TUK PEAS
IKAN NAIK RAJA
Oleh
: Saprudin Ithur
Tuk Peas
dalam bahasa Dayak Ga’ai, artinya Ikan
Naik Raja. Ikan Naik Raja adalah perilaku unik ikan patin dan ikan salap
waktu bertelur. Ikan tersebut waktu bertelur naik kehulu Ngui (sungai). Saya yakin perjalanan ikan-ikan itu bisa mencapai
dua tiga hari baru sampai kedaerah tujuan yang tidak lagi ada pasang surutnya, sesuai
tempat yang diinginkan untuk bertelur. Perjalanan panjang yang memakan waktu
cukup lama dan melelahkan tersebut membutuhkan pengorbanan yang luar biasa bagi
ikan patin dan ikan salap. Sepanjang perjalanan harus melintasi medan berbahaya
dan menantang, serta bermacam bahaya
pemangsa, seperti ular, buaya, labi-labi
(bulus), kura-kura, manusia, kendaraan yang lalu lalang disepanjang sungai. Kendaraan
dan suara mesin seperti speedboat, kapal, perahu bermesin ketinting, dan
pekerja penambang pasir, semuanya menggunakan mesin yang bersuara keras dan
memekakkan telinga. Suara mesin-mesin tersebut bisa menjadikan trauma yang
dalam bagi ikan-ikan dan makhluk lain yang tinggal di sungai dan sekitar sungai.
Melintasi arus sungai yang berbahaya dengan jeram atau giram yang airnya sangat
deras. Sekali lagi perjuangan untuk bertelur saja ikan patin dan ikan salap
harus menerjang seribu bahaya, rintangan, dan tantangan. Belum lagi pemangsa
sesama ikan seperti ikan baung,
ikan kakap
sungai, ikan aruan (gabus), ikan Jallau (mersapi/belut bersirip).
Ditempat yang
sudah paling sesuai dan waktu yang tepat, barulah telur-telurnya dikeluarkan
dari dalam perutnya dengan cara yang sangat menyakitkan, pastinya. Yaitu dengan
cara menggosok-gosokkan tubuhnya, terutama bagian perutnya ke batu-batu koral
yang banyak berhamburan disepanjang sungai Kelay. Tumpukan batu koral sebesar
genggaman orang dewasa, sebesar dua genggaman oran dewasa menumpuk membangun
pulau ditengah sungai, atau sedikit menepi sungai. Tumpukan membentuk pulau itu
luasnya ada yang dibawah seratus meter, tetapi ada juga yang sampai dua ratus-
tiga ratus meter panjangnya. Tumpukan batu koral tersusun begitu rapinya
berbentuk pulau disebut masyarakat Berau dengan Karassik. Karassik muncul dan kelihatan waktu air surut atau
kemarau, apabila air besar atau banjir pulau-pulau kecil disungai Kelay yang
dinamai karassik tidak nampak, semua tenggelam. Batu-batu koral itu menumpuk dan
membentuk seperti pulau terjadi saat sungai banjir besar, banjir besar membawa
batu koral dari hulu sungai, batu-batu tersebut bergulingan didorong arus air
yang kencang dan menurun. Yang besar tertinggal lebih jauh dihulu, yang sedikit
lerbih kecil, tertinggal lebih kehilir, lebih kecil lagi tertinggal lebih
kehilir lagi, sedangkan yang paling kecil dan pasir tertinggal didaerah sungai yang
terjadi pasang surut. Alam menyediakan batu dan pasir disungai Berau begitu
dengan segala keteraturannya. Maka menjadi penting waktu kemarau, waktu musim
hujan, sampai banjir. Dari peroses alam itu menyediakan batu koral, dari yang
besar sampai yang kecil, begitu serba
jadi, begitu pula dengan pasir. Batu koral dan pasir tersebuit digunakan
manusia sebagai bahan bangunan rumah dan gedung-gedung.
Ikan patin
dan salap menggosokkan, melompat dan menghempas-hempaskan tubuhnya, bahkan
sampai melompat keatas tumpukan koral, baru kemudian pelan-pelan turun lagi
kesungai, hanya semata-mata upayanya untuk mengeluarkan puluhan ribu telur dari
dalam perutnya. Telur-telur itu sebagian melengket dibatu koral yang
terpanggang, sebagian lagi melengket dibatu koral yang sedikit basah, ada
sebagian lagi yang melayang-layang diantara koral yang ada airnya sedikit
tetapi tidak terbawa arus, sebagian lagi lepas dan terbawa arus kehilir sungai.
Yang tersimpan dan melekat dibatu koral dan benda-benda lainnya disekitar koral
tersebut, kemungkinan terjemur cahaya matahari beberapa waktu menetas dan
menjadi anakan (nener). Sedangkan yang larut dibawa arus air yang deras,
kemungkinan untuk menjadi anakan sangat kecil, rentan dimangsa ikan lain. Dibawah, dihilir sungai tempat tuk peas, pemangsa
telur ikan yang larut sudah siap melahapnya. Ikan kakap sungai dan ikan baung
yang bermulut besar memakan dengan lahap telur-telur yang terhambur dan larut
mengikuti arus sungai. Ikan kakap dan ikan baung tidak merasa berdosa memakan
semua telur-telur yang larut tersebut. Ikan kakap sungai dan ikan baung
membutuhkan asupan makanan bergizi tinggi untuk tubuhnya yang kuat dan gesit.
Sebagian kecil yang larut dibawa arus ada yang menempel di akar, dibatu, di
daun-daun, sebagian diantaranya juga menetas dan menjadi anakan patin dan
salap.
Karassik disapanjang sungai Kelai
ratusan jumlahnya, karena panjang sungai kelai lebih 200 kilo meter. Hampir
semua Karassik sudah memiliki nama. Dapat dicontohkan nama karassik tersebut
antara lain : Atuk Natuya (Kampung Merasa), Jo’ Geng (Blekai Lesan), Jo’ Long
Kling (Lesan Dayak), Long Sam (Lesan Dayak), Jo’ Long Mendau (Lesan Dayak),
Long Ngui Hit (Lesan Dayak), Jo’ Bo’ Ping (Lesan Dayak). Jo’ artinya pulau, long artinya
muara sungai, Ngui artinya sungai. Namanya
unik-unikkan, dan bahasanya juga unik, bahasa Dayak asli Berau seperti itu. Disepanjang
sungai Kelai ada ratusan karassik, di anak sungai Kelai yang besar seperti
sungai Inaran, sungai Lesan ada puluhan karassik. Begitu pula dengan sungai
Segah, ada ratusan karassik yang membuat keindahan sepanjang alur sungai,
selain alamnya yang masih asri, unggas beterbangan hilir mudik, binatang melata
masih saja sering terlihat menyeberang sungai. Semarak keindahan alam tersebut
dihiasi dengan penduduk yang mendiami beberapa tempat disepanjang sungai, yang
masih kental dengan kebudayaan Dayak seperti tari-tarian, musik, nyanyian, tradisi
menugal, menangkap ikan, berburu, meramu hasil hutan, memanjat pohon madu,
memanjat gua sarang, dan bahasa. Peninggalan prasejarah dan sejarah masih dapat
disaksikan di pedalaman. Disana ada peninggalan gambar batu cadas berbentuk
telapak tangan dan beberapa jenis gambar binatang. Usia gambar cadas tersebut
sudah mencapai 10.000 tahun. Artinya sejak 10.000 tahun yang lalu di sini
dipedalaman Berau sudah ada kehidupan, sudah ada manusia yang tinggal di
gua-gua karst. Dibeberapa gua lainnya ada makam dalam gua yang disebut orang Dayak
Berau Lungun. Makam lungun tersebar dibeberapa tempat, seperti di pegunungan karst
Merabu, Mapulu, Merapun, Pegunungan Nyapa, Long Dem, Batu Belah, pegunungan
Suaran, Liang Batu Libas, Liang Pa Umbak, dan di pedalaman sungai Segah. Lungun
membuktikan kehidupan manusia yang semakin maju, dan terjadinya hubungan
perdagangan yang dibuktikan dengan peninggalan Cagar Budaya seperti beberapa
jenis peralatan pertukangan terbuat dari besi, tempayan, dan botol keramik dan
kaca peninggalan Belanda. Bukti-bukti tersebut sebagai bukti sejarah perjalanan
kehidupan manusia purba sampai dengan bukti-bukti hubungan perdagangan dengan
orang luar yang datang atau sebaliknya orang dalam yang bepergian keluar
benar-benar ada.
Ada
kemungkinan manusia yang hidup pada masa 10.000 tahun yang lalu di gua karst
sekitar Merabu ada hubungannya dengan kejadian banjir besar yang melanda hampir
menutupi seluruh permukaan bumi yaitu pada zaman Nabi Nuh. AS. Diantara mereka ada yang terdampar
dipegunungan karst Merabu Kabupaten Berau, merekalah yang menjadi manusia purba
dengan meninggalkan gambar-gambar cadas tersebut. Apabila ya dan benar dari
pernyataan penulis ini, maka manusia yang ada di Borneo, di Kalmantan sekarang
adalah keturunan langsung Nabi Nuh. AS. Wao…hebat….
Tuk Peas atau
ikan naik raja terjadi hanya pada waktu-waktu tertentu saja. Biasanya terjadi
saat musim kemarau, saat itu karassik sepanjang sungai timbul. Menurut
keterangan tokoh masyarakat Dayak di sungai Kelai, ikan naik raja setiap tahun
terjadi dibulan Juli dan bulan Agustus. Pada bulan itupun tidak setiap saat,
hanya sewaktu-waktu saja.
Tanda-tanda
saat tuk peas antara lain :
1.
Musim kemarau;
2.
Karassik timbul semua;
3.
Malam menjelang dini hari terasa dingin sekali,
sampai terasa menusuk tulang;
4.
Embun waktu subuh tebal.
5.
Dimulai pukul 5 pagi sampai pukul 7 pagi, kadang-kadang
kesiangan sampa pukul 8 pagi.
6.
Tempatnya berpindah-pindah. Apabila terganggu.
Pagi berikutnya pindah ke karassik lainnya lebih kehulu.
7.
Tempat-tempat yang menjadi idola ikan naik raja
adalah : karassik Atuk Natuya (Kampung Merasa), karassik Jo’ Geng (Blekai
Lesan), karassik Jo’ Long Kling (Lesan Dayak), karassik Long Sam (Lesan Dayak),
karassik Jo’ Long Mendau (Lesan Dayak), karassiki Long Ngui Hit (Lesan Dayak),
dan karassik Jo’ Bo’ Ping (Lesan Dayak).
Saat seperti
itulah biasanya ikan naik raja. Masyarakat kampong mengejar momen tuk peas
untuk meraih rejeki. Mereka beramai-ramai menangkap ikan patin dan ikan salap
saat ikan naik raja. Ada yang membawa sauk, ada yang membawa jala, dan
lain-lain. Ikan yang didapat untuk dimakan, apabila ada yang berminat membeli,
untuk dijual, dikeringkakan, dan disalai. Saat naik raja, ribuan ikan salap dan
patin melompat-lompat di karassik untuk menelur. Apabila sudah selesai menelur
ikan patin dan ikan salap itu pergi dan menghilang entah kemana.
Atraksi ikan
naik raja atau Tuk Peas itu sangat memukau dan istimewa. Momen tersebut adalah
momen langka, karena tidak setiap saat ada. Yang menunggu untuk menyaksikan
atraksi alam itupun belum tentu bisa bertemu dan melihat langsung. Kejadiannya
sangat singkat, waktunya saat masih sangat pagi, tempatnya bisa
berpindah-pindah. Bagi yang ingin menyaksikan harus menunggu momen yang tepat
diantara bulan Juli dan bulan Agustus.
Ayo bertamasya ke Kabupaten Berau Kalimantan
timur. Berau Sejuta Pesona, Berau Adalah Indonesia Sebenarnya.
oke thanks
BalasHapus