Jumat, 12 November 2021
Jumat, 06 Agustus 2021
DAYAK BALAUY DESA DUMARING. TALISAYAN KABUPATEN BERAU
DAYAK BALUY DESA DUMARING
Oleh : Saprudin Ithur
Di wilayah Kabupaten Berau Kecamatan Talisayan ada sebuah desa, namanya desa Dumaring. Suku asli yang tinggal di Desa Dumaring itu adalah suku Dayak, namun berbeda dengan dayak pada umumnya. Memang pada umumnya yang mendiami wilayah pesisir sungai-sungai didaerah pesisir pantai Selatan Berau adalah suku Dayak Basap, tapi mereka tidak menyebutnya dengan Dayak Basap, tetapi mereka menyebut suku mereka adalah suku Dayak Baluy. Suku Dayak Baluy itu tubuhnya tidak tinggi dan tidak besar, tapi tubuhnya lebih mungil sama dengan Dayak Lebo' dan Dayak Ga'ai. Warna kulit mereka tidak putih seperti Dayak Kenyah, warna kulit mereka agak gelap. Mereka tinggal di wilayah sungai-sungai yang ada di pesisir pantai wilayah Selatan Kabupaten Berau.
Busana tradisional suku Dayak Baluy sangat sederhana, boleh dikata tidak ada busana khusus yang berciri khas Dayak Baluy. Ada kemungkinan sebelum mengenal pakaian adat mereka sekarang, sebelumnya mereka tidak mengenal busana. Karena mereka tinggal jauh dari penduduk lainnya. Menghindari diserang suku lain atau di ngengnyiu atau di ayau, diambil kepalanya. Busana wanita biasanya memakai busana baju Kebaya model tempo dulu, kemudian pakai sarudung atau selendang, dan pakai sanggul. Di sanggul ditusuk kembang goyang satu atau dua buah. Di kaki pakai gelang kaki atau gelang keroncong, di tangan pakai gelang tangan mereka sebut dengan gelang Sulau, di telinga pakai giwang atau anting , bagian bawah pakai kon atau bawahan caul pakai babat. Biasanya pakai kain tapih batik, dipinggang pakai babat.
Sedangkan yang pria busananya namanya busana adat Dayak Baluy, pakai singal atau tutup kepala seperti topi dari kain yang diikat. Bajunya mirip baju tolakbelanga, berkancing 2, leher tidak bundar dan tanpa kerah. Biasanya warna baju menggunakan warna kuning atau warna hitam. Sedangkan Celana gantung 3/4 bawah lutut, warna celana biasa kuning.
Waktu upacara adat, pria biasanya pakai gelang kaki atau gelang keroncong mirip dengan yang dipakai penari kuda lumping. Biasanya saat upacara adat mereka memakai Maqndau atau Mandau yang diikat dipinggang lengkap dengan sarungnya. Disisi Mandau ada terselip pisau raut. Kemudian pada acara-acara tertentu mereka juga membawa Seput atau Sumpit lengkap dengan anak Sumpit, namanya Upas. Tempat atau wadah anak Sumpit terbuat dari bambu namanya Selo'. Kalau mereka bepergian ke hutan atau kekebun, mereka membawa Anjat atau mereka sebut Lambutan, bisa juga mereka membawa yang lebih besar seperti namanya butah atau Burangka atau yang lebih besar namanya Ambinan atau lanjung. Cara membawa Lambutan, Burangka dan Ambinan itu digendong di belakang seperti tas ransel. Semua terbuat dari rotan yang dianyam dan sangat kuat.
Dayak Baluy juga mempunyai kesenian musik maupun tari tarian yang sangat khas. Alat musiknya terdiri dari gendang Gong, suling, dan taking yang terbuat dari bambu. Tari-tarian terdiri dari tari Paturunan, tari Palanduk, tari Tupai, tari Tangkai Baluluk, dan tari Layang-layang mandi.
Upacara adat Dayak Balui namanya Gosokan atau disebut juga Akusukan atau Kuwaru atau Pesta Adat. Nyanyian tradisional disebut Abalian.
Demikian sekilas budaya adat suku Dayak Baluy yang ada di desa Dumaring Kecamatan Talisayan Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur.
Informan : Bapak Asri, Ketua Adat Dayak Baluy Dumaring.
Rabu, 04 Agustus 2021
Senin, 02 Agustus 2021
PATUNG BUDHA DI GUNUNG MASIGIT
Oleh : Saprudin Ithur
Kisah patung Budha di Gunung Masigit adalah sebuah legenda yang sangat unik dan menarik yang harus diketahui semua masyarakat Indonesis, terhusus masyarakat Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur. Terceritalah sebuah kisah yang sangat unik dan melegenda, yaitu munculnya patung berbentuk Patung Buddha Duduk, patung ini muncul kadang terlihat kecil kira-kira seukuran lengan orang dewasa, kadang-kadang sangat besar bahkan besarnya setinggi manusia dewasa berdiri. Kejadian ini berada di Gunung Masigit. Gunung Masigit berada di sungai Lati. Gunung Masigit terletak tidak jauh dari muara sungai Lati. Sungai Lati adalah salah satu anak sungai Berau atau Sungai Kuran. Begitu masuk sungai Lati, disebelah kiri sungai nampak gunung pertama yang ditemukan, tidak jauh dari jembatan Sungai Lati, itulah yang dikenal dengan nama Gunung Masigit.
Pada zaman dahulu di gunung itu berdiri sebuah Mesjid, dalam bahasa Berau asli disebutnya Masigit. Kemudian hari proses perpindahan dan pergerakan pemukiman manusia. Masigit yang terbuat dari kayu itu tidak ada lagi, karena hancur termakan waktu dan tempat itu menjadi hutan belantara kembali.
Nah di lokasi itulah ditemukan patung Buddha yang sangat unik, aneh dan gaib, seperti dijelaskan di atas. Patung Budha itu beberapa kali muncul secara gaib, kadang-kadang kelihatan. Orang yang sangat beruntung saja yang berkesempatan melihat secara langsung patung Budha itu. Beberapa kali dicoba oleh masyarakat sekitar untuk menyelamatkan patung tersebut, tetapi sampai sekarang belum bisa diambil, karena memang patung Budha itu muncul secara gaib dan menghilang kembali. Patung Budha itu terlihat selalu berada di puncak Gunung Masigit atau di sekitar sekeliling Gunung itu. Ketika ada orang mencari Damar, mencari rotan atau mencari kayu disana melihat ada sebuah patung Buddha, ada yang melihat patungnya kecil ada yang melihat patung Budha itu besar. Kemudian menghilang secara gaib.
Sekitar 5 tahun yang lalu ada salah satu penduduk Merancang Ulu yang membuka kebun disekitar Gunung Masigit. Menebas dan membersihkan tempat itu. Tiba-tiba ia menemukan Patung Budha yang sangat legendaris tersebut. Patung yang ditemukan sebesar lengan orang dewasa. Lalu ia ambil dan dibungkusnya dengan baju yang dipakainya. Tujuannya agar patung itu tidak hilang secara gaib dan waktu pulang nanti patung itu diambilnya dan dibawa pulang. Patung yang dibungkusnya itu diletakkan dibawah pohon yang paling besar dan rindang. Agar saat pulang nanti mudah terlihat. Tetapi apa yang terjadi, sangat mengejutkan. Ketika diambil patungnya sudah tidak ada lagi, sedang baju pembungkus patung masih ada dan utuh. Atas kejadian itu dikisahkan di desa Merancang Ulu. Maka hebohlah, patung Budha di gunung Masigit sudah ditemukan, tetapi menghilang kembali secara gaib. Jadi memang benar patung Budha di Gunung Masigit itu adalah Patung Budha yang gaib.
Disekitar Gunung Masigit itu masih ada kisah lain yang juga sangat menakjubkan yaitu kisah Batu Pagar. Batu kuno yang ditancap keliling berbentuk kotak seperti pagar dan ada sebagian yang belum tertancap. Ukuran besar batu kuno itu kurang lenih 15x15 Centimeter, panjang sekitar 1 meter dan 2 meter. Batu itu mirip seperti batu nisan yang ada di sekitar makam Kuda di Pulau Derawan, makam tua di hilir dekat Jembatan Sambaliung, dan makam tua di Desa Merancang Ulu.
Bagi masyatakat yang ingin berkunjung kesana, mohon menghubungi tokoh masyarakat atau ketua adat (pa Syahran atau Pengulu) Merancang Ulu melalui kontor Kepala Kampung. Agar lokasi tetap terjaga, aman dan lestari. Dan tidak terjadi pengrusakan situs bersejah.
Selain itu, Makam Raja Pertama Berau, Baddit Dipattung dengan gelar Adji Soerya NataKasoema juga berada di desa Merancang Ulu. Serta Batu Legendaris Sebesar bola voli berukir alamiah namanya "Batu Si Kuntum Tak Lamun" juga berada dan tersimpan dengan baik di desa Merancang Ulu.
Demikian, apabila ada kekurangan atau ketidakjelasan dalam tulisan saya ini, mohon maaf.
Informan : Ketua Adat Merancang Ulu Bapak Syahran
Langganan:
Postingan (Atom)