Selasa, 15 September 2020

IKAN NAIK RAJA DALAM BAHASA DAYAK GA'AI TUK PEAS

TUK PEAS

IKAN NAIK RAJA

  Oleh : Saprudin Ithur

Tuk Peas  dalam bahasa Dayak Ga’ai, artinya Ikan Naik Raja. Ikan Naik Raja adalah perilaku unik ikan patin dan ikan salap waktu bertelur. Ikan tersebut waktu bertelur naik kehulu Ngui (sungai). Saya yakin perjalanan ikan-ikan itu bisa mencapai dua tiga hari baru sampai kedaerah tujuan yang tidak lagi ada pasang surutnya, sesuai tempat yang diinginkan untuk bertelur. Perjalanan panjang yang memakan waktu cukup lama dan melelahkan tersebut membutuhkan pengorbanan yang luar biasa bagi ikan patin dan ikan salap. Sepanjang perjalanan harus melintasi medan berbahaya dan menantang, serta  bermacam bahaya pemangsa, seperti ular, buaya, labi-labi (bulus), kura-kura, manusia, kendaraan yang lalu lalang disepanjang sungai. Kendaraan dan suara mesin seperti speedboat, kapal, perahu bermesin ketinting, dan pekerja penambang pasir, semuanya menggunakan mesin yang bersuara keras dan memekakkan telinga. Suara mesin-mesin tersebut bisa menjadikan trauma yang dalam bagi ikan-ikan dan makhluk lain yang tinggal di sungai dan sekitar sungai. Melintasi arus sungai yang berbahaya dengan jeram atau giram yang airnya sangat deras. Sekali lagi perjuangan untuk bertelur saja ikan patin dan ikan salap harus menerjang seribu bahaya, rintangan, dan tantangan. Belum lagi pemangsa sesama ikan seperti ikan baung, ikan  kakap sungai, ikan aruan (gabus), ikan Jallau (mersapi/belut bersirip).

Ditempat yang sudah paling sesuai dan waktu yang tepat, barulah telur-telurnya dikeluarkan dari dalam perutnya dengan cara yang sangat menyakitkan, pastinya. Yaitu dengan cara menggosok-gosokkan tubuhnya, terutama bagian perutnya ke batu-batu koral yang banyak berhamburan disepanjang sungai Kelay. Tumpukan batu koral sebesar genggaman orang dewasa, sebesar dua genggaman oran dewasa menumpuk membangun pulau ditengah sungai, atau sedikit menepi sungai. Tumpukan membentuk pulau itu luasnya ada yang dibawah seratus meter, tetapi ada juga yang sampai dua ratus- tiga ratus meter panjangnya. Tumpukan batu koral tersusun begitu rapinya berbentuk pulau disebut masyarakat Berau dengan Karassik. Karassik muncul dan kelihatan waktu air surut atau kemarau, apabila air besar atau banjir pulau-pulau kecil disungai Kelay yang dinamai karassik tidak nampak, semua tenggelam. Batu-batu koral itu menumpuk dan membentuk seperti pulau terjadi saat sungai banjir besar, banjir besar membawa batu koral dari hulu sungai, batu-batu tersebut bergulingan didorong arus air yang kencang dan menurun. Yang besar tertinggal lebih jauh dihulu, yang sedikit lerbih kecil, tertinggal lebih kehilir, lebih kecil lagi tertinggal lebih kehilir lagi, sedangkan yang paling kecil dan pasir tertinggal didaerah sungai yang terjadi pasang surut. Alam menyediakan batu dan pasir disungai Berau begitu dengan segala keteraturannya. Maka menjadi penting waktu kemarau, waktu musim hujan, sampai banjir. Dari peroses alam itu menyediakan batu koral, dari yang besar  sampai yang kecil, begitu serba jadi, begitu pula dengan pasir. Batu koral dan pasir tersebuit digunakan manusia sebagai bahan bangunan rumah dan gedung-gedung. 

Ikan patin dan salap menggosokkan, melompat dan menghempas-hempaskan tubuhnya, bahkan sampai melompat keatas tumpukan koral, baru kemudian pelan-pelan turun lagi kesungai, hanya semata-mata upayanya untuk mengeluarkan puluhan ribu telur dari dalam perutnya. Telur-telur itu sebagian melengket dibatu koral yang terpanggang, sebagian lagi melengket dibatu koral yang sedikit basah, ada sebagian lagi yang melayang-layang diantara koral yang ada airnya sedikit tetapi tidak terbawa arus, sebagian lagi lepas dan terbawa arus kehilir sungai. Yang tersimpan dan melekat dibatu koral dan benda-benda lainnya disekitar koral tersebut, kemungkinan terjemur cahaya matahari beberapa waktu menetas dan menjadi anakan (nener). Sedangkan yang larut dibawa arus air yang deras, kemungkinan untuk menjadi anakan sangat kecil, rentan dimangsa ikan lain.  Dibawah, dihilir sungai tempat tuk peas, pemangsa telur ikan yang larut sudah siap melahapnya. Ikan kakap sungai dan ikan baung yang bermulut besar memakan dengan lahap telur-telur yang terhambur dan larut mengikuti arus sungai. Ikan kakap dan ikan baung tidak merasa berdosa memakan semua telur-telur yang larut tersebut. Ikan kakap sungai dan ikan baung membutuhkan asupan makanan bergizi tinggi untuk tubuhnya yang kuat dan gesit. Sebagian kecil yang larut dibawa arus ada yang menempel di akar, dibatu, di daun-daun, sebagian diantaranya juga menetas dan menjadi anakan patin dan salap.

Karassik disapanjang sungai Kelai ratusan jumlahnya, karena panjang sungai kelai lebih 200 kilo meter. Hampir semua Karassik sudah memiliki nama. Dapat dicontohkan nama karassik tersebut antara lain : Atuk Natuya (Kampung Merasa), Jo’ Geng (Blekai Lesan), Jo’ Long Kling (Lesan Dayak), Long Sam (Lesan Dayak), Jo’ Long Mendau (Lesan Dayak), Long Ngui Hit (Lesan Dayak), Jo’ Bo’ Ping (Lesan Dayak). Jo’ artinya pulau, long artinya muara sungai, Ngui artinya sungai. Namanya unik-unikkan, dan bahasanya juga unik, bahasa Dayak asli Berau seperti itu. Disepanjang sungai Kelai ada ratusan karassik, di anak sungai Kelai yang besar seperti sungai Inaran, sungai Lesan ada puluhan karassik. Begitu pula dengan sungai Segah, ada ratusan karassik yang membuat keindahan sepanjang alur sungai, selain alamnya yang masih asri, unggas beterbangan hilir mudik, binatang melata masih saja sering terlihat menyeberang sungai. Semarak keindahan alam tersebut dihiasi dengan penduduk yang mendiami beberapa tempat disepanjang sungai, yang masih kental dengan kebudayaan Dayak seperti tari-tarian, musik, nyanyian, tradisi menugal, menangkap ikan, berburu, meramu hasil hutan, memanjat pohon madu, memanjat gua sarang, dan bahasa. Peninggalan prasejarah dan sejarah masih dapat disaksikan di pedalaman. Disana ada peninggalan gambar batu cadas berbentuk telapak tangan dan beberapa jenis gambar binatang. Usia gambar cadas tersebut sudah mencapai 10.000 tahun. Artinya sejak 10.000 tahun yang lalu di sini dipedalaman Berau sudah ada kehidupan, sudah ada manusia yang tinggal di gua-gua karst. Dibeberapa gua lainnya ada makam dalam gua yang disebut orang Dayak Berau Lungun. Makam lungun tersebar dibeberapa tempat, seperti di pegunungan karst Merabu, Mapulu, Merapun, Pegunungan Nyapa, Long Dem, Batu Belah, pegunungan Suaran, Liang Batu Libas, Liang Pa Umbak, dan di pedalaman sungai Segah. Lungun membuktikan kehidupan manusia yang semakin maju, dan terjadinya hubungan perdagangan yang dibuktikan dengan peninggalan Cagar Budaya seperti beberapa jenis peralatan pertukangan terbuat dari besi, tempayan, dan botol keramik dan kaca peninggalan Belanda. Bukti-bukti tersebut sebagai bukti sejarah perjalanan kehidupan manusia purba sampai dengan bukti-bukti hubungan perdagangan dengan orang luar yang datang atau sebaliknya orang dalam yang bepergian keluar benar-benar ada.

Ada kemungkinan manusia yang hidup pada masa 10.000 tahun yang lalu di gua karst sekitar Merabu ada hubungannya dengan kejadian banjir besar yang melanda hampir menutupi seluruh permukaan bumi yaitu pada zaman Nabi Nuh. AS.  Diantara mereka ada yang terdampar dipegunungan karst Merabu Kabupaten Berau, merekalah yang menjadi manusia purba dengan meninggalkan gambar-gambar cadas tersebut. Apabila ya dan benar dari pernyataan penulis ini, maka manusia yang ada di Borneo, di Kalmantan sekarang adalah keturunan langsung Nabi Nuh. AS. Wao…hebat….

 

Tuk Peas atau ikan naik raja terjadi hanya pada waktu-waktu tertentu saja. Biasanya terjadi saat musim kemarau, saat itu karassik sepanjang sungai timbul. Menurut keterangan tokoh masyarakat Dayak di sungai Kelai, ikan naik raja setiap tahun terjadi dibulan Juli dan bulan Agustus. Pada bulan itupun tidak setiap saat, hanya sewaktu-waktu saja.

Tanda-tanda saat tuk peas antara lain :

1.       Musim kemarau;

2.       Karassik timbul semua;

3.       Malam menjelang dini hari terasa dingin sekali, sampai terasa menusuk tulang;

4.       Embun waktu subuh tebal.

5.       Dimulai pukul 5 pagi sampai pukul 7 pagi, kadang-kadang kesiangan sampa pukul 8 pagi.

6.       Tempatnya berpindah-pindah. Apabila terganggu. Pagi berikutnya pindah ke karassik lainnya lebih kehulu.

7.       Tempat-tempat yang menjadi idola ikan naik raja adalah : karassik Atuk Natuya (Kampung Merasa), karassik Jo’ Geng (Blekai Lesan), karassik Jo’ Long Kling (Lesan Dayak), karassik Long Sam (Lesan Dayak), karassik Jo’ Long Mendau (Lesan Dayak), karassik Long Ngui Hit (Lesan Dayak), dan karassik Jo’ Bo’ Ping (Lesan Dayak).

Saat seperti itulah biasanya ikan naik raja. Masyarakat kampung mengejar momen tuk peas untuk meraih rejeki. Mereka beramai-ramai menangkap ikan patin dan ikan salap saat ikan naik raja. Ada yang membawa sauk, ada yang membawa jala, dan lain-lain. Ikan yang didapat untuk dimakan, apabila ada yang berminat membeli, untuk dijual, dikeringkan, dan disalai. Saat ikan naik raja, ribuan ikan salap dan patin melompat-lompat di karassik untuk bertelur. Apabila sudah selesai bertelur ikan patin dan ikan salap itu pergi dan menghilang entah kemana.

Atraksi ikan naik raja atau Tuk Peas itu sangat memukau dan istimewa. Momen tersebut adalah momen langka, karena tidak setiap saat ada. Yang menunggu untuk menyaksikan atraksi alam itupun belum tentu bisa bertemu dan melihat langsung. Kejadiannya sangat singkat, waktunya saat masih sangat pagi, tempatnya bisa berpindah-pindah. Bagi yang ingin menyaksikan harus menunggu momen yang tepat diantara bulan Juli dan bulan Agustus.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar