SENI BERTUTUR NYANYIAN KEINDAHAN ALAM
Oleh :
Saprudin Ithur
Kabupaten Berau adalah salah satu kabupaten yang
sangat unik. Kenapa aku katakan unik, karena memiliki alam yang sangat indah
dan luar biasa. Alam yang sangat hebat itu sudah tersedia pulau-pulau yang
sangat indah, bawah lautnya yang sangat indah pula dihiasi dengan ribuan jenis
terumbu karang dan tumbuhan laut. Kelengkapan hayatinya itu didukung dengan
melintas serta menetapnya beberapa jenis ikan langka besar dengan kecil.
Seperti Manta ray, penyu hijau, penyu sisik, ubur-ubur, lumba-lumba, hiu, dan
paus raksasa. Ikan terumbu karang, udang karang, udang pasir, kepiting hitam,
kepiting rajungan dan lain-lain. Disini juga memiliki kekayaan budaya suku
Dayak, suku Banua, suku Bajau. Seni
bertutur dengan syair-syair indah ada disastra lokal yang masih bertahan
seperti Karang-karangan, Badiwa, Gandam Barras, Putar Alam, Basyair, nyanyian
meninak bobokkan balita Allah Hu Alla, nyanyian Dindang Babassai, Pantun,
Mengenai, dan Jiek.
Karang-karangan adalah seni sastra yang masih kental di kalangan suku
Banua atau yang dikenal juga dengan suku Barrau. Karang-karangan adalah sebuah
karangan berbentuk pantun, isinya menceritakan hal ikhwal yang ada dan terjadi
pada saat ini, diawali dengan salam pembuka, isi nasihat, pujian, memberikan
penghargaan, hormat, ucapan terima kasih dan salam penutup. Karang-karang
dibacakan pada acara keramaian, seperti pesta panen, pesta perkawinan, pesta
rakyat, perayaan kampong, menerima tamu dan lain-lain. Syair pantun karang-karangan
itu dibaca oleh seseorang yang memang berpengalaman, suaranya bagus, orangnya
lucu, lugu, atau yang suka penampilan oper acting. Begitu para tamu
mendengarkan isi karang-akarang akan tersentuh, bangga karena disebut namanya
dalam karangan itu dan seterusnya. Yang disebut namanya langsung naik keatas
panggung member tip, akhirnya suasan menjadi ramai dengan gelak tawa.
Membawakan syair pantun karang-karangan tunggal tan ada iringan music.
Sedangkan Badiwa
adalah nyanyian sastra lama, sastra tua yang menceritakan tentang dewa-dewa,
penguasa alam semesta, penguasa gunung, penguasa langit, penguasa sungai,
penguasa batu-batu besar, penguasa pohon, dan lain-lain. Pelaku Badiwa
sendirian, menyanyikan nyanyian sastra lama yang sangat sarat makna yang sudah
banyak tidak dimengerti lagi alur dan isi lagunya, karena menggunakan bahasa
lama yang sekarang banyak tidak digunakan sebagai bahasa sehari-hari. Pelaku
Badiwa duduk dengan sangat tenang, karena memeng tidak boleh berlebihan,
pengiringnya pelaku menggunakan gendang dengan deameter besar, lebih besar dari
gendang terbangan. Menyanyi dengan alunan yang sangat menggugah perasaan,
nyanyian Badiwa termasuk kelompok nyanyian sacral. Badiwa bisa dijadikan media
pengobatan keturunan atau karena niak atau nazar seseorang.
Gandam
Barras
lain lagi. Gandam Barras menceritakan sekitar tempat beras, atau sekitar dalam
rumah saja yang tidak jauh dengan tempat menyimpan beras. Dulu tempat beras
dari bakul anyaman yang ditutup rapi, kemudian hari tempat beras mulai bergeser
dengan menggunakan bahan yang lebih mewah yaitu pangkaran yang terbuat dari
gerabah atau tanah, kemudian baru menggunakan kaleng kueh atau kaleng minyak
goreng yang muat lebih dua puluh liter. Kemudian terus berganti dengan sejenis
ember pelastik atau tong pelastik. Nyanyian gandam baras, ya bercerita
sekitar
pedaringan atau sekitar tempat beras. Yang menyanyi itu biasanya ibu-ibu tua
dimalam hari, saat berkumpul dan gotong royong pesta perkawinan. Nyanyian juga
ada kandungan pantun atau syair nasehat yang ditujukan kepada anak-anak dan
muda mudi, atau bahkan menjodoh-jodoh muda-mudi yang sudah dewasa. Untuk
menghilangkan ketegangan, dan mengusir rasa lelah pelatun gandam barras melucu
dan menimbulkan gelak tawa yang mendengarnya. Pengiring lagu biasanya
mengunakan belakang talam dipukul menjadi irama.
Putar Alam adalah nyanyian perseorangan yang dilantunkan untuk
menghibur diri ketika berada dialam bebas. Kisah nyanyian Putar Alam adalah
cerita sekitar alam yang mereka lihat, dengar dan rasakan secara langsung.
Dalam lagu-lagunya ada menghubungan alam dengan penguasa alam atau penjaga alam
seperti pohon besar dengan jin atau makhluk halus yang berdiam dan menjaga
pohon besar tersebut. Nyanyian semacam ini biasa dilantunkan malam hari setelah
makan malam dirumah atau pondok dikebun atau disekitar hutan. Apabila sudah
lelah dan ngantuk mereka tertidur pulas dengan mimpi-mimpi indah bersama
bidadari terbang sampai keawan.
Syair atau Basyair. Syair-syair tua pada umumnya syair
dengan tulisan arab gundul dengan bahasa Melayu. Syair ditulis dalam sebuah
buku yang sangat apik dan teratur berdasarkan hokum-hukum penulisan sebuah
syair. Kisah dalam syair itu kebanyakan kisah-kisah tuntunan kebaikan, bermoral
yang baik, berhati mulia, sabar, ikhlas, jujur dan tanggung jawab. Ada pula
diantara buku-buku syair itu menceritakan tentang cerita Nabi dan Rasul, kisah
orang-orang yang berbudi pekerti dan berakhlak mulia, cerita raja-raja, cerita
perang dan lain-lain.
Nyanyian meninak bobokan balita dikenal dengan Alla Hu Allah. Nyanyian ini biasa muncul
dan terdengar ketika seorang ibu sedang mengayun putra atau putrinya yang masih
kecil. Nyanyian Alla Hu Alla berisi nasihat, motivasi, semangat, ketangguhan,
dan doa agar sang balita tidur dengan pulas. Begitu sang bayi telah tidur, otomatis
nyanyian berhenti.
Dindang Babassai. Dindang atau nyanyian ini muncul ketika sedang
mendayung perahu. Untuk menghilangkan rasa penat, capek dan lelah. Pendayung
perahu menyanyi yang dikenal dengan dindang babassai atau nyanyian mendayung.
Dengan demikian, lelah dan cape mendayung tidak terasa, hati terhibur, yang
mendengar juga terhibur, bahkan boleh ikut menyanyi bersama atau sahut menyahut
dalam pantun syair dindang babassai. Anak-anak yang turut dalam perahu menjadi
pendengar, makanya isi syair lagu selalu yang baik-baik, cerita, atau apa yang
dilihat didalam dan disekitar perjalanan, nasihat, memuji, sopan santun, atau
menyindir dengan tujuan yang positif.
Pantun, masyarakat Berau pada umumnya pasis dalam mengolah
kata dan mengadon kalimat dalam sebuah karang-karangan yang dikenal dengan
pantun. Baik pantun berbahasa Melayu
maupun berbahasa local. Berbahasa Melayu maksudnya berbahasa Indonesia,
sedangkan bahasa local adalah bahasa Berau. Pantun sering didengar ketika
menggelar kesenian Mamanda, menerima tamu, upacara lamaran, acara pesta, dan
pidato penutup pada acara resmi pemerintah.
Mengenai adalah nyanyian kesenian yang berasal dari
orang-orang suku Dayak Punan yang mendiami hulu sungai Kelay, seperti Kampung
Long Gie, Kampung Long Boy, Kampung Long Duhung, dan Kampung Long Suluy. Rumah-rumah
mereka berbanjar mengikuti alur sungai. Mengenai dinyanyikan perorangan tanpa
pengiring alat musik, seperti Karang-karangan atau Basyair. Mengenai biasanya
dinyanyikan oleh orang-orang tua suku Dayak Punan ketika mereka sedang senggang
dan bersantai sambil makan sirih, minum kopi. Duduk dengan kaki berlonjor dan
bagian bawah kaki rapat disilang, satu diatas dan satunya lagi dibawah. Sambil
menumbuk buah pinang mereka menyanyi yang dikenal dengan mengenai itu. Nyanyian
mengenai dilakukan bergantian dengan bersahut-sahutan saling menyambungkan
cerita dalam mengenai. Isi nyanyian atau syair lagu menggunakan syair atau
pantun lama, tetapi ada pula syair atau pantun baru yang menyesuaikan dengan
situasi dan keadaan sekarang. Apabila masyarakat Punan sedang berkumpul dengan ramai, maka nyanyian mengenai
terdengar bisa sampai larut malam bahkan bisa sampai semalam suntuk sambil
menginang, minum kopi dan merokok.
Jiek adalah nyanyian yang menyatu dengan gerak tari.
Tarian yang dibawakan kadang menghentak-hentakkan kaki dengan langkah beraturan
dua kali empat, atau tiga step maju mundur, ada pula yang dua langkah maju satu
langkah mundur dan seterusnya. Nyanyian Jiek untuk mengiringi tari dinyanyikan
sesekali terdengar satu orang saja, kadang-kadang dinyanyikan beramai-ramai
seperti koor lagu, tetapi ada pula yang memang dinyanyikan selalu bersama-sama.
Nyanyian Jiek terus mengalun dengan berganti-ganti nada dan irama diikuti
dengan gerak langkah dan tarian tangan yang lemah gemulai dan sesekali
menghentakkan kaki lebih keras untuk membangun irama dan step. Para remaja juga
turut menari bersama mengikuti gerakan, tetapi pada umumnya belum tahu nyanyian
yang dinyanyikan bersamaan dengan tarian yang mereka ikuti. Kata mereka
nyanyiannya bahasa dulu, bahasa Dayak Ga’ai orang dulu, walaupun saya anak suku
Dayak Ga’ai saya tidak mengerti juga artinya. Pada malam pesta panen yang
disebut mereka dengan Bakudung, tarian Jiek dilakukan semalam suntuk. Ada tari
Jiek Kleng Kuwung, tari Jiek Taples, dan tari Jiek Dong. Mereka menari dan
menyanyi bergantian, yang merasa capek, lelah atau mengantuk berhenti dan
istirahat dulu, setelah minum kopi atau tidur sebentar. Bangun lagi dan masuk
lagi kedalam lingkaran untuk menyanyi dan menari Jiek kembali. Tarian Jiek ada
yang diiringi dengan musik gendang dan gong, ada pula tarian hanya mengikuti
nyanyian jiek, bahkan ada beberapa step tarian tidak diiringi musik dan tidak
terdengar nyanyian, murni hanya gerakan langkah kaki yang dihentakkan sedikit
lebih keras. Hentakan kaki itulah menjadi irama tari Jiek…….. …..waaauuu…ayo
menari semalam suntuk sambil minum kopi dan tuak tradisional.
Kampung Long Duhung adalah salah satu Kampung Adat
yang ada di Kabupaten Berau yang sudah dikunjungi oleh bidang pelestarian nilai
tradisi dan Adat Direktur Jenderal Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2015 ketika masyarakat Dayak Punan Long
Duhung sedang menggelar dan mengadakan perayaan dan upacara adat Pesta Panen.
Di kampung Long Gie atau Kampung Long Beliu dua suku Dayak yang berbeda yaitu
suku Dayak Punan dan Dayak Kenyah berbaur menjadi satu Kampung. Mereka hidup
berdampingan dengan rukun dan damai. Dayak Punan sebagai suku asli sangat
menerima kedatangan suku-suku lain kewilayah disekitar tempat tinggal mereka
sejak nenek moyang dulu.
Tari-tarian yang dikenal dikalangan masyarakat Berau
tempo dulu sampai dengan sekarang antara lain, tari Lilit Kacang, tari Kapala
Bassai, tari Kambang Cangkih, tari Sirung, tari Zikkir Mayang, Rudad, tari
Gerak Sama, tari Tunggal, tari Perang, tari Gong, tari Jiek, tari Kleng Kuwung, tari Gelek Haluk, tari Jiek Taples, tari Jiek Dong, tari Bung Kayung Entok, tari Bagentawai, tari Hudoq, tari Lembu Tutung, tari Lembu Salatan, tari Lembu Keturunan, tari Dalling, Tari Igal Tagunggu, tari Igal Linggisan, tari Igal Limbayan, tari
Tempurung, tari
Pangeran Diulu, tari
Selamat Datang, tari
Palimbayan, dan tari Kurru Sumangat. Sedang seni Bela diri asli orang Berau
dikenal dengan nama Kuntaw, yang lebih spesifik lagi adalah seni bela diri
Kuntaw Gaya Bangkui.
Berbicara musik tradisional Berau juga kaya dengan
hasanah musiknya, antara lain, Musik
Tarbang, Musik
Jappin, Musik
Gambus, Musik
Titik Tagunggu, Musik
Titik Palimbayan, Musik
Titik Togeng-Togeng, Musik
Titik Pelengan, Musik
Titik Pemandi, Musik
Titik Bagaddat, Musik
Zikir Mayang, Musik
Baladun, Musik
Mamanda, Musik
Gandam Barras, Musik
Badiwa, Musik
Putar Alam, Musik
Kulintang, Musik
Sampe, Musik
Kertung, Musik
Suling Belian Kinyambat, Musik
Kuwung Tuai, dan Musik
Gelek Haluk.
Di
Kabupaten Berau ada ratusan cerita rakyat, dongeng, dan Mitos yang belum
tergali, tetapi masih ada ditengah masyarakat. Pastinya sebelum semua tergerus
oleh jaman dan modernisasi, cerita rakyat, dongeng dan mitos tersebut harus
sudah terdokumentasikan dengan baik. sedangkan yang sudah digali dan
terdokumentasikan melalui tulisan dan sudah dibukukan oleh beberapa orang
seniman daerah baru ada beberapa Cerita Rakyat saja, seperti cerita rakyat :
Asal Usul Kerajaan Berau, Lamin Talungsur, Putri Naga dan Nahkoda Muda, Asal Usul Punan Segah, Asal Usul Perahu Batu, Pangeran Ulok, Giram Tip, Luilas Anak Dewa Langit, Nek Nimbul, Puan Si Panaik, Andai Samira Ka Gunung Padai, Srikandi Berau, Mariam
Pijitan, Mariam Sumbing, Pelangi
Bidadari, Batu Langkup, Danau Tebo, Baddil Kuning, Kung Kemul, Bong Sok Yang Law, Nek Lenggo, Batu Bual, Batu Si Kuntum Taklamun, Bakudung Batiung, Pesta Meja Panjang, Jujuran Menurut Adat, Kisah Si Ayus, Asal Nama Berau, Asal Nama Tanjung Redeb, Nyaruan, Paruan, Burung Enggang, Bai Malangui, Tuk Peas, Sungai
Nyadeng, Batu Batangkup, Kepala Lading, Tujuh Bidadari.
Tanjung Redeb, Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar