PRASASTI
KERATON SAMBALIUNG
Oleh : Saprudin Ithur
Kerajaan Berau berdiri pada tahun 1400 berkedudukan di Rantau Pattung sungai Lati, salah satu anak sungai Kuran atau sungai Berau. Pilihan kedudukan kerajaan pertama Berau didaerah tersebut adalah mempertimbangkan keamanan dan tanahnya yang sangat subur. Wilayahnya datar yang basah, dan masuk air pasang surut, tanah datar dan basah itu sangat luas dan menghampar seluas mata memandang, tempat itu dijadikan persawahan yang subur oleh rakyat untuk mendukung kejayaan kerajaan Berau.
Raja pertama sangat dikenal dengan nama
Baddit Di Pattung yang bergelar Adji Surya Natakasuma dengan didampingi
permaisurinya Baddit Di Kurindan yang bergelar Adji Parmaisuri. Dalam legenda
Berau Adji Surya Natakesuma berasal dari Bayi yang ditemukan dari pecahnya
bambu besar yang dikenal dengan nama
bulu Pattung atau bambu Petung dikebun Inni Baritu, setelah ditemukan
dan dipelihara bayi itu diberi nama Baddit Di Pattung, artinya bayi yang
ditemukan dari pecahnya bambu petung. Sedangkan dirumah, istri Inni Baritu
menemukan bayi didalam kurindan. Bayi perempuan itu diberi nama Baddit Di Kurindan.
Kurindan adalah sebutan keranjang dalam bahasa Berau, keranjang yang terbuat
dari anyaman rotan, Baddit Dikurindan artinya bayi yang pecah atau keluar
secara gaib dari keranjang milik Inn Kabayan, istri Inni Baritu. Kedua bayi keturunan
dewa itu kemudian hari setelah dewasa diangkat menjadi raja dan permaisuri pertama
di kerajaan Berau.
Dalam perjalanan yang sangat panjang
kurang lebih empat ratus tahun, kerajaan Berau terus berbenah dan memperbaiki
tata pemerintahannya dengan menumbuh kembangkan dan melakukan perluasan pertanian. Untuk memperluas wilayah pertanian dan terus
mencari daerah yang subur, pusat kerajaan Berau dipindahkan ke Muara Sungai
Bangun yang tidak seberapa jauh dari pusat kerajaan pertama di sungai Lati. Tahun
1800 pada masa pemerintahan Sultan Zainil Abidin, agama islam sudah menjadi
agama resmi kerajaan.
Pada
tahun 1810 kerajaan Berau pecah menjadi dua, yang kemudian dikenal dengan nama Kerajaan
Kesultanan Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabbur. Kerajaan Sambaliung bersahabat dengan kesultanan
Suluk dan kerajaan Bugis. Dari jalinan persahabatan itu terjadi saling kawin
mawin, saling hormat-menghormati, dan saling berkunjung anatar satu kerajaan ke
kerajaan lainnya.
Pada masa penjajahan Belanda, Raja Alam sebagai
raja pertama Kesultanan Sambaliung yang berkedudukan di sungai Gayam melawan Belanda,
mengusir pasukan Belanda yang masuk dan ingin mengembangkan sayapnya di tanah
Barrau. Raja Alam sangat marah dengan kedatangan Belanda, apalagi ingin campur
tangan diwilayah pemerintahannya.
Waktu perang melawan Belanda, pasukan Raja
Alam didukung penuh oleh pasukan laut Suluk dan pasukan laut dari Bugis. Setelah
beberapa tahun berperang mengusir Belanda dari tanah Barrau, berperang dilaut
Tanjung Mangkalihat, di laut Dumaring, di laut Batu Putih pasukan Raja Alam
terdesak dan mundur sampai masuk kepedalaman sungai Kelay. Keratonnya yang
berada di sungai Gayam telah ditinggalkan.
Karena rakyatnya sering ditangkap dan
disiksa oleh Belanda, Raja Alam harus bertanggung jawab, ia tidak tega melihat
rakyatnya sering disiksa oleh pasukan Belanda. Akhirnya Raja Alam bersedia keluar
dan berunding, namun apa yang terjadi, namun bukan hasil perundingan yang
didapatnya, tetapi Raja Alam ditipu atas nama perundingan, dan di tangkap
Belanda. Setelah ditangkap Raja alam kemudian dibuang ke Makassar. Pusat
kerajaan di Tanjung di Sungai Gayam dibakar habis oleh pasukan Belanda.
UNTUK MENGHINDARI
LAPUK DIMAKAN USIA
TUGU PRASASTI
YANG ASLI DIAMANKAN DISAMPING KERATON
DENGAN DIBERI ATAP AGAR TERHINDAR DARI HUJAN DAN PANAS
Pada
tahun 1902 keraton dibangun kembali oleh keluarga Raja Alam Sultan Muhammad
Aminuddin, namun tidak di sungai Gayam lagi, melainkan diseberangnya ditepi sungai Berau yaitu di Sambaliung, bangunan
megah itu dinamakan dengan Keraton Sambaliung. Pada tahun 1937 Keraton
Sambaliung dibangun bagian depannya agar lebih mewah dan megah oleh Belanda. Pembangunan
dikerjakan oleh seorang tukang kayu yang sangat ahli berkebangsaan Tiongkok
Cina. Ruang baru bagian depan tersebut dijadikan sebagai ruang administrasi dan
ruang bendahara yang diawasi oleh Belanda.
Dari
persahabatannya dengan kerajaan Bugis dan kentalnya Islam dikeraton, maka untuk
menghormati dan menghargai persahabatan, dihalaman keraton Sambaliung didirikan
dua tonggak ulin yang dikenal dengan “Tugu Prasasti” berukuran 25 x 25 cm
dengan tinggi empat meter. Disana bertuliskan
prasasti atau peraturan Sultan dengan tulisan Arab gundul bahasa Melayu dan
tulisan Lontar Bugis.
TERJEMAHAN
2 TUGU PRASASTI KERATON SAMBALIUNG
TUGU I
(
PRASASTI BERHURUP ARAB DENGAN BAHASA MELAYU )
JIKA SULTAN ADA
DUDUK DIMUKA RUMAH ATAU
DIMUKA LAWANG SAKAPING
MAKA SIAPA SIAPA MAU MALIWATI
MAKA ITU URANG DUDUK DULU
TIDAK BULIH MALIWATI
TUGU II
( PRASASTI BERHURUP LONTAR BUGIS )
- APABILA SULTAN BERADA DIDEPAN ISTANANYA ATAU DIDEPAN PINTU GAPURA, MAKA BARANG SIAPA YANG LEWAT HARUS DUDUK DAHULU, KEMUDIAN MENERUSKAN LANGKAHNYA. TIDAK BOLEH BERJALAN SEBELUM MEMPERLIHATKAN DIRI KETIKA SULTAN SEDANG BERADA DILUAR. DEMIKIANLAH MENURUT ATURAN ADAT.
- TIDAK BOLEH BERSELISIH DIDALAM WILAYAH ISTANA, MESKIPUN ADA PERKARA YANG DIPERTENTANGKAN.
- TIDAK DIPERKENANKAN TERTAWA-KETAWA SAAT MEMANDANG KE ISTANA. DILARANG PULA ORANG DUDUK DIJALANAN DEPAN ISTANA, TETAPI DISAMPING ISTANA DIPERBOLEHKAN DUDUK
- TIDAK BOLEH MELIHAT-LIHAT KE ISTANA SULTAN, APABILA TIDAK ADA HAL YANG SEBAIKNYA DILIHAT.
- JANGAN MENUTUP ATAU MEMOTONG ARAH JALAN PEREMPUAN DITENGAH JALAN, MESKIPUN DIPANDANGANMU ADALAH SEORANG BUDAK.KALIAN PARA LELAKI MENEPILAH SEDIKIT, JIKA PERLU TURUNLAH DARI JALANAN APABILA ADA PEREMPUAN BERSAMA DENGAN IBUNYA YANG KAMU LIHAT, TURUNLAH DARI RUMAH.
- (MENUJU HALAMAN) MAKA LAKI-LAKI BERHENTI DAHULU DAN JANGAN LANGSUNG MEMOTONG ARAH JALANNYA.
- BAGI SIAPA SIAPA YANG TIDAK MELAKSANAKAN ATAU MENGABAIKAN, MAKA IA MENINGGALKAN PERATURAN YANG DITETAPKAN OLEH PETTA SULTAN LA MAPPATA(NG) KA SAMBALIUNG.
Untuk menghilangkan kepenatan, ketegangan
selama berhari-hari bekerja, atau pusing, bingun mencari tujuan rekreasi sekaligus
menghilangkan stress, sebaiknya pilihannya adalah berkunjung dan menyaksikan
langsung tugu/tonggak yang bertuliskan prasasti dengan menggunakan tulisan Arab
dan tulisan Lontar Bugis, datang saja langsung ke keraton Sambaliung Kabupaten
Berau.
Menuju
Kabupaten Berau sekarang sudah sangat mudah, dari Samarinda bisa naik pesawat
dari bandara Temindung langsung turun
dibandara Kalimarau Berau, atau jalan darat dari Samarinda menuju Berau.
Sedangkan dari Balikpapan, langsung saja naik pesawat dari bandara Sepinggan,
bisa naik pesawat Sriwijaya, Batavia,
Trigana, atau Kalstar langsung menuju bandara Kalimarau Berau. Dari Tarakan juga
bisa naik pesawat atau dari Tarakan menyeberang ke Tanjung Selor, dari sana
langsung jalan darat menuju Tanjung Redeb Berau.
Dari
Bandara Kalimarau Berau menuju Keraton Sambaliung dekat sekali, hanya berjarak
10 kilometer anda sudah bisa menyaksikan
langsung prasasti bertuliskan arab dan lontar. Kabupaten Berau juga tempat yang
kaya dengan ikan dan surga mancing bagi pemancing mania seluruh dunia, yang ada
dikawasan kepulauau Derawan dan sekitarnya.