PARUAN
oleh : Saprudin Ithur
Paruan berasal dari Bahasa Berau atau bahasa Banua’. Paruan
berasal dari dua kata yaitu kata “Pa”, kata “Arua’” dan akhiran “An” menjadi “Paruan” . Pa
berarti “ber” atau dipanjangkan menjadi “melaksanakan” atau “melakukan” atau
“mengerjakan”, sedangkan Arua’ atau Aruah, adalah orang yang sudah meninggal dunia
atau aruah. Ditambah dengan akhiran –an- menjadi aruaan atau aruahan. Dalam
bahasa Berau biasanya hurup “h” diakhir kata hilang, tetapi dalam tuturnya
mendapat tekanan, akhir kata mendapat tekanan, atau diberi koma diatas, contoh
Ruma’, bua’, arua’, samba’, balla’ dan seterusnya.
Paruan artinya makanan yang dibawa didalam/diatas talam atau
tampi/nyiru dengan cara dijunjung, makanan tersebut diantar kepada pegawai 12
atau kepada yang ahli membaca doa aruah/arua’. Dirumah pegawai 12 tersebut
dibacakan doa arwa’ atau arwah. Makanan didalam talam semua untuk pegawai 12
yang membacakan doa tersebut. Apabila mampu dan berkelebihan juga
dibagi-bagikan kepada sanak saudara, handai taulan. Paruan dilasakanan tiga
hari, dua hari, atau satu hari sebelum bulan Puasa atau bulan Ramadhan.
Paruan atau Paruaan dapat diartikan juga sebagai seseorang
atau keluarga yang melaksanakan membaca doa untuk arwah yang sudah meninggal
dunia, yaitu orang tua, anak, istri, suami, atau kakek, yang meninggal baru
atau meninggal dunia yang sudah lama (haul/haul jama’) dilaksanakan tiga hari,
dua hari atau satu hari sebelum bulan Puasa atau bulan Ramadhan. Sebagian
makanan yang telah dibacakan doa arwa’/arwah tersebut diantar ketetangga, sanak
dan handai taulan.
Tradisi lama yang dikenal dengan Paruan tersebut masih
dlakukan di Kampung-kampung suku Berau seperti di Gunung Tabbur, Bebanir
Bangun, Maluang, Samburakat, Gurimbang, Tanjung Parangat, Sukan, dan lain-lain.
Paruan atau Paruaan tersebut juga dikenal dengan nama
Arwahan, Ba Aruahan, Genduri.
Tanjung Redeb, 31 Juli 2015
Saprudin Ithur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar