Selasa, 01 Maret 2016

SENI BERTUTUR URANG BARRAU



SENI BERTUTUR NYANYIAN KEINDAHAN ALAM
Oleh : Saprudin Ithur

Kabupaten Berau adalah salah satu kabupaten yang sangat unik. Kenapa aku katakan unik, karena memiliki alam yang sangat indah dan luar biasa. Alam yang sangat hebat itu sudah tersedia pulau-pulau yang sangat indah, bawah lautnya yang sangat indah pula dihiasi dengan ribuan jenis terumbu karang dan tumbuhan laut. Kelengkapan hayatinya itu didukung dengan melintas serta menetapnya beberapa jenis ikan langka besar dengan kecil. Seperti Manta ray, penyu hijau, penyu sisik, ubur-ubur, lumba-lumba, hiu, dan paus raksasa. Ikan terumbu karang, udang karang, udang pasir, kepiting hitam, kepiting rajungan dan lain-lain. Disini juga memiliki kekayaan budaya suku Dayak, suku Banua, suku Bajau. Seni bertutur dengan syair-syair indah ada disastra lokal yang masih bertahan seperti Karang-karangan, Badiwa, Gandam Barras, Putar Alam, Basyair, nyanyian meninak bobokkan balita Allah Hu Alla, nyanyian Dindang Babassai, Pantun, Mengenai, dan Jiek.
Karang-karangan adalah seni sastra yang masih kental di kalangan suku Banua atau yang dikenal juga dengan suku Barrau. Karang-karangan adalah sebuah karangan berbentuk pantun, isinya menceritakan hal ikhwal yang ada dan terjadi pada saat ini, diawali dengan salam pembuka, isi nasihat, pujian, memberikan penghargaan, hormat, ucapan terima kasih dan salam penutup. Karang-karang dibacakan pada acara keramaian, seperti pesta panen, pesta perkawinan, pesta rakyat, perayaan kampong, menerima tamu dan lain-lain. Syair pantun karang-karangan itu dibaca oleh seseorang yang memang berpengalaman, suaranya bagus, orangnya lucu, lugu, atau yang suka penampilan oper acting. Begitu para tamu mendengarkan isi karang-akarang akan tersentuh, bangga karena disebut namanya dalam karangan itu dan seterusnya. Yang disebut namanya langsung naik keatas panggung member tip, akhirnya suasan menjadi ramai dengan gelak tawa. Membawakan syair pantun karang-karangan tunggal tan ada iringan music.
Sedangkan Badiwa adalah nyanyian sastra lama, sastra tua yang menceritakan tentang dewa-dewa, penguasa alam semesta, penguasa gunung, penguasa langit, penguasa sungai, penguasa batu-batu besar, penguasa pohon, dan lain-lain. Pelaku Badiwa sendirian, menyanyikan nyanyian sastra lama yang sangat sarat makna yang sudah banyak tidak dimengerti lagi alur dan isi lagunya, karena menggunakan bahasa lama yang sekarang banyak tidak digunakan sebagai bahasa sehari-hari. Pelaku Badiwa duduk dengan sangat tenang, karena memeng tidak boleh berlebihan, pengiringnya pelaku menggunakan gendang dengan deameter besar, lebih besar dari gendang terbangan. Menyanyi dengan alunan yang sangat menggugah perasaan, nyanyian Badiwa termasuk kelompok nyanyian sacral. Badiwa bisa dijadikan media pengobatan keturunan atau karena niak atau nazar seseorang.
Gandam Barras lain lagi. Gandam Barras menceritakan sekitar tempat beras, atau sekitar dalam rumah saja yang tidak jauh dengan tempat menyimpan beras. Dulu tempat beras dari bakul anyaman yang ditutup rapi, kemudian hari tempat beras mulai bergeser dengan menggunakan bahan yang lebih mewah yaitu pangkaran yang terbuat dari gerabah atau tanah, kemudian baru menggunakan kaleng kueh atau kaleng minyak goreng yang muat lebih dua puluh liter. Kemudian terus berganti dengan sejenis ember pelastik atau tong pelastik. Nyanyian gandam baras, ya bercerita sekitar pedaringan atau sekitar tempat beras. Yang menyanyi itu biasanya ibu-ibu tua dimalam hari, saat berkumpul dan gotong royong pesta perkawinan. Nyanyian juga ada kandungan pantun atau syair nasehat yang ditujukan kepada anak-anak dan muda mudi, atau bahkan menjodoh-jodoh muda-mudi yang sudah dewasa. Untuk menghilangkan ketegangan, dan mengusir rasa lelah pelatun gandam barras melucu dan menimbulkan gelak tawa yang mendengarnya. Pengiring lagu biasanya mengunakan belakang talam dipukul menjadi irama.
Putar Alam adalah nyanyian perseorangan yang dilantunkan untuk menghibur diri ketika berada dialam bebas. Kisah nyanyian Putar Alam adalah cerita sekitar alam yang mereka lihat, dengar dan rasakan secara langsung. Dalam lagu-lagunya ada menghubungan alam dengan penguasa alam atau penjaga alam seperti pohon besar dengan jin atau makhluk halus yang berdiam dan menjaga pohon besar tersebut. Nyanyian semacam ini biasa dilantunkan malam hari setelah makan malam dirumah atau pondok dikebun atau disekitar hutan. Apabila sudah lelah dan ngantuk mereka tertidur pulas dengan mimpi-mimpi indah bersama bidadari terbang sampai keawan.  
Syair atau Basyair. Syair-syair tua pada umumnya syair dengan tulisan arab gundul dengan bahasa Melayu. Syair ditulis dalam sebuah buku yang sangat apik dan teratur berdasarkan hokum-hukum penulisan sebuah syair. Kisah dalam syair itu kebanyakan kisah-kisah tuntunan kebaikan, bermoral yang baik, berhati mulia, sabar, ikhlas, jujur dan tanggung jawab. Ada pula diantara buku-buku syair itu menceritakan tentang cerita Nabi dan Rasul, kisah orang-orang yang berbudi pekerti dan berakhlak mulia, cerita raja-raja, cerita perang dan lain-lain.
Nyanyian meninak bobokan balita dikenal dengan Alla Hu Allah. Nyanyian ini biasa muncul dan terdengar ketika seorang ibu sedang mengayun putra atau putrinya yang masih kecil. Nyanyian Alla Hu Alla berisi nasihat, motivasi, semangat, ketangguhan, dan doa agar sang balita tidur dengan pulas. Begitu sang bayi telah tidur, otomatis nyanyian berhenti.
Dindang Babassai. Dindang atau nyanyian ini muncul ketika sedang mendayung perahu. Untuk menghilangkan rasa penat, capek dan lelah. Pendayung perahu menyanyi yang dikenal dengan dindang babassai atau nyanyian mendayung. Dengan demikian, lelah dan cape mendayung tidak terasa, hati terhibur, yang mendengar juga terhibur, bahkan boleh ikut menyanyi bersama atau sahut menyahut dalam pantun syair dindang babassai. Anak-anak yang turut dalam perahu menjadi pendengar, makanya isi syair lagu selalu yang baik-baik, cerita, atau apa yang dilihat didalam dan disekitar perjalanan, nasihat, memuji, sopan santun, atau menyindir dengan tujuan yang positif.
Pantun, masyarakat Berau pada umumnya pasis dalam mengolah kata dan mengadon kalimat dalam sebuah karang-karangan yang dikenal dengan pantun. Baik pantun berbahasa Melayu  maupun berbahasa local. Berbahasa Melayu maksudnya berbahasa Indonesia, sedangkan bahasa local adalah bahasa Berau. Pantun sering didengar ketika menggelar kesenian Mamanda, menerima tamu, upacara lamaran, acara pesta, dan pidato penutup pada acara resmi pemerintah.
Mengenai adalah nyanyian kesenian yang berasal dari orang-orang suku Dayak Punan yang mendiami hulu sungai Kelay, seperti Kampung Long Gie, Kampung Long Boy, Kampung Long Duhung, dan Kampung Long Suluy. Rumah-rumah mereka berbanjar mengikuti alur sungai. Mengenai dinyanyikan perorangan tanpa pengiring alat musik, seperti Karang-karangan atau Basyair. Mengenai biasanya dinyanyikan oleh orang-orang tua suku Dayak Punan ketika mereka sedang senggang dan bersantai sambil makan sirih, minum kopi. Duduk dengan kaki berlonjor dan bagian bawah kaki rapat disilang, satu diatas dan satunya lagi dibawah. Sambil menumbuk buah pinang mereka menyanyi yang dikenal dengan mengenai itu. Nyanyian mengenai dilakukan bergantian dengan bersahut-sahutan saling menyambungkan cerita dalam mengenai. Isi nyanyian atau syair lagu menggunakan syair atau pantun lama, tetapi ada pula syair atau pantun baru yang menyesuaikan dengan situasi dan keadaan sekarang. Apabila masyarakat Punan sedang berkumpul  dengan ramai, maka nyanyian mengenai terdengar bisa sampai larut malam bahkan bisa sampai semalam suntuk sambil menginang, minum kopi dan merokok.
Jiek adalah nyanyian yang menyatu dengan gerak tari. Tarian yang dibawakan kadang menghentak-hentakkan kaki dengan langkah beraturan dua kali empat, atau tiga step maju mundur, ada pula yang dua langkah maju satu langkah mundur dan seterusnya. Nyanyian Jiek untuk mengiringi tari dinyanyikan sesekali terdengar satu orang saja, kadang-kadang dinyanyikan beramai-ramai seperti koor lagu, tetapi ada pula yang memang dinyanyikan selalu bersama-sama. Nyanyian Jiek terus mengalun dengan berganti-ganti nada dan irama diikuti dengan gerak langkah dan tarian tangan yang lemah gemulai dan sesekali menghentakkan kaki lebih keras untuk membangun irama dan step. Para remaja juga turut menari bersama mengikuti gerakan, tetapi pada umumnya belum tahu nyanyian yang dinyanyikan bersamaan dengan tarian yang mereka ikuti. Kata mereka nyanyiannya bahasa dulu, bahasa Dayak Ga’ai orang dulu, walaupun saya anak suku Dayak Ga’ai saya tidak mengerti juga artinya. Pada malam pesta panen yang disebut mereka dengan Bakudung, tarian Jiek dilakukan semalam suntuk. Ada tari Jiek Kleng Kuwung, tari Jiek Taples, dan tari Jiek Dong. Mereka menari dan menyanyi bergantian, yang merasa capek, lelah atau mengantuk berhenti dan istirahat dulu, setelah minum kopi atau tidur sebentar. Bangun lagi dan masuk lagi kedalam lingkaran untuk menyanyi dan menari Jiek kembali. Tarian Jiek ada yang diiringi dengan musik gendang dan gong, ada pula tarian hanya mengikuti nyanyian jiek, bahkan ada beberapa step tarian tidak diiringi musik dan tidak terdengar nyanyian, murni hanya gerakan langkah kaki yang dihentakkan sedikit lebih keras. Hentakan kaki itulah menjadi irama tari Jiek…….. …..waaauuu…ayo menari semalam suntuk sambil minum kopi dan tuak tradisional.
Kampung Long Duhung adalah salah satu Kampung Adat yang ada di Kabupaten Berau yang sudah dikunjungi oleh bidang pelestarian nilai tradisi dan Adat Direktur Jenderal Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2015 ketika masyarakat Dayak Punan Long Duhung sedang menggelar dan mengadakan perayaan dan upacara adat Pesta Panen. Di kampung Long Gie atau Kampung Long Beliu dua suku Dayak yang berbeda yaitu suku Dayak Punan dan Dayak Kenyah berbaur menjadi satu Kampung. Mereka hidup berdampingan dengan rukun dan damai. Dayak Punan sebagai suku asli sangat menerima kedatangan suku-suku lain kewilayah disekitar tempat tinggal mereka sejak nenek moyang dulu.
Tari-tarian yang dikenal dikalangan masyarakat Berau tempo dulu sampai dengan sekarang antara lain, tari Lilit Kacang, tari Kapala Bassai, tari Kambang Cangkih, tari Sirung, tari Zikkir Mayang, Rudad, tari Gerak Sama, tari Tunggal, tari Perang, tari Gong, tari Jiek, tari Kleng Kuwung, tari Gelek Haluk, tari Jiek Taples, tari Jiek Dong, tari Bung Kayung Entok, tari Bagentawai, tari Hudoq, tari Lembu Tutung, tari Lembu Salatan, tari Lembu Keturunan, tari Dalling, Tari Igal Tagunggu, tari Igal Linggisan, tari Igal Limbayan, tari Tempurung, tari Pangeran Diulu, tari Selamat Datang, tari Palimbayan, dan tari Kurru Sumangat. Sedang seni Bela diri asli orang Berau dikenal dengan nama Kuntaw, yang lebih spesifik lagi adalah seni bela diri Kuntaw Gaya Bangkui.
Berbicara musik tradisional Berau juga kaya dengan hasanah musiknya, antara lain, Musik Tarbang, Musik Jappin, Musik Gambus, Musik Titik Tagunggu, Musik Titik Palimbayan, Musik Titik Togeng-Togeng, Musik Titik Pelengan, Musik Titik Pemandi, Musik Titik Bagaddat, Musik Zikir Mayang, Musik Baladun, Musik Mamanda, Musik Gandam Barras, Musik Badiwa, Musik Putar Alam, Musik Kulintang, Musik Sampe, Musik Kertung, Musik Suling Belian Kinyambat, Musik Kuwung Tuai, dan Musik Gelek Haluk.
Di Kabupaten Berau ada ratusan cerita rakyat, dongeng, dan Mitos yang belum tergali, tetapi masih ada ditengah masyarakat. Pastinya sebelum semua tergerus oleh jaman dan modernisasi, cerita rakyat, dongeng dan mitos tersebut harus sudah terdokumentasikan dengan baik. sedangkan yang sudah digali dan terdokumentasikan melalui tulisan dan sudah dibukukan oleh beberapa orang seniman daerah baru ada beberapa Cerita Rakyat saja, seperti cerita rakyat : Asal Usul Kerajaan Berau, Lamin Talungsur, Putri Naga dan Nahkoda Muda, Asal Usul Punan Segah, Asal Usul Perahu Batu, Pangeran Ulok, Giram Tip, Luilas Anak Dewa Langit, Nek Nimbul, Puan Si Panaik, Andai Samira Ka Gunung Padai, Srikandi Berau, Mariam Pijitan, Mariam Sumbing, Pelangi Bidadari, Batu Langkup, Danau Tebo, Baddil Kuning, Kung Kemul, Bong Sok Yang Law, Nek Lenggo, Batu Bual, Batu Si Kuntum Taklamun, Bakudung Batiung, Pesta Meja Panjang, Jujuran Menurut Adat, Kisah Si Ayus, Asal Nama Berau, Asal Nama Tanjung Redeb, Nyaruan, Paruan, Burung Enggang, Bai Malangui, Tuk Peas, Sungai Nyadeng, Batu Batangkup, Kepala Lading, Tujuh Bidadari.

Tanjung Redeb, Januari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar