GERAKAN PEMUDA AWAL
KEMERDEKAAN
MENGIBARKAN
BENDERA MERAH PUTIH PERTAMA DI BUMI BATIWAKKAL
OLEH : SAPRUDIN ITHUR
Pada masa penjajahan Belanda di Pulau
Borneo, nama Berau sangat dikenal, karena diwilayah Berau ada dua kerajaan
yaitu kerajaan/kesultanan Gunung Tabur dan Kerajaan/kesultanan Sambaliung, dan
ada kota perdagangan sekaligus industri Batu Bara yang terkenal di Teluk Bayur.
Kata Berau ada yang mengatakan berasal dari kata “BER-AU”, orang berau selalu
mengatakan kata AU pengganti kata ya, orang yang selalu ber-au setiap
berbicara, kemudian menjadi kata BERAU, ada pula yang mengatakan berasal dari
kata pujian orang kulit putih ketika melihat hutan yang hijau ranau seperti
permadani yang terhampar luas dihiasi bunga-bunga pohon besar dan tinggi berwarna
merah, kuning, putih, coklat menjadi satu, ketika kena sinar matahari menebar
warna kecoklatan, maka disebut meraka dengan pujian “brown”. Dari kata brown
itu kemudian hari menjadi kata Berau. Brown yang berarti warna coklat, warna kecoklatan dipandang dari kejauhan dan
dari udara. Asal mula kata Berau itu berasal dari kata Barrau dalam bahasa
orang Berau/Barrau, orang Berau juga sering disebut urang Banua atau orang
Banua. Arti Banua adalah kota, kampung, atau tempat yang didiami sekelompok
orang yang dianggap lebih ramai dari tempat-tempat lainnya, tetapi orang asli
Barrau menyebut dirinya sebagai orang Banua. Orang asli Berau yang belum
bercampur dengan suku-suku lain disebutnya Urang Banua. Orang yang tinggal di
Berau pada umumnya disebutnya dengan orang atau urang Barrau, sedangka yang
asli disebutnya Urang Banua.
Kemungkinan besar asal kata
Barrau itu berasal dari kata “Birau”. Birau dalam bahasa Banua adalah seseorang
yang banyak bicara, berbicara berlebihan atau orang yang selalu membuat heboh
dengan bicaranya. Ada yang senang mendengarkan, ada yang kurang senang, yang
kurang senang mengatakan “Birau sunggu urang attu”, banyak bicara/heboh orang
itu, “Birau lakanakkah”, banyak bicara/membuat heboh anak tersebut. Maka kata
Birau lebih mendekati kata Berau atau Barrau. Untuk kebenaran pernyataan kata
Ber-au, brown, atau Birau tersebut diatas perlu dilakukan pendalaman dan
penelitian secara sungguh-sungguh.
Tempat penambangan Batu Bara
diwilayah Timur Boneo pada masa itu ada di Teluk Bayur Berau dan ada di Loa
Kulu Kutai Kertanegara. Batu bara Berau sejak tahun 1800-an mulai dibuka oleh
perusahaan Stankolen Mascapay Parapatan (SMP) dibawah Makasar di Salebes
(Sulawesi Selatan), masa puncak produksi batu bara SMP tahun 1900-an yaitu
tahun 1920-1945. Batu bara Teluk Bayur yang diangkut keluar Boneo itu adalah
batu bara terbaik dan pilihan. Perusahaan Stankolen Mascapay Parapatan yang ada
di Berau pertama dibuka di Parapatan, tempat turunnya batu bara melalui
pelabuhan Kampung Bujangga, dari Pelabuhan Bujangga batu bara diangkut ke Pulau
Jawa dan lain-lain. Kemudian hari pusat
perusahaan SMP dipindahkan ke Kampung Teluk Bayur sampai dengan masa penjajahan
Jepang dan diteruskan oleh Perusda yang kemudian tidak tahu aralnya, akhirnya
merugi. Pada masa SMP mulai membangun perusahaan di Teluk Bayur didatangkan
tenaga kerja dari pulau Jawa dan dari menado. Pedagangnya didatangkan orang
cina dari Batavia dan Surabaya.
Dimasa Perusda tidak mengerti
berbuat apa untuk menjalankan roda ekonomi dan manajemen perusahaan yang pada masa Belanda sangat
popular dengan meninggalkan lokomotif dan rel kereta api pengangkut batu bara
yang sangat bagus, jalan-jalan dengan drainase yang tertata dengan baik dan
apik, perkantoran perusahaan yang sudah modern pada masa itu, perumahan pejabat
dan karyawan, kolam renang, sekolah,
rumah sakit, gedung bioskop, Kamar Bola tempat dansa dan bermain Bilyard,
lapangan sepak bola, dan pelabuhan batubara yang permanen.
Untuk mengawasi gerak gerik dua kesultanan
Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur pada masa Belanda, pemerintahan Belanda
membangun perkantoran di Ujung Tanjung, kurang lebih 12 Km lebih kehilir dari
perusahaan Stankolen Mascapay Parapatan. Dari tempat itu Belanda dengan mudah
mengawasi kegiatan Keraton Sambaliung dan Keraton Gunung. Nama tempat tersebut
kemudian hari dikenal dengan nama Tanjung Redeb, kemudian hari dikenal dengan
kota Tanjung Redeb. Cabang Sungai Berau persis tepat di Tanjung Redeb membelah
menjadi dua sungai yaitu sungai Segah dan Sungai Kelay. Stankolen Mascapay
Parapatan beroperasi disungai Segah dengan mengambil batu bara sampai tembus
kesungai Kelay.
Nama Tanjung Redeb Berasal dari
dua kata yaitu TANJUNG dan RADAB. Tanjung adalah bibir tanah ditengah belahan sungai
Berau yang menjadi dua sungai yaitu sungai Segah dan sungai Kelay, sedangkan Radab
adalah sejenis pohon kayu tinggi dan besar yang pada musim tertentu berbunga indah
dengan warna merah. Keberadaan pohon Radab yang berbunga merah itu terlihat
setiap orang yang datang atau melintasi sungai Barau masuk kesungai Kelay ataupun
masuk kesungai Segah. Di Tanjung yang ada pohon Radab itu kemudian hari dikenal
dengan nama Tanjung Raddab atau Tanjung Redeb.
Oleh pemerintah Hindia Belanda
Tangjung Redeb mulai dibangun beberapa rumah kantor dan membangun jalan. Pada
tahun 1940 jalan tembus antara Tanjung Redeb dengan Teluk Bayur mulai dibangun
menyusuri sungai Segah sepanjang 12 Km. Disepanjang jalan itu ditanami pohon
karet oleh masyarakat. Pada saat itu Berau disamping memproduksi batu bara juga memproduksi getah karet. Dari pedalaman
sangat dikenal dengan produksi damar, getah kalapiai, lilin madu, cula badak,
dan rotan.
Badak Berau sudah punah karena
selama lebih 50 tahun diburu dan dibunuh untuk diambil culanya. Sangat
disayangkan Badak Berau bercula satu sudah punah, masyarakat sekarang tidak
bisa lagi melihat dan menyaksikan Badak Berau yang unik itu. Semua itu pasti
kesalahan manusia yang melakukan pembunuhan secara masal pada masa lalu. Oleh
karena itu binatang langka yang lain yang masih ada seperti orang utan, macan
dahan yang dikenal dengan rimaung daan, beruang madu, kukang, buaya, penyu,
beberapa jenis ikan yang ada dilaut maupun disungai paling hulu harus dijaga
dan dijamin kelangsungan hidupnya, agar tidak habis seperti Badak Berau. Yang
menjaganya pastilah kita semua yang tinggal di Bumi Batiwakkal ini.
Selain jalan tembus Teluk
Bayur-Tanjung Redeb, jalan dikota Tanjung Redeb juga dibangun beberapa ruas
jalan, dari pelabuhan rumah pembesar Belanda menuju (yang sekarang) jalan Dr.
Sutomo sampai jalan Kartini lalu membelok menyusuri sungai Segah yaitu Jl.
Pulau Derawan juga dibangun. Di Jl. Pulau Derawan seorang Tokoh Muslim dan
panutan dari Banjar yang dikenal dengan Guru Ali Junaidi membangun Mesjid, perumahan
tempat tinggal, dan lokasi pemakaman.
Jepang masuk ke wilayah Berau
sejak tahun 1942 sampai awal tahun 1945, kemudian dilanjutkan lagi oleh Belanda
sampai tahun 1949. Selama penjajahan Jepang di Berau ceritera menyenangkan
hampir tidak pernah terdengar, selalu
ceritera tragis, menyedihkan dan pembantaian yang terjadi. Pada masa penjajahan
Jepang rakyat Berau banyak yang jadi korban. Banyak yang dibantai dan di
pancung oleh tentara Jepang. Rakyat menjadi ciut dan takut berbuat, khawatir
dicurigai sebagai pembangkang atau dianggap melawan Jepang. Resikonya adalah
kepala dipancung dengan pedang panjang tentara Jepang. Sedikit saja permasalahan
kemudian dilaporkan olek antek-antek Jepang kepada tentara Jepang yang hanya
beberapa orang itu, langsung diambil tindakan tanpa tanya dan basa basi
langsung dimasukkan penjara atau dipancung. Peristiwa heroik pernah terjadi
diwilayah pantai Berau yaitu di Kampung Biduk-Biduk.
Pada masa
penjajahan Belanda Biduk-Biduk dan sekitarnya tidak banyak yang dapat diceriterakan,
tetapi pada masa penjajahan Jepang yang sebentar itu banyak kisah yang sangat
menyayat dan menyedihkan. Pada tahun 1943 banyak orang-orang dewasa dan tua-tua
yang ditangkap oleh laskar Jepang termasuk tokoh-tokoh masyarakat yang tinggal
di Pulau Kaniungan Besar. Mereka ditangkap dan kemudian diangkut ke Balikpapan
untuk diadili dan seterusnya dipenjarakan dengan tuduhan memberi bantuan
makanan kepada tentara sekutu. Alasan itu diperkuat dengan seringnya masyarakat
sekitar bepergian dan berlayar ke Sulawesi Tengah untuk menjual hasil
perkebunan dan hasil nelayan, sekembalinya dari sana membawa barang pokok untuk
kebutuhan masyarakat sehari-hari. Dalam perjalanan pulang pergi melintasi selat
Makassar para nelayan dan pedagang itu sering bertemu dengan kapal selam
sekutu. Namun mereka tidak pernah bertemu langsung dengan tentara sekutu
tersebut. Karena mereka adalah nelayan dan membawa kebutuhan sehari-hari tidak
pernah diganggu oleh kapal selam sekutu. Disebabkan oleh ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab
dan ingin mencari muka dengan laskar Jepang, mereka dilaporkan dan fitnah
orang-orang yang tidak disukai. Sepanjang pesisir pantai selatan ada 50 orang
yang di tangkap laskar atau tentara Jepang dan diangkut ke Balikpapan, hanya 10
orang diantara mereka yang bisa kembali dengan cara melarikan diri dari penjara
Jepang di Balikpapan, pelarian itu dilakukan dengan cara berperahu kecil dan
berjalan kaki dari Balikpapan menuju Samarinda, dan dari Samarinda berlayar
menuju Biduk-Biduk dan sekitarnya. Dengan demikian perasaan sedih dan perasaan
benci, dendam terhadap laskar Jepang sangat mendalam pada masyarakat yang
tinggal dipesisir selatan Berau.
Pada tanggal
17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56
Jakarta kumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang terdengar
secara samar-samar di Radio. Sejak itu masyarakat pantai sudah mengetahui
Indonesia sudah Merdeka. Berita itu menjadi perbincangan dimana-mana, dikebun
kelapa, dipantai, dipemancingan, diwarung dan lain-lain. Walaupun mereka banyak
yang belum paham apa itu merdeka, nyatanya tentara Jepang masih dengan
pongahnya. Mereka mengartikan kemerekaan adalah bebasnya mereka dari
penjajahan, mereka pergi berlayar menuju ke Berau (Tanjung Redeb), ke Tarakan,
ke Samarinda, ke Sulawesi Tengah, ke Kaniungan, ke Tanjung Buaya, ke Labuan
Pinang aman tidak ada yang merampok atau menahan mereka yang tidak bersalah,
kebutuhan sehari-hari tersedia itulah sebuah kemerdekaan yang hakiki.
Pada tanggal
25 Agustus 1945 jam lima subuh datanglah tiga orang tentara Jepang dengan
menggunakan perahu kecil yang dibawa oleh Kiyama dan si Doyang penduduk Labuan
Pinang. Semula mereka merapat di Giring-Giring membawa tiga orang tentara
Jepang yang sedang tinggal dan menjaga serta mengawasi di lampu suar Tanjung
Mangkaliat sebagai basis penjagaan keamanan Tanjung Mangkaliat dan Selat
Makassar. Di ketahui wilayah itu sering terlihat munculnya kapal selam sekutu
kepermukaan laut yang dapat sewaktu-waktu menghantam kapal milik Jepang yang
melintasi wilayah itu, lampu suar atau mercu suar di Tanjung Mangkaliat sebagai
patokan utama menuju keberbagai arah dan tujuan, seperti ke Tarakan, ke
Samarinda, ke Balikpapan, dan ke Sulawesi Tengah.
Tiga orang
tentara Jepang itu adalah Mizukami sebagai komandan, Morakami sebagai anggota,
dan Hatano sebagai penghubung. Ketiga orang tentara Jepang yang didampingi dua
orang dari Labuan Pinang dari Giring-Giring berjalan menuju Biduk-Biduk. Di
Biduk-Biduk bertemu dengan Muhammad Bakri Japar yang baru beberapa hari
melaksanakan pesta pernikahan. Ketiga tentara itu diterima dengan baik dirumah
yang masih berhias setelah melaksakan pesta. Yang sangat mengejutkan bagi
Muhammad Bakri pada percakapan itu adalah permintaan tentara Jepang itu.
Tentara memberitahukan kepada Bakri tentang keinginannya mengumpulkan
wanita-wanita, lalu diperintahkan kepada mereka untuk segera menyingkir atau
mengungsi ketempat yang dianggap aman karena tentara sekutu selalu datang dan
akan menyerang. Hanya yang membuat telinga M. Bakri sakit adalah setelah wanita
semua berkumpul, tentara Jepang itu akan memilih wanita yang muda dan cantik
untuk digauli seperti suami istri, sedang M. Bakri baru melaksanakan pesta
pernikahan dengan seorang gadis cantik Hapidah namanya. Setelah diberikan
tempat rumah untuk beristirahat ketiga Jepang yang kelelahan naik perahu dari
Tanjung Mangkaliat itu sudah tertidur. Kesempatan itu digunakan oleh M. Bakri
Japar untuk menghabarkan kepada rekan-rekan. Mendengar berita tersebut suasa
menjadi panas, kebencian dan rasa dendam yang telah lama mengakar dimana dahulu
orang tuanya, anaknya, saudaranya, keluarganya yang ditangkap Jepang
dipenjarakan di Balikpapan dan tidak kembali serta tidak diketahui dimana
kuburnya menjadi beringas, marah dan darahnya mendidih. Akhirnya keputusan dari
beberapa orang pemberani adalah harus dibunuh, ketiga orang tentara Jepang itu
harus dibunuh bagaimanapun caranya.
Dibawah
komando M. Bakri Japar para tokoh dan para pemberani itu dibagi menjadi tiga
kelompok :
1. Kelompok
yang dipimpin oleh Mahmude panggilan Wa Musa, Kabak, Ketang, dan Muhammad Taib
ditugasi mengikuti seorang Jepang bernama Morakami pergi kerumah yang pernah
didiami oleh bekas istrinya kumpul kebo yang dulu dipaksanya untuk menemaninya.
Kerumah itu untuk mencari tembakau untuk rokok, namun orang yang tinggal dirumah
itu sudah lama mengungsi keluar kampung. Ketika ingin mampir kerumah yang
dituju seketika itu si Kabak dengan cepat memarang Morakami, tetapi morakami
selalu siap dan sigap. Dalam kesempatan yang sangat sempit itu Morakami masih
sempat menghindar dari amukan parang si Kabak yang sudah kalap, telinga
Morakami sempat terhiris parang yang sangat tajam. Akhirnya terjadilah
perkelahian yang sangat dahsyat ditepi pantai. Sabetan demi sabetan yang
dilayangkan oleh Kabak bergantian dengan
Wa Musa, Ketang dan Taib masih dapat dihindari. Morakami menghindar
sambil mundur dengan sigapnya. Akhirnya orang Jepang itu semakin terdesak dan
kelelahan. Si Ketang saat ini berhadapan
langsung dengan Morakami, si Jepang sempat mengeluarkan pisau lipatnya untuk
mengimbangi dan melawan. Ketang lebih dahulu mengayunkan parangnya. Morakami
sempat menangkis dan berusaha menangkap parang Ketang. Keduanya sempat saling
tarik menarik dengan segala kekuatan., namun mata parang yang tajam itu pasti
mampu melukai tangan Morakami yang terus berusaha menghindar. Pak Ketang adalah
orang yang cukup berumur hapir saja tenaganya tak mampu melawan kekuatan sang
tentara. Dalam suasana yang sangat genting itu teman-teman Ketang datang
membantu. Morakami melepaskan parang dan lari pontang panting, dengan tangan
yang mengeluarkan darah segar. Masyarakat sekitar yang telah mengetahui dan
mengintai datang beramai-ramai, dengan marah yang meluap-luap menghabisi
Morakami dengan parang dan kayu. Morakami tewas dipantai Biduk-Biduk dengan
luka yang sangat parah, seluruh tubuhnya seperti bekas dicincang rata dari kaki
sampai kepalanya luka tebas dan memar.
2. Kelompok
yang dipimpin oleh M. Bakri Japar bersama Ua’ Cilla dan Sahabuddin tinggal
dirumah mengatur pembunuhan tentara lainya Hatano. Hatano kesana kemari membawa
alat komunikasi, dia sebagai penghubung menyampaikan informasi maupun menerima
informasi dari luar. Dirumah itu senjata mereka selalu siap yang terdiri dari
senjata laras panjang dua buah lengkap dengan pelurunya, sebuah pistol juga
lengkap dengan pelurunya ditambah dengan beberapa buah geranat didalam sebuah
kemasan tas sejenis ransel. M. Bakri menyiapkan beberapa buah kelapa muda yang
sudah dikupas dan dilubangi, pada saat
Hatano menengadah minum air kelapa pada saat itulah Ua’ Cilla beraksi.
Dengan sigapnya Ua, Cilla membacok batang leher Hatano yang lengah itu. Hampir
putus batang leher Hatano ditebas parang panjang Ua’ Cilla. Hatano belum mati,
ia sempat mengangkat kepalanya yang sudah terkulai dengan meletakkan kembali
ketempatnya semula. Dalam keadaan seperti itu Hatano masih sempat menangkap
tebasan Sahabuddin. Parang Sahabuddin ditangkapnya, saat itu M. Bakri bertindak
menolong sahabatnya, Hatano menyingkir keluar rumah yang tinggi itu dan
tersungkur didepan tangga dengan berlumuran darah. Tiba-tiba datang H. Abdulah menebas Hatano yang sudah
tersungkur itu dengan teriakan kemarahan “inilah orang Jepang yang memakan dua
orang anakku…….”. Anak H. Abdulah ditangkap Jepang pada tahun 1943 lalu dan
tidak pernah kembali lagi, inilah kesempatannya membalas dendam menahun.
Kesempatan genting ini dipergunakan oleh Islam Coma dan Nurudin masuk kedalam
rumah yang mendapat tugas khusus yaitu segera mengambil senjata dan geranat
didalam ransel, sejata dan geranat itu segera dibawa lari jauh-jauh, apabila
Jepang lainnya datang mengambil senjatasudah kehilangan senjatanya.
3. Kelompok
ketiga ini dipimpin oleh Tawile Haleke alias Abdul Khalik bersama Mulia, Musa
dan Abdul Fatah berjalan menuju kearah utara bersama seorang komandan Jepanag,
berencana menangkap seekor kuda untuk dijadikan kendaraan. Mizukami adalah
seorang penembak jitu, makanya dijadikan komandan di wilayah pantai. Dalam
perjalanan tersebut berhenti tepat dihalaman rumah besar milik Pute yang sering
dipanggil Wa’ Menja. Serta merta ia
menghadap kearah pantai mendengar suara teriakan dan rebut-ribut jauh dipantai.
Mizukami bertanya suara apa yang didengarnya itu. Dijawab oleh mereka itu
ribut-ribut orang menangkap kuda. Keempat orang yang mengiringi Mizukami tidak
ada yang berani mendahului untuk membunuh Mizukami. Pada kesempatan yang tepat,
sebelum Mizukami mengetahui dipantai sedang terjadi perkelahian dengan
Morakami, Tuwale Haleke yang masih sakit-sakitan melayangkan parangnya ke muka
Mizukami, ditangkisnya dengan kedua tangannya sangat cekatan, tetapi menangkis
parang yang tajam mengakibatkan kedua tangannya luka dan mukanya juga luka. Dengan
kejadian itu Mizukami langsung lari menuju kerumah dimana senjata dan geranat
disimpan, senjatanya sudah tidak ada Mizukami langsung lari menuju pantai,
belum sampai kepantai di hadang beberapa orang dengan parang terhunus, berbelok
dan masuk kedalam sebuah gudang milik Mading. Dari dalam gudang Mizukami
berusaha tenang dan menawarkan dan mengajak berdamai. Luapan amarah yang
mendidih dan sudah sampai di-ubun-ubun masyarakat tidak mau berdamai. Hanya
satu keinginan mereka adalah Jepang harus mati dihadapan mereka. Si Doyang yang
sudah pernah belajar menembak dengan tentara Jepang, menembak Mizukami dari
luar gudang, yang berada didalam gudang terkena peluru senjatanya sendiri, ia
keluar dari dalam gudang untuk melawan amukan warga yang sudah meluap-luap. Akhirnya
Mizukami yang sudah banyak mengeluarkan darah dan ditembus peluru merebahkan
diri di pantai dan menghembuskan nafas terakhirnya….mati dengan disaksikan
orang sekampung, disaksikan langit, disaksikan pantai dan laut yang luas. Yang
patut diteladani dari tentara Jepang itu adalah tidak ada kata menyerah, dan
harus melawan walau sampai ajal
menjemputnya. Sedangkan keberanian orang-orang Biduk-Biduk juga patut mendapat
penghargaan, dengan bersatu padu mereka dapat membantai tentara Jepang yang
terlatih dan ahli menggunakan senjata, namun atas siasat M. Bakri Japar dan
kawan-kawan ketiga tentara Jepang itu lengah dan meninggalkan senjatanya
dirumah tempat mereka beristirahat.
Peristiwa
bersejarah itu dimulai jam 11.00 waktu setempat sampai dengan jam 14.00. selama
tiga jam itu terjadi pergumulan rakyat Biduk-Biduk membunuh tiga orang tentara
jepang, tepatnya di tanggal 25 Agustus 1945 yang jatuh dibulan Ramadhan atau
bulan puasa. Ketiga orang Jepang itu dikuburkan ramai-ramai di halaman rumah M.
Bakri Japar, seorang pemuda yang baru menikah di kampung Biduk-Biduk. Pada saat
yang bersamaan pulau Balikukup dijadikan tempat pengungsian dari daratan
Talisayan, Batu Putih, Tanjung Perepat, Pantai Harapan, Biduk-Biduk dan
sekitarnya. Mereka sengaja mengungsi ke pulau Balikukup, karena tentara Jepang
tidak berani melaut sebab tentara sekutu datang dan menyerang tentara dan
kapal-kapal Jepang dari laut. Para pengungsi yang tinggal di pulau Balikukup
aman tidak dibantai tentara Jepang.
Disekitar pelabuhan yang ada
sekarang di kota Tanjung Redeb, dulu ada beberapa rumah pejabat Belanda yang
dilengkapi dengan mesin pembangkit listrik. Di Ujung Tanjung tinggal seorang pengusaha
berkebangsaan Belanda tuan Coles namanya, setelah sepuh usahanya dilanjutkan
oleh putranya tuan Andre. Untuk mengenang nama mereka diujung jalan Tendean ada
sebuah gang tempat tinggal tuan Coles dan Tuan Andre diberi nama gang Ancol,
singkatan dari nama Andre dan Coles.
Di Kampung Bugis sudah banyak
rumah, Jl. Dr. Sutomo ada beberapa rumah, di Jl. Kartini juga berdiri beberap
rumah, yang ramai rumah disepanjang sungai Segah di Kampung Batu Miang (Jl.
Pulau Derawan) berhadapan dengan Kesultanan Gunung Tabur, lebih kehulu dari
Batu Miang ada beberapa rumah lagi di Kampung Bujangga, terputus jauh baru
sampai Kampung sungai Rinding, sedangkan Teluk Bayur adalah kota perusahaan Batu
Bara yang sangat terkenal dan ramai. Ada informasi klub sepak bola AYak
Amsterdam Belanda pernah datang di Teluk Bayur dan bermain bola di Lapangan
sepak bola Teluk Bayur.
Sekitar Kesultanan sambaliung
juga ramai, sama dengan di Gunung Tabur. Keraton Kesultanan Sambaliung yang ada
sekarang di bangun pada tahun 1902, kemudian pembangunan bagian depan keraton
dilanjutkan oleh Belanda pada tahun 1937. Kaca dan dinding jati dibagian dalam keratin
didatangkan dari Pulau Jawa, pemborongnya adalah seorang warga keturunan Cina.
Keraton Gunung Tabur pada tahun 1945 hancur dan terbakar dibom sekutu saat
melumpuhkan pertahanan tentara Jepang, satu orang tewas dalam peristiwa itu, adalah
seorang pelayan setia Sultan Gunung Tabur. Kerabat sultan sebelum kejadian
sudah mengungsi kesungai Birang. Keraton di bangun kembali oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1980-an, sekarang dijadikan Museum
Batiwakkal Kabupaten Berau di Gunung Tabur diresmikan oleh Gubernur Kalimantan
Timur pada tahun 1992. Keraton Sambaliung selamat dari Bom sekutu, semua
kerabat sultan sudah mengungsi ke sungai Buntu. Ada kisah mengatakan keraton
Sambaliung selamat dari hantaman bom sekutu ditolong oleh si Garutu makhluk
gaib yang memiliki tangan sangat besar. Bom yang jatuh tepat di Keraton Sambaliung
dibuang oleh si Garutu yang memiliki tangan sangat besar itu. Bom yang jatuh
disekitar Keraton Sambaliung ada beberapa yang meledak, tetapi banyak yang tidak
meledak.
Sebelum belanda meninggalkan Nusantara,
pada tahun 1940/1941 organisasi Sarikat Islam sudah berdiri di Berau.
Organisasi itu sangat kuat dan mapan. Sarikat Islam sempat membangun kantor
sekretariat di Jl. RA. Kartini di sebelah kanan kantor Nahdathul Ulama
sekarang. Penjajahan berganti Sarikat Islam di Berau menjadi tidak aktif lagi,
selama Jepang bercokol di Berau Sarikat Islam benar-benar fakum. Sarikat Islam
adalah perkumpulan pemuda Islam dan tokoh Islam yang bertujuan untuk Indonesia
Merdeka. Pada saat Jepang kalah dan harus meninggalkan Nusantara, Belanda
kembali menguasai Indonesia, termasuk Berau dan seluruh Kalimantan. Perusahaan
Stankolen Mascapay Parapatan diambil alih kembali oleh Belanda. Perusahaan Batu
Bara itu berjalan kembali dengan normal, para pekerja kembali bekerja
sebagaimana mestinya, ekonomi dan perdagangan di Berau kembali bergeliat
seperti pada masa jayanya sebelum diambil alih Jepang. Gedung Sarikat Islam
yang berdiri megah itu tidak difungsikan lagi. kemudian gedung itu dipergunakan
oleh organisasi Pemuda yang pergerakan dan perjuangannya masih sama dengan Sarikat
Islam yaitu Kemerdekaan Republik Indonesia agar tidak dikungkung lagi oleh
penjajah yaitu pemerintahan Belanda dan Jepang. Organisasi kepemudaan itu adalah
organisasi Pemuda I.N.I atau Ikatan
Nasional Indonesia.
Sejak tanggal 17 Agustus 1945
Kemerdekaan Indonesia sudah dikumandangkan keseluruh penjuru Indonesia. Dengan
gagahnya Soekarno dan Hatta atas nama seluruh rakyat Indonesia di Pegangsaan
Timur 56 Jakarta memproklamirkan Indonesia. Indonesia merdeka…Indonesia
merdeka, begitu lantangnya para pemuda meneriakkan kemerdekaan Republik
Indonesia. Namun kenyataannya dilapangan, didaerah-daerah belum terlepas dari
kungkungan penjajahan Belanda, oleh karena itu Ikatan Nasional Indonesia dengan
gencar memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Organisasi INI telah
membagi-bagikan logo merah putih yang terbuat dari perak, logo merah putih
sering atau selalu dikenakan pada peci atau dilekatkan dikenakan di baju didepan
dada oleh para tokoh pemuda. Mengapa mereka lakukan itu, karena kumandang merdeka
di Jakarta masih belum diakui oleh Belanda, dan Belanda masih enggan
meninggalkan tanah Indonesia yang kaya dan subur. Logo merah putih ujar AM
Jusup pemuda tinggi semampai, beredar sejak tahun 1946. Logo merah putih itu
terbatas, diberikan kepada para pemuda yang dapat dipercaya serta kuat
menyimpan rahasia. Kalau tidak maka kemungkinan besar ditangkap oleh polisi
Belanda yang banyak orang Menado itu. Gerakan pemuda yang tergabung dalam
Ikatan Nasional Indonesia yang disingkat dengan I.N.I bergerak dengan gencar
dibidang politik kemerdekaan Indonesia. Aji Muhammad Jusup bersama teman-teman
seorganisasi membagikan logo merah putih sekaligus menyebarkan berita Indonesia
telah Merdeka, kita para pemuda berkewajiban mempertahankan Kemerdekaan
Republik Indonesia. Pertemuan-pertemuan para pemuda sering dilaksanakan yang
dipimpin langsung oleh AM. Jusup. Pertemuan tersebut dilaksanakan di Gedung
I.N.I dan dirumah-rumah para pemuda pejuang secara bergantian, untuk
menghindari kecurigaan tentara Belanda. Pertemuan dilaksanakan selain di kota
Tanjung Redeb juga dilakukan di Teluk Bayur, di Gunung Tabur, di Sambaliung, di
Sukan, di Batu-Batu, dan di Pulau Besing. Peran Aji Muhammad Jusup dalam
menyebar luaskan informasi Indonesia Merdeka sangat diperhitungkan, selain
seorang tokoh pemuda pada saat itu AM. Jusup juga seorang terpelajar, seorang
Guru, seorang olah ragawan, dan seorang yang mumpuni dalam pergaulan dikalangan
atas, serta mempunyai kelebihan dalam berpidato.
Pada tanggal 27 Desember 1949
saat terjadinya penyerahan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda
kepangkuan Ibu Pertiwi Bendera, Merah Putih dengan gagahnya dikibarkan
dihalaman Gedung Ikatan Nasional Indonesia I.N.I. untuk pertama kalinya
diseluruh bumi Batiwakkal Berau. Sejak itulah Belanda tidak lagi mengibarkan
bendera merah putih biru dinegeri kita termasuk di Kabupaten Berau. Pada saat
pengibaran Bendera Merah Putih Pertama itu dilakukan oleh Aji Muhammad Jusup
bersama teman-temannya dari organisasi Ikatan Nasinal Indonesia. AM Jusup dan
teman-teman dengan gagahnya menatap langit mengangkat tangannya sampai dijidat
seraya menghormat bendera merah putih. Setelah kedaulatan Indonesia kembali ke pangkuan
ibu pertiwi, pergerakan pemuda I.N.I. tidak ada lagi dan menghilang entah
kemana rimbanya. Ceritera heruik ini sebagai bukti bahwa para pemuda itu selalu
berada didepan untuk segala pergerakan. Saat inipun pemuda tetap selalu berada
didepan untuk melakukan perubahan agar Kabupaten Berau menjadi lebih baik dan
lebih sejahtera. Dulu Merah Putih, sekarang juga Merah Putih. Merah Putih
Menuju Indonesia Hebat.
SUSUNAN PENGURUS IKATAN NASIONAL INDONESIA BERAU
1946-1949 :
KETUA :
ADJI MUHAMMAD JUSUP (AM. YUSUP)
WAKIL :
ADJI RADEN PERWIRO (AR. PERWIRO)
PENULIS :
DUMA K.S
WAKIL :
CHAIRUL ARIF
BENDAHARA :
SYAHRIL BIN H. ANANG
WAKIL :
H. ABBAS
UNSUR PEMUDA: 1. DJAMALUDDIN AJAK
2.
ISKANDAR
3.
MASRAN
4.
KALIMUN
Aji Muhammad Jusup Almarhum lebih
dikenal dan lebih akrab dengan panggilan AM. Yusup adalah seorang pemuda
eksentrik dan selalu tampil dengan rapi berbadan kurus tinggi dan lincah, saat
berbicara apalagi berpidato selalu semangat penuh dengan aura kepemimpinan yang
selalu termotivasi. AM. Yusup pemuda kelahiran Berau pernah mejadi Guru Volk
School dimasa Belanda di Teluk Bayur, kemudian menjadi Anggota DPRD pada dekade
tahun 1980-an dari Partai Demokrasi Indonesia. Sampai usianya lanjut AM. Yusup
masih memimpin organisasi persatuan Veteran Kabupaten Berau dan beberapa
organisasi lainnya. AM. Yusup yang lincah itu pandai bermain Tenis lapangan.
Penampilan beliau selalu rapi dan eksentrik, ketika berjalan kaki langkahnya selalu
cepat karena pada masanya berjalan kaki adalah biasa dan punya sepeda atau naik
sepeda sudah keluarga yang mapan. Lebih separo hidupnya AM. Yusup mengabdikan dirinya
pada kegiatan organisasi kepemudaan dan organisasi kemasyarakatan. Sampai
sepuhpun AM. Yusup masih memimpin beberapa organisasi. Selamat jalan Adji
Muhammad Jusup, Merah Putih tetap Berkibar di Bumi Batiwakkal, namamu tetap
kami kenang sepanjang masa, Negara kita saat ini sudah menjadi Negara yang
sangat maju dengan bukti kenaikan pendapatan perkapita masyarakat kita terus
meningkat setiap tahunnya.
Gedung I.N.I. terletak di jalan
RA. Kartini tepatnya berada disebelah Gedung Nahdathul Ulama sekarang. Gedung
I.N.I. tersebut sudah tidak ada lagi, tetapi bentuk dan modelnya dari depan
masih dapat digambarkan. Gedung INI dibangun dengan gaya rumah panggung bahan
kayu, atap sirap bentuk atapnya datar sedikit diatas dan kuncup kebawah, tangga
naik kerumah terbuat dari kayu ulin, dibagian depan rumah ada halaman yang
cukup luas untuk apel pengurus INI,
teras rumah bisa tempat santai
dan duduk, pintu dari papan, jendela juga dari papan yang diketam halus.
Dinding rapi dibagian dalam, tiang atau balok dirian rumah kelihatan dari luar.
Ukuran bangunan rumah 5 meter x 9 meter.
Jl. RA. Kartini
Ditulis pertama
oleh :
Saprudin Ithur pada tanggal 8 Maret 1993 Penilik
Kebudayaan Kandepdikbud Kecamatan Tanjung Redeb
Ditulis kembali hari Rabu 12-13 Pebruari 2014 di
Tanjung Redeb
Diperbaiki ulang 23 Oktober 2014
Informan : AM. Jusup Ketua I.N.I (Almarhum)