sebut saja Gambar
Cadas Prasejarah. Gambar cadas itu ada yang rendah, ada sedang dan ada yang
tinggi dilangit-langit gua. Keunikan gambar telapak tangan yang ada
dilangit-langit gua itu sangat unik dan mengherankan, ada yang terbalik dan
terputar, padahal sela-sela lubang untuk meletakkan telapak tangan sempit dan
Nampak sulit. Telapak tangan itu seperti milik anak kecil, tapi bagaimana dia
melekatkan tangannya dilangit-langit gua yang tiginya tidak kuran tiga meter dan
seolah terputar itu. Menurut ahli gambar cadas Pindi Setiawan dari Institut
Teknologi Bandung, gambar cadas tersebut adalah sangat dihormati, karena gambar
itu dibuat setelah dilakukan ritual, artinya yang membuat gambar telapak tangan
dan gambar beberapa binatang itu seorang yang sangat dihormati, dituakan, tokoh
adat, kalau mereka waktu itu sudah mengenal ritual Belian, pastilah dia seorang
Belian. Jadi gua yang ada gambarnya tersebut adalah gua tempat ritual puluhan ribu tahun yang lalu, sedangkan gua tempat tinggal terpisah dari tempat gua ritual.
Gua tempat tinggal pasti tidak jauh dengan mata air atau sungai air tawar.
Karena air itu untuk segalanya buat manusia prasejarah sampai dengan sekarang.
Oleh karena itu penting menjaga mata air, sungai air tawar, dan wilayah serapan
air untuk menjaga kelangsungan hidup manusia.
2) Liang Ara berada dibawah gunung kapur. Gunung
kapur tersebut tinggi ditumbuhi pohon-pohon besar. akar-akar pohon itu
menghunjam kedalam batu kapur melewati lubang-lubang dan celah-celah batu yang
sangat keras dan kuat. Nampaknya pohon-pohon besar yang tumbuh digunung batu
karts itu sangat subur, berarti makanan yang diserap pohon tersedia dan
melimpah. Liang ara yang bisa dimasuki sekitar dua puluh meter saja, lalu
lubang gua mengecil, apabila air sungainya sedikit, lubang itu dapat dimasuki. Apabila air sungainya dalam, lubang tersebut tidak bisa dimasuki karena dipenuhi
air yang mengalir deras dari dalam Liang Ara. Liang ara memiliki keunikan
dimuaranya, bisa langsung masuk melalui sungainya, tetapi ada pula jembatan
batu alam diatasnya, dari sana dapat melihat Liang Ara yang gelap gulita.
Begitu pengunjung mendekat kemuara, mulailah terdengar suara kelelawar yang
merasa terusik oleh kedatangan manusia. Pokoknya langsung masuk aja kedalam
gua, untuk menikmati suasana eksotis dangan air sungai yang dalamnya sampai
dipaha, dinginnya meresap sampai daging dan sumsum…..heeee…aaaaccchh…waaawww.
luar biasa……
Selain spot-spot
diatas, masih banyak tempat lain yang indah dan pantas untuk dikunjungi, Danau
Tebo’ yang legendaries contohnya, tetapi butuh waktu lebih lama mencapai dan
menikmatinya serta butuh tambahan biaya pastinya. Bagi peneliti pada umumnya
mereka datang dan langsung menuju Liang Beloyot dan Liang Abu, karena disana
memang tempat kunjungan para peneliti dari berbagai negara belahan dunia.
Tanjung
Redeb, 17 Januari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar