Selasa, 11 Agustus 2015

PARUAN, PAARUHAN



PARUAN
oleh : Saprudin Ithur

Paruan berasal dari Bahasa Berau atau bahasa Banua’. Paruan berasal dari dua kata yaitu kata “Pa”, kata  “Arua’” dan akhiran “An” menjadi “Paruan” . Pa berarti “ber” atau dipanjangkan menjadi “melaksanakan” atau “melakukan” atau “mengerjakan”, sedangkan Arua’ atau Aruah, adalah orang yang sudah meninggal dunia atau aruah. Ditambah dengan akhiran –an- menjadi aruaan atau aruahan. Dalam bahasa Berau biasanya hurup “h” diakhir kata hilang, tetapi dalam tuturnya mendapat tekanan, akhir kata mendapat tekanan, atau diberi koma diatas, contoh Ruma’, bua’, arua’, samba’, balla’ dan seterusnya.
Paruan artinya makanan yang dibawa didalam/diatas talam atau tampi/nyiru dengan cara dijunjung, makanan tersebut diantar kepada pegawai 12 atau kepada yang ahli membaca doa aruah/arua’. Dirumah pegawai 12 tersebut dibacakan doa arwa’ atau arwah. Makanan didalam talam semua untuk pegawai 12 yang membacakan doa tersebut. Apabila mampu dan berkelebihan juga dibagi-bagikan kepada sanak saudara, handai taulan. Paruan dilasakanan tiga hari, dua hari, atau satu hari sebelum bulan Puasa atau bulan Ramadhan.
Paruan atau Paruaan dapat diartikan juga sebagai seseorang atau keluarga yang melaksanakan membaca doa untuk arwah yang sudah meninggal dunia, yaitu orang tua, anak, istri, suami, atau kakek, yang meninggal baru atau meninggal dunia yang sudah lama (haul/haul jama’) dilaksanakan tiga hari, dua hari atau satu hari sebelum bulan Puasa atau bulan Ramadhan. Sebagian makanan yang telah dibacakan doa arwa’/arwah tersebut diantar ketetangga, sanak dan handai taulan.
Tradisi lama yang dikenal dengan Paruan tersebut masih dlakukan di Kampung-kampung suku Berau seperti di Gunung Tabbur, Bebanir Bangun, Maluang, Samburakat, Gurimbang, Tanjung Parangat, Sukan, dan lain-lain.
Paruan atau Paruaan tersebut juga dikenal dengan nama Arwahan, Ba Aruahan, Genduri.

Tanjung Redeb, 31 Juli 2015

Saprudin Ithur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar