ADAT DAN TRADISI PERKAWINAN SUKU BAJAU
PAGELARAN ADAT PERKAWINAN SUKU BAJAU
DI TANJUNG BATU KECAMATAN PULAU DERAWAN
KABUPATEN BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Sabtu Tanggal 14 Desember 2013
Oleh : Saprudin Ithur
Suku Bajau yang mendiami wilayah pesisir pantai dan pulau-pulau di Kabupaten Berau seperti di Tanjung Batu, Pulau Derawan, Pulau Maratua, Pulau Balikukup, Pantai Harapan, Tanjung Perepat, Batu Putih, dan Teluk Sulaiman memiliki budaya yang sangat beragam dan unik. Ada upacara adat yang kita kenal dengan Bag Jamu atau Bag Pakan Lahat yang artinya memberi makan bumi atau menjamu dengan mempersembah berbagai makanan yang dimasukkan dalam miniatur perahu layar kemudian dilarungng kelaut sebagai persembahan laut. Mengapa demikian, karena suku Bajau adalah pelaut handal sebagai suku laut yang mendiami pulau-pulau dan pesisir pantai.
Ada lagi yang namanya upacara Bag Jin, upara pengobatan tradisional suku Bajau yang sangat luar biasa dan menakjubkan. Upacara pengobatan Bag Jin dilakukan setiap saat apabila ada yang sakit untuk diobati atau ada wabah penyakit yang harus segera diusir dari kampung suku Bajau.
Kemudian ada upacara Tolak Bala atau Buang Naas. Buang Naas dilakukan pada pertengahan bulan Safar sesuai dengan penanggalan arab. Suku Bajau beragama Islam, oleh karena itu mereka mengadakan acara Buang Naas dipertengahan bulan Safar yang diawali dengan membaca surah Yasin di Mesjid, kemudian menulis doa-doa di daun kelapa muda atau janur. Lalu semua masyarakat beramai-ramai berangkat menuju sebuah pulau kecil gundukan pasir yang dikenal dengan nama Sapa Gusungan, disana mereka makan buras, sokko dan lain-lain, dilanjutkan dengan mandi-mandi dengan niat membuang sial, selesai mandi-mandi mereka pulang dengan membawa harapan baru ditahun depan mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa dengan kehidupan yang lebih baik, sehat, dan rezki yang melimpah. Amin.
Upacara adat perkawinan suku Bajau. Pada zaman dahulu mereka adalah suku laut yang tinggal di perahu atau kapal-kapal kecil dengan berpindah-pindah dari satu wilayah kewilayah lain atau dari satu pulau ke pulau yang lain ditengah lautan, oleh karena itu penyebaran suku Bajau semakin lama semakin meluas diseluruh dunia yang memiliki pantai dan pulau-pulau, terutama dipulau atau pesisir pantai yang ada sumber air tawarnya. Suku Bajau di Indonesia tersebar hampir diseluruh pulau-pulau kecil yang ada di utara Indonesia seperti di kepulauan Raja Ampat di Papua, Waka Tobi Sulawesi Tenggara, kepulauan Komodo Nusa Tenggara Timur, di kepulauan Sangir Talaut Sulawesi Utara, pulau-pulau kecil di Sulawesi Selatan, di Kepulauan Derawan Kabupaten Berau, di Kepulaua Riau dan terus menyebar sampai diujung barat Sumatra. Diluar negeri ada di Filipina, Malaysia, Brunai Darussalam, Australia, Papua New Gini, Selendia Baru, pesisir Thailan, terus menyebar sampai ke Afrka. Presiden suku Bajau atau Baju, atau Bajo ada di Waka Tobi.
Upacara adat perkawinan suku Bajau yang unik itu saya ceriterakan lebih detail saat ini kita mulai dari :
1.
Bag Haka
Bag Haka artinya memberi tahu atau yang lebih dikenal dengan mengudang keluarga, kaum kerabat dan handai taulan seluruh kampung dengan datang langsung rumah kerumah, istilah ini dalam Bahasa Berau dikenal dengan “Mamadai”, dalam bahasa Banjar dikenal dengan istilah “Bapadahan”. Bag Haka dipercayakan kepada seseorang yang terpilih berpengalaman dan pandai bertutur kata untuk menyampaikan hajat dari tuan rumah yang akan melaksanakan pesta perkawinan. Sangat dihindari berbahasa yang kasar, tidak sopan, atau sering salah ucap, hal ini bisa mengakibatkan tersebarnya fitnah keseluruh kampung. Bag Haka di dilakukan oleh utusan tersebut dengan naik rumah kerumah sampai tuntas, setelah tuntas petugas bag haka melapor kepada pemilik hajat, bahwa tugas sudah selesai dilaksanakan, apabila masih ada rumah yang belum diundang karena rumahnya kosong atau sedang bepergian keluar kampung. Yang belum diundang akan diundang kembali. Apabila keluarga mengundang warga Kampung lain atau pulau lain yang jauh, maka diutus orang yang dipercaya di kampung atau pulau tersebut untuk melaksanakan Bag Haka sesuai dengan keinginan yang punya hajat. Bag Haka dilakukan tiga hari sampai satu hari sebelum pesta perkawinan dilaksanakan.
2. Mandi-Mandi
Mandi-mandi pengatin mempelai wanita dilaksanakan pada pukul lima subuh. Upacara mandi-mandi biasanya dilakukan oleh seorang tokoh wanita tua yang berpengalaman dan berpengaruh dikampung. Selain mandi ada mantera-matera atau doa-doa yang dibacakan oleh yang memandikan. Air yang dimandikan telah ditaburi bunga tujuh rupa atau bunga yang memang ada dan tersedia di kampung mempelai. Saat dimandikan Mandi-mandi dimulai dengan siraman dari kepala dan dilanjutkan sampai dengan ujung kaki. Ketika dimadikan semacam itu pengantin wanita merasa kedinginan dan sampai menggigil. Pengantin wanita yang dimandikan duduk diatas bangku-bangku kecil atau dadampar dengan ketinggian sepuluh sampai lima belas senti meter dengan kaki melonjor lurus kedepan, dibawah bangku kecil diletakkan besi atai pisau terbuat dari besi sebagai pengganti. Saat mandi biasanya pengantin memakai kain sampai dada warna kuning menutup paha sampai dekat lutut. Tujuan mandi-mandi pengantin wanita adalah : pertama, pengatin saat bersanding terhindar dari gangguan roh jahat, jin, atau orang yang ditidak suka; kedua, terlihat segar dan cantik, menawan, dan menyenangkan dengan senyum simpul yang membuat lebih cantik; ketiga, pisiknya kuat karena sejak pagi sudah mulai didandani memakai pakaian pengatin adat Bajau; keempat dilanjutkan dengan bersanding didepan para tamu dan undangan dengan mempelai laki-laki. Saat dilangsungkan mandi-mandi diringi dengan music tradisional suku Bajau Titik Pagmandi
3. Mag Pelengan
Rombongan Pengantin
Laki-laki berangkat menuju rumah mempelai wanita dengan meriah diiringi dengan musik
terbang dan kaum kerabat baik wanita maupun laki-laki. Pengantin diangkat oleh
dua orang laki-laki yang kuat, tangan kedua orang mengangkat perpegangan
berhadapan disitu pengantin duduk dan terlihat pengantin lebih tinggi dari
seluruh rombongan, selama perjalanan pengantin laki-laki tidak menginjakkan
kaki ketanah, disamping itu ada seorang perempuan setengah baya yang punya
keahlian berbicara. Disamping kiri dan kanan pengantin ada tarian sasayau yang
bermakna sebagai penjaga keamanan perjalanan pengantin dari rumah sampai
ketempat tujuan. Sasayau sambil menari-nari mengikuti irama musik terbangan membawa
pelepah daun kelapa muda atau janur yang ujungnya ditajamkam seolah sebuah
tombak untuk menghalau orang jahat yang ingin mengganggu upacara yang penuh
hikmat, sakral dan meriah itu, sedang ditangan kirinya memegang alat penangkis
dari saraping (nyiru untuk menampi beras). Sepanjang perjalanan yang diiringan
banyak orang tersebut menjadi tontonan disepanjang jalan yang dilintasi. Sedangkan
dirumah pengantin wanita memainkan musik kulintang yang berbaur dengan suara
tabuhan tiga buah gong dan sebuah tambur dengan irama “ Titik Pelengan”
namanya. Begitu rombongan pengantin laki-laki semakin dekat kerumah pengantin
wanita maka terdengarlah perpaduan musik yang berbeda yaitu musik Terbang dan musik
Titik Pelengan. Kedua musik yang berbeda itu dipukul dengan penuh semangat
menjadikan suasana menjadi meriah. Sesampai dihalaman rumah pengantin laki-laki
diturunkan, karena dimuka pintu dihalangi kain jarik atau ampik bahalai oleh
dua orang wanita yang tidak memberikan ijin masuk sebelum terjadi dialoh
berbahasa Bajau namanya lawa-lawa.
4. Lawa-lawa
Lawa adalah menghalangi
rombongan pengantin didepan pintu yang mau masuk kerumah mempelai wanita dengan
kain sarung wanita (sarung bahalai/tapih/ampik bahalai) yang dipegang oleh dua
orang wanita. Rombongan tidak boleh masuk apabila tidak bisa membuka ampik
bahalai yang menutup pintu tersebut. Untuk membuka ampik bahalai yang menutup
sebagian pintu masuk yang dipegang oleh dua orang wanita tidak boleh
sembarangan. Dimulai dengan salam dari yang mewakili rombongan mempelai
laki-laki. Yang mewakili dan memberikan salam tersebut adalah seorang wanita
yang telah ditunjuk. Setelah salam diucapkan dilanjutkan dengan mengatakan “kami
datang kemari dengan niat baik”. Jawab yang memegang ampik bahalai “maksud baik
apa yang kalian semua maksudkan”. Dijelaskan oleh wanita rombongan pengantin
laki-laki “membawa kebaikan dengan mengantar pengantin laki-laki, kanapa kami
dihalangi dengan ampik bahalai seperti ini”. Dijawab oleh yang memegang ampik
bahalai “boleh kalian masuk, tetapi ada syaratnya”. Dijawab oleh wakil rombongan
laki-laki “apa syarat yang kalian minta”. Jaman dahulu biasanya dengan uang
recehan. Yang kami minta uang sebesar……..baru kalian boleh masuk. “baik kalau
begitu ini uang yang kalian minta”. Uang ditaruh diampik bahalai, lalu ampik
bahalai dilipat oleh kedua wanita didepan pintu, baru rombongan pengantin
laki-laki dipersilahkan masuk, pengantin laki-laki langsung menuju tempat duduk
yang telah disiapkan, tempat duduk itu berlapis beberapa buah ampik dan sarung
yang masih baru-baru, dilipat-lipat sedemikian rupa seperti berbentuk bintang.
5. Ijab Kobul
Sebagai seorang muslim mempelai laki-laki dinikahkan oleh penghulu kampung dengan disaksikan kedua belah pihak laki-laki dan pihak perempuan. Disamping kiri kanan penghulu ada dua orang saksi yang mendengarkan dengan saksama proses pernikahan itu dan apabila sudah cocok dan benar jawaban pengantin laki-laki kepada penghulu sebagai wakil putri tuan rumah dalam pernikahan itu, kedua saksi mengiyakan ijab kobul tersebut dengan kata “syah”, maka syahlah sudah pernikahan kedua mempelai. Dalam pernikahan suku Bajau pengantin wanita tidak hadir bersama-sama mempelai laki-laki dihadapan penghulu, pengantin wanita mendengarkan dari balik tirai apa yang terjadi diluar, apabila sudah dikatakan syah maka tersenyumlah pengantin wanita dan bersiap dijemput sang kekasih pujaan hatinya kepelaminan. Acara sakral itu selesai, dilanjutkan dengan acara ngambatal.
6. Ngambatal
Ngambatal sama dengan istilah suku Berau Mambatalli. Acara ngambatal pengantin laki-laki masuk kedalam kamar atau bilik dimana sang pujaan hati istrinya berada, begitu keduanya bertemu pengantin laki-laki mengeluarkan sapu tangan. Sapu tangan itu dipegang ujungnya kemudian diputar mengelilingi kepala pengantin wanita sebanyak tiga kali, dihadapan pengantin wanita saputangan tersebut dilepaskan dan jatuh kelantai. Makna filosofi memutar sapu tangan tiga kali tersebut adalah: putaran pertama, kelahiran aku dan dia artinya mereka berdua sebagai keduanya yang baru dilahirkan dan menyatu dalam sebuah pernikahan; putaran kedua bermakna sebagai jodoh yang telah dipertemukan dalam pernikahan yang sakral; putaran ketiga semoga abadi, dalam menjalani kehidupan selalu rukun damai dan saling memahami kedua terpisahkan hanya oleh kematian, tuntung pandang abadi selamanya sampai tua dan menjadi nenek-nenek dan kakek-kakek.
7. Mag Pahandang
Mag Pahandang artinya Basanding atau bersanding. Selesai ngambatal dilanjutkan dengan mag pahandang, pengantin duduk berdua didepan ranjang disaksikan semua undangan dan handai taulan. Kedua mempelai duduk bersanding didepan ranjang besi yang ditutup dengan kelambu warna merah muda dihiasi dengan pernik-pernik yang ada tumbuh disekitar perkampungan suku Bajau. Adapula mag pahandang dengan duduk diranjang. Kelambu yang masih baru dihiasi dengan bunga kantong semar yang ditata sedemikian ruma lengkap dengan batang dan daunnya seolah melayap dari bawah keatas, didepan ranjang dihiasi dengan kembang payau dan kembang batu yang didapat dari hutan sekitar kampung ditambah dengan hiasan lain yang semuanya dari tetumbuhan yang masih segar dan cantik. Kembang payau adalah setangkai daun kayu yang bentuk daunnya panjang melebar bagian tengahnya. Hiasan alami tersebut memperindah ranjang besi yang ditutup dengan kelambu dan dihiasi dengan tumbuhan hidup membuat suasana terasa alami.
8. Mag Labot
Mag Labot adalah mengantar makanan kepada semua undangan yang hadir dalam acara pesta perkawinan, mengantar makanan dilakukan oleh panitia dengan berbaris memanjang sampai ketempat undangan berada. Barisan itu berhadapan, tetapi tidak berhadapan pas satu dengan lainnya, berhadapan selisih sekitar satu meter. Makanan dalam piring yang terdiri dari berbagai macam jenis kueh dilakukan dengan riang gembira dioper dari tangan ketangan yang berbaris tersebut dengan nestapet sampai masuk dalam ruangan dimana undangan berada. Didalam ruangan tempat undangan panitia menyambut piring kueh dengan estapet itu menjongkok menghormati para undangan yang duduk saling berhadap-hadapan, sedangkan yang diluar menyambut piring secara estapet berisi kueh itu berdiri sambung-menyambung. Setiap tamu mendapat satu piring kueh terdiri dari kueh cucur, sarang semut, koleng-koleng, gareget, jaja ketop, dan ulat-ulat. Setelah undangan semua mendapat satu piring kueh dan satu gelas air dipersilahkan dimakan. Yang tidak habis, kuehnya dibungkus untuk dibawa pulang. Makan kueh sembari bercakap-cakap dengan kawan handai taulan menyaksikan pengantin yang duduk bersanding adalah sebuah atraksi yang sangat sulit ditemukan dikota-kota. Datang memenuhi undangan adalah sebuah kewajiban untuk menghargai tuan rumah yang mengundang, didalamnya ada silaturahmi, pertemuan antar undangan yang jauh-jauh, menyaksikan kedua mempelai yang bersanding, mendengarkan musik tradional, menonton tarian igal, menari igal bersama-sama dan bergantian, dan bergembira menjadi satu adonan sosial yang sangat mulia bernilai adiluhung patut dipertahankan dan dilestarikan.
9. Sulug sulugan Ampik
Pada malam ketiga diadakan acara sulug-sulugan ampik. Dua buah Ampik bahalai diikat jadi satu sudut-sudutnya, lalu digulung-gulung menjadi sedikit bundar menjadi lingkaran. Kedua mempelai masuk ketengah lingkaran kain ampik bahalai tersebut. Seorang tokoh wanita memegang piring yang ditengahnya ada lilin atau talu dalam bahasa Bajau. Talu terbuat dari lilin lebah yang digulung dan dipanjangkan sedemikian rupa, ditengahnya diisi benang besar untuk pembakar. Dalam bahasa Berau disebutnya dengan dian. Talu dipiring yang sudah dinyalakan diputar tiga kali mengelilingi kepala kedua mempelai, begitu hitungan ketiga keduanya berlomba meniup lilin dalam bahasa Bajau Niup Talu dan langsung melompat dengan cepat keluar lingkaran ampik bahalai. Hal yang sama dilakukan tiga kali berturut-turut niup talu dan melompat keluar lingkaran ampik bahalai dengan cepat. filosofi dari acara tersebut adalah apabila tiga kali meniup lilin dan melompat lebih cepat keluar adalah pemenangnya. Yang menang dimaknai dengan pemimpin yang mengatur rumah tangga. Kalau dimenangkan oleh pengantin laki-laki, maka suaminya menjadi pemimpin rumah tangga, apabila yang menang pengantin wanita, maka suami dalam rumah tangga selalu dibawah perintah istrinya dan tidak bisa berbuat macam-macam, kalah dengan istri. Istilahnya Suami takut istri. Acara tersebut dinantikan warga dan sanak handai taulan namanya sulug-sulugan ampik.
10. Padeo Ni Tahik
Padeo Ni Tahik artinya turun kepantai atau turun ketanah. Selama tiga hari tiga malam kedua mempelai tidak boleh turun ketanah. Malam ketiga diadakan acara sulug-sulugan ampik, paginya diadakan acara padeo ni tahik atau turun ketanah. Turun ketanah, pengantin dibawa kepantai sampai kelaut airnya sedalam dibawah lutut. Disana kedua mempelai dimandikan dengan air laut yang asin oleh seorang tokoh wanita tua yang berpengaruh dikampung. Dengan membaca berbagai matera-matera, air yang mau dimandikan diiris dengan pisau, irisannya berbentuk angka tambah (plus) lanjut keduanya dimandikan mulai dari bunbunan sampai keduanya basah kuyup dan menggigil kedinginan. Mandi-mandi kelaut ini dilaksanakan pagi hari atau subuh pada jam 05.00 waktu setempat. Dalam gelar budaya adat perkawinan suku Bajau dilakukan tidak ditepi laut seperti yang sebenarnya, tapi dilaksanakan dekat tarup dilapangan parkir Tanjung Batu untuk disaksikan semua pengunjung.
Informan :
1. Kaharuddin, Ketua Adat Bajau Tanjung Batu
2. Handou, sekretaris panitia penyelenggara Tanjung Batu
3. Welly, pemusik tradisional Bajau Tanjung Batu
4. Jurnalis, guru SD Tanjung Batu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar